14

185 20 3
                                    

Assalamualaikum,
Halo~
Apa kabar kalian hari ini?
Lama juga aku nggak updatenya:'
Masih ada nggak nih yang mau baca cerita ini??
Jangan bosen baca cerita ini yaa ><
Jangan lupa vote dan comment kalau suka ^^

Yaudahlah, selamat membaca 🤗

🦋🦋🦋

Hari tampak cerah, matahari bersinar terang di atas sana. Siang ini, Ihsan masih bertahan di rumah orang tuanya. Pembicaraan mengenai perjodohan belum tuntas sepenuhnya, entah apa yang mendasari Abbahnya itu yang begitu keukeuh agar Ihsan mau dijodohkan. Ihsan tak memungkiri, ia pun tak ingin waktu berlalu begitu saja, sedang perasaannya belum juga sembuh, dan di sisi lain Abbah dan Ummi yang semakin bertambah usia. Bukan Ihsan tak ingin melihat mereka bahagia, namun untuk menikah dalam keadaan hati yang masih porak poranda bukan perkara mudah. Menikah bukanlah seperti main rumah-rumahan, banyak yang harus Ihsan pikirkan, banyak yang harus Ihsan tanggung jawabkan. Dan Ihsan benar-benar belum siap, ia tak mau menyakiti siapapun, entah gadis yang akan dijodohkan dengannya itu, maupun dirinya sendiri.

Ihsan berjalan-jalan di sekitar belakang rumah, tampak para santri laki-laki tengah bersiap menuju majelis, waktu belajar untuk siang hari sebentar lagi akan dimulai, biasanya beberapa menit usai sholat dzuhur berjama'ah. Beberapa tengah menunggu waktu sambil menenteng kitab yang akan diajar sambil bercengkrama bersama di depan kobong (asrama). Beberapa lagi tengah merapikan baju yang telah kering di atas jemuran, bulan ini sudah masuk musim penghujan, cuaca sering tidak menentu, beberapa santri sudah siaga dengan mengangkat jemurannya sebelum hujan turun. Dan beberapa lagi hanya hilir mudik di sekitar kobong, menyapa Ihsan dengan sopan saat berpapasan.

Namun langkah Ihsan harus terhenti saat ada seorang bocah laki-laki berumur sekitar empat tahun menabrak tubuhnya. Ihsan membulatkan mata terkejut, bocah itu terdengar meringis, wajahnya terangkat dengan mata menatap Ihsan takut-takut.

Tapi sesaat kemudian, wajah takut milik bocah itu hilang saat menyadari siapa yang ada di hadapannya.

"Om Ichan!" Seru bocah itu girang.

Ihsan merekah senyum, ia membungkukan tubuhnya, mensejajarkan wajah dengan bocah itu.

"Eh, ternyata ponakan Om yang nambrak Om nih.." ujar Ihsan.

Ayub cengengesan, bocah berbaju koko putih dan bercelana hitam itu menggaruk tengkuknya, "Afwan, Om.." katanya.

Ihsan mengangguk, "Nggak apa-apa, emang lagi apa sih tadi sampe lari-lari kayak gitu?"

"Lagi lali dali Umma, soalnya Umma maksa Ayub buat makan. Ayub kan ga mau makan."
Begitu lancarnya lidah cadel milik Ayub ketika menjelaskan mengapa ia berlari-lari.

Ihsan terkekeh mendengarnya, ia mengulurkan tangan, mengangkat tubuh Ayub dalam gendongannya. Ayuh tampak senang, bibirnya merekah senyum begitu lebar dengan mata yang berbinar.

Ihsan mencium gemas pipi gembil milik Ayub, "Ayub harus makan dong, kalau nggak makan nanti sakit loh, Ayub mau sakit?"

Mendengar itu, Ayub menggeleng, "Tapi Ayub lagi ga mau makan, Oom. Nanti aja makannya.."

Percakapan keduanya harus terhenti saat seseorang datang menghampiri mereka. Ihsan dan Ayub menoleh bersamaan ketika seseorang itu memanggil nama Ayub.

Manuskrip Perjalanan Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang