9

215 22 5
                                    

Assalamualaikum, holaaa~
Aku update bab baru, ada yang baca gak nih??
Jangan lupa vote dan comment kalau kalian suka sama cerita ini yaa, sebagai bentuk apresiasi untuk penulis yang udah berjuang untuk terus menulis karyanya dan dibagikannya secara gratisssss.
(. ❛ ᴗ ❛.)

Sedikit info nih..
Sebenernya aku gak suka mapel matematika, dari dulu nilai matematika-ku anjlok banget >< tapi gak tau kenapa pas aku buat karakter Pak Ihsan ini kok cocok ya buat jadi guru tematik yang cuek dan gak banyak omong, namun diam-diam menghanyutkan ಠ∀ಠ
Inspirasi dia ini dari komiknya Momono Miku yang judulnya 'Embrace Me in White Robe at our Honey Moon'
Sumpah tu komik bikin baper banget ༎ຶ‿༎ຶ cerita murid yang dijodohin sama guru kimia yang super kaku dan dingin (ʃƪ^3^) ehehe, miriplah sama cerita-cerita wp gitu (. ❛ ᴗ ❛.) Cuma ini versi komiknya ajah~

Ok lah, segitu ajah curhatnya~
Selamat membacaa ( ╹▽╹ )

Abaikan sadjalah ya typo dan sejenisnya.

🦋🦋🦋

Ihsan menatap satu tiket kereta yang beberapa waktu lalu ia beli. Pria berkacamata bulat itu menghela napas panjang, menatap langit-langit kamar dengan perasaan tak menentu.

Ia putuskan untuk pulang sejenak ke kota kelahirannya minggu depan. Alasannya, pertama, untuk menemui Abbah dan Ummi dan menjelaskan sekali lagi keputusannya mengenai perjodohan yang masih saja dibahas oleh kedua orang tuanya itu. Kedua, alasan yang klasik sebenarnya, yaitu untuk melarikan diri.

Bukan, Ihsan bukan tak bersyukur dengan segala pemberian yang telah Allah SWT berikan padanya. Ihsan suka di sini, suasananya nyaman, orang-orangnya juga ramah, udara yang sejuk dan cenderung dingin menambah nilai plush kota ini di mata Ihsan, ia jadi tak perlu susah payah memasang AC atau kipas angin terlalu lama karena udara panas. Walau kota kelahirannya pun sebenarnya memiliki udara yang lumayan sejuk, tak banyak polusi dengan pepohonan yang masih rindang, tetap saja di sini dua kali lipat lebih dingin dari pada di sana.

Lalu kenapa Ihsan ingin melarikan diri?
Semua ada di dalam pikirannya sendiri, otaknya yang membuat Ihsan mau tak mau pergi sejenak dari hiruk pikuk kota ini yang menurutnya menyenangkan itu.
Dan sumber masalah utama dari semua ini tak lain adalah, seseorang yang tinggal di samping rumahnya saat ini.

Entah sejak kapan, gadis bermata bulat dengan surai hitam semampai itu mengganggu pikirannya. Segala kebetulan yang terjadi diantata mereka membuat Ihsan tak hentinya mengungkap tanya mengenai gadis itu. Ihsan sudah berulang kali beristigfar, merasa malu pada Allah SWT, hanya karena gadis itu sampai Ihsan tak mampu mengendalikan pikirannya sendiri. Pria itu meringis, mungkin saat ini setan tengah tertawa bahagia karena telah berhasil mengaduk-aduk pikiran juga perasaannya. Ihsan sadar, imannya ternyata sangat lemah, dan itu membuatnya takut jika sampai menjadikannya kehilangan arah lalu tersesat dari jalan-Nya. Na'udzubillah..

Ihsan menghela napas, ia membuka kacamatanya lalu meletakannya di atas nakas bersama tiket kereta yang sedari tadi ia genggam. Pria itu beranjak dari atas tempat tidur, matanya berputar ke arah jam dinding, sudah jam 10 malam.

Pria itu akhirnya berjalan menuju kamar mandi, helaan napasnya terdengar cukup panjang. Setelah suara pintu kamar mandi yang terbuka lalu tertutup, menyusul suara air keran dari dalam sana.

Ihsan mengambil wudhu, untuk kemudian melaksanakan sholat isya dengan sunnah qobliyah dan ba'diah-nya. Tak ada yang bisa Ihsan lakukan untuk menenangkan segala kegundahan hatinya, kecuali dengan terus dan terus mendekatkan diri pada Sang Maha Kuasa, berdo'a demi ketentraman hati juga jiwanya, dan meminta untuk perlindungan hati dan pikirannya dari segala godaan setan-setan sang pendengki.

Manuskrip Perjalanan Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang