29

169 20 7
                                    

Halo~
Assalamualaikum, apa kabar semua ^^
Adakah yang masih nunggu cerita ini update?
Kira-kita berapa lama aku gak up yak? :'))
Dukung aku terus yaa dengan vote atau komen di setiap bab ceritaku, supaya aku semangat terus nulisnyaa 🤗💕

Beberapa hari ini aku lagi ngerasa nggak enak badan guys :'3 sempet drop juga, moodku juga naik turun terus, jadi agak susah buat nulis dan lanjutin cerita :'v

Ada banyak hal yang terjadi dalam hidup aku akhir-akhir ini, rasanya aku kayak lagi terombang-ambing di laut lepas, kapalku lagi diterjang ombak besar + badai dengan angin kencang, sediiih banget, tapi nggak bisa ngapa-ngapain, cuma bisa berdo'a ajah semoga Allah mudahin semuanya..

Sempet nangis sampe sesenggukan buat semua yang terjadi, alhamdulillah Allah masih mempertemukan aku sama orang-orang baik saat aku lagi seterpuruk itu, semoga Allah membalas kebaikan mereka semua💕

Aku nulis ini dengan perasaan yang masih nggak karuan, maaf banget kalau feelnya kurang kerasa di bab ini:')))

Semoga kalian suka yaa

Happy reading ❤️

🦋🦋🦋


Tak pernah ada yang tahu pasti masa depan akan seperti apa. Sama halnya dengan hari, secerah apapun pagi itu, tak menjamin siangnya akan tetap terik. Buktinya saja, siang hari ini hujan turun rintik-rintik, tidak deras, namun cukup membuat gadis bersweeter merah dan pria berambut kecokelatan dengan kacamata bulat itu terjebak di halte bus, menunggu hujan reda.

Beberapa orang juga ikut berteduh di sana, ada Ibu-ibu, sepasang muda mudi, dan beberapa remaja bersama temannya entah dari dan akan kemana. Mereka semua sama-sama menatap langit yang tak kunjung berhenti menjatuhkan buliran air dari atas sana, beberapa mengeluhkan hujan tersebut, sedang terburu-buru katanya. Sebagian lagi tampak menikmati suara dan bau hujan yang khas menguar ke udara.

"Allahummaa shoyyibannaafi'aan." Ihsan berbisik kecil, melantunkan do'a turun hujan seraya menatap langit dengan tatapan teduhnya.

Hina yang berdiri tepat di sampingnya menatap wajah pria itu dengan perasaan tak terdefinisi, tak ada yang bersuara selama mereka berada di dalam rumah sakit, dan bertemu dengan Ibunya tadi. Ihsan tak mengatakan apapun, membuat Hina bingung harus bersikap bagaimana sekarang.

Dingin, angin berhembus kencang siang itu, sepertinya hujan akan mulai deras, rintiknya mulai turun lebih banyak. Untungnya Hina memakai pakaian tertutup hari ini, rasa dingin itu sedikit terhalang oleh pakaiannya. Namun tetap saja, angin yang menerpa wajah cantiknya mampu membuat Hina meringis, bergidik kedinginan.

Manuskrip Perjalanan Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang