19

151 20 2
                                    

Semoga tahun ini, Allah SWT memberi lebih banyak hal baik datang dalam hidup kita, dan kita senantiasa menjadi seorang hamba yang tak pernah lupa bersyukur atas segala pemberian-Nya, dan selalu ikhlas atas apa yang telah Allah SWT gariskan dalam hidup kita, selalu diberikan hidayah oleh-Nya, dan diistiqamahkan pada agama-Nya.

Aamiin Allahumma aamiin

اللّٰهمَّ صَلِّي عَلٰ مُحَمَّد وَعَلٰ اَلِي سَيِّدِنَا مُحَمَّد

🦋🦋🦋



Hening, tak ada yang bersuara selama beberapa menit terakhir. Suara denting dari sendok dengan mangkuk berkuah soto mengisi kekosongan diantara dua manusia berbeda latar belakang tersebut.

Gadis berambut hitam semampai di sana memakan sendok demi sendok sotonya yang mulai dingin secara perlahan. Sesekali, mata bulatnya menatap ke arah seorang pria berkaos putih yang duduk di hadapannya.

Pria itu tampak terburu-buru memakan suapan demi suapan soto pesanannya, seperti tengah dikejar waktu.

Hina, gadis berambut hitam itu meringis dalam hati, bagaimana jika pria itu tersedak karena makan terlalu buru-buru seperti itu?

"Pak, nggak usah buru-buru, nanti keselek lagi." Ujar Hina agak sewot. Agak kesal karena pria itu begitu memperlihatkan keengganannya berlama-lama dengan Hina.

Ihsan, pria itu tidak menanggapi, fokus pada semangkuk soto yang kini tinggal setengah.

Melihat itu, Hina berdecak kesal. Selera makannya hilang, kendati di depannya duduk pria sejuta pesona yang belakangan membuat hatinya berantakan. Rasanya, semua terasa menyenangkan saat berada dekat dengan pria itu, namun kini terasa menyesakan, padahal Hina tahu pria itu tak mungkin terlena akan rayuannya. Semua perbuatan Hina semata hanya karena harga dirinya terasa tercoreng, Hina yang selalu bisa menaklukan setiap pria sudah tak lagi berlaku bila berhadapan dengan pria itu.

Dan kini, untuk pertama kalinya mereka berhadapan dalam waktu yang cukup lama, bukan dalam pertemuan singkat karena ketidak sengajaan dan berakhir saling mengabaikan, mengapa Hina malah merasa ini tak semenyenangkan seperti dalam bayangannya?

Apa sebenarnya yang Hina inginkan dari pertemuan ini? Dari interaksi saat ini?

Hei, orangnya sudah di depan mata, tapi Hina malah tak berkutit di atas kursinya.

Hina tak sadar terlalu lama melamun, Ihsan sudah selesai dengan sotonya dan mulai beranjak dari duduknya. Hina tersadar, melihat Ihsan yang sudah meninggalkannya jauh di meja mereka membuat Hina terperejat.

"Waaah! Seriusan ya? Gue semenjijikan itu di mata dia?" Gumam Hina, ia mendengus kesal.

Namun tak lama Hina kembali tersadar, pria itu pasti akan pulang 'kan? Ini bisa menjadi kesempatannya untuk ikut dalam perjalanan, berjaga-jaga untuk ketakutannya akan cowok tak dikenal yang mengantarnya pulang tempo hari, yang mungkin saja mengikutinya saat ini. Bila Hina bisa berjalan beriringan dengan Ihsan, ia akan sedikit merasa aman.

Manuskrip Perjalanan Hati Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang