52.

64 12 6
                                    

"Kita harus menyusul mereka sekarang juga," putus Sowon.

"Kau yakin?" tanya Jinto.

Sowon mengangguk yakin. "Persiapan mereka sebenarnya belum matang, tapi karena kemarin kau mendatanginya, jadi terpaksa ..." ucapan Sowon menggantung.

"Maafkan aku," lirih Jinto.

"Oke, itu bukan masalahnya sekarang. Saat ini kita harus ke tempat itu," ujar Yerin.

"Perlu polisi? Ke kandang penjahat sendirian itu menakutkan," usul Hayato.

"Tidak perlu," potong Tsuyoshi. "Maksudku, kita jangan gegabah dulu."

"Kau aneh, Tsuyoshi-kun. Omong-omong, waktu di rumah sakit kemarin kau bilang ingin menyampaikan sesuatu, kan?" Koki mendekat kearah Tsuyoshi dan membuat semua member menatapnya.

"Tsuyoshi?"

Tsuyoshi sedikit menunduk. "Kalau kita bertemu dengan penjahat itu ... kumohon jangan terkejut."

Semua terdiam. Mencoba mengerti maksud dari ucapan Tsuyoshi.

"Apa kita mengenalnya?" tanya Daichi.

"Lebih baik kita cari tahu sendiri jawabannya. Kita harus kesana sebelum terlambat!" Sowon lalu segera mendahului mereka keluar.

✂✂✂

"Halo," sapa sebuah suara yang baru saja memasuki ruangan itu.

Gold menoleh dan mendapati Diamond sedang berjalan kearahnya. Lalu ia beralih menatap Yuju yang belum juga membuka matanya.

"Pastikan anakku tidak mati," ujar Gold datar. Meski begitu, tetap terdengar sedikit bergetar.

"Kenapa tidak kau cek saja sendiri? Siapa tahu memang dia sudah mati," jawab Diamond tak acuh lalu duduk disamping Gold.

Gold mengepalkan tangannya kuat-kuat. Berusaha untuk menahan emosi yang rasanya sudah menumpuk sejak tadi. "Satu anakku mati, satu inderamu juga mati sebagai balasan."

Diamond tertawa sumbang lalu berdiri mendekati Yuju. Perlahan tangannya ia arahkan untuk mengecek napas gadis itu.

"Masih hidup, kok. Sebenarnya lucu kalau kau yang kubunuh pertama kali."

"Lalu anak-anakku yang lain dimana?"

Diamond tampak berpikir. "Yang lain? Mereka diurus asistenku. Kurasa mereka juga belum mati."

"Lepaskan mereka, dan aku jamin kejahatanmu tidak akan terbongkar."

"Memangnya kau siapa, berani menjamin itu semua?" Lalu Diamond kembali tertawa seolah sedang mendengar janji dari anak kecil.

"Kau harusnya tahu, mereka tidak sebodoh itu."

"Kenyataannya memang begitu. Lagipula, memangnya kau pernah mengajarkan apa saja pada mereka, huh? Menemui mereka saja tidak pernah."

Bukan marah, justru Gold menyesal. Harusnya ia tidak melibatkan anak-anak yang tidak bersalah itu pada urusan ini.

"Munafik."

Diamond menoleh. "Siapa yang kau bilang munafik?"

Gold tersenyum miring. "Aku yang munafik. Aku yang memang tidak tahu apa-apa tentang mereka."

Dark Psycho Love ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang