1. [senin🔥15:45]
Sore yang cerah Gio sedang belajar di ruang tamu bersama sepupunya Cici Annatasya. Mereka tinggal bersama dikarenakan orang tuanya Cici sudah meninggal akibat kecelakaan 10 tahun yang lalu.
"Bang, besok Cici udah kerja di butiknya Bu Ratna loh. Abang gimana udah dapet belum kerjanya?" tanya Cici yang sedang membaca buku.
"Bagus lah, eumm Abang belum dapet mungkin masih nyari lagi sih!" ujar Gio.
"Nanti Cici tanya deh sama temen kampus. Cindi katanya ada loker tuh. Tapi aku masih heran Abang kan punya uang banyak, distro juga ada, tapi kenapa mau nyari kerjaan?" ucap Cici terheran-heran.
"Iya, kan Abang bosen dirumah mulu lagian kan distro udah ada yang handle. Abang cuman mau nyobain aja jadi karyawan,"
"Orang susah-susah pengen jadi bos, ini kok mau jadi karyawan heran deh." ucap Cici samb terkekeh pelan.
Merekapun melanjutkan belajarnya.
Selang beberapa menit kemudian Bel rumahnya pun berbunyi.Ting tong
"Biar Cici aja Bang." ucap Cici lalu berdiri dan bergegas menuju pintu.
Ceklek
"Permisi Mbak. Ada pesanan paket atas nama Cici Annatasya. Benar dengan Mbak Cici?" ucap kurir paket itu.
"Benar dengan saya sendiri. Emm tapi perasaan, saya gak pesan apa-apa yak pak," ujar Cici kebingungan.
"Coba Mbak inget-inget lagi, siapa tau kelupaan," ucap kurir itu.
"Beneran pak saya gak pesan apa-apa."
Gio yang penasaran dengan Cici karna sudah lama tak kunjung datang. Akhirnya Gio memutuskan menyusul Cici. "Ada apa Ci?" Tanya Gio penasaran.
"Gak tau Bang. Perasaan Cici gak pesan apa-apa!"
"Maaf pak sebelumnya. Paketnya dalam bentuk apa yah? siapa tau kita lupa." ucap Gio sopan.
"Make-up. Mas," ucap kurir itu.
"Kamu pesan make-up?" tanya Gio kepada Cici.
"Enggak Bang. Abang kan tau Cici gak suka di make-up. Palingan juga Cici pake lip-tint sama bedak bayi. apa jangan-jangan Mbok Asri tapi kayanya Gak mungkin deh," ujar Cici kebingungan.
"Maaf Yah pak kita gak pesan apa-apa. Apalagi itu make-up." ucap Gio sesopanya.
"Tap..." Belum sempat kurir itu menyelesaikan ucapannya. Terpotong oleh suara bariton didalam rumah.
"Aduh mas... udah sampe Yah Make-up nyah! Maaf nunggu lama soalnya tadi lagi mandi dulu." ucap Rios kegirangan sambil memakai daster ibu-ibu tak lupa rambutnya yang disanggul pake handuk.
"I..iya. saya pe-permisi du-dulu." ucap kurir itu terbata lalu pergi.
Setelah tukang kurir itu pergi, Gio membanting pintu itu, dan menghasilkan bunyi yang cukup keras.
"Malu-maluin!" Ucap Gio ketus sembari berjalan lempeng menuju kamarnya.
"Om lain kali, gak usah repot-repot pake nama orang. Itu tindakan yang tidak sopan. Saya bisa loh melaporkan tindakan Om yang make nama saya." ucap Cici kesal lalu pergi menyusul Gio ke kamar lantai dua.
"Sabar. yang syirik mah emang gitu!" Guman Rios sambil mengelus dadanya.
***
Malam hari yang dihiasi bintang, angin malam yang dinginpun menerpa tubuh Gio Yang sedang menikmati indahnya kota Jakarta. Kota yang mengajarkan arti sebuah perjuangan.
Dibalkon kamarnya, disitulah dia sekarang. Entah apa yang sedang dipikirkanya. "sampai kapan kamu akan membuat drama ini?"
"Kamu sedang mempermalukan dirimu sendiri?"
"Bagaimana caranya aku membuatmu sadar." Gio membuang nafas kasar. Banyak sekali pertanyaan dibenaknya yang ia ingin tau. Sulit sekali rasanya membuat ayahnya kembali seperti layaknya ayah sebelumnya. Sulit jika itu bukan keinginannya sendiri. Berbagai cara telah Gio lakukan untuk membuat ayahnya sadar.
"Kamu tak perlu susah-susah membuatku seperti apa yang kamu ingin. Karna Aku hidup dengan apa yang aku inginkan. Aku hidup untuk hidupku sendiri bukan untuk orang lain." ucap Rios yang tiba-tiba datang menghampiri Gio. Saat ini Rios berpakaian seperti layaknya laki-laki biasa, kaos pendek dan celana selutut.
"Anda punya tanggung jawab jika anda lupa!" tekan Gio.
"Iya saya gak lupa tapi saya selalu memberi uang seperti ayah yang lainya. Itukan maumu?" ucap Rios sambil membuka bungkus rokok dan mengambil satu batang tak lupa dengan pematiknya.
"Saya gak pernah menerima uang itu sepersenpun. Apalagi itu dari pekerjaan yang memalukan," ucap Gio dingin.
"Terserah kamu toh saya sudah menjalankan tugas saya sebagai ayah Yang baik. Dan ingat bagiku pekerjaan itu adalah pekerjaan yang baik dan layak." ucap Rios sembari melenggang pergi.
Cici yang tak sengaja mendengarkan obrolan dua orang itu, menghampiri Gio di balkon saat berpapasan dengan Rios, Cici menatap tajam om nya itu.
"Bang," ucap Cici sambil menepuk bahu Gio.
"Abang jangan menyerah. Dan harus tetap semangat." ucap Cici menyemangati Gio sambil tersenyum.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Different (Selesai)
Teen Fiction⚠DIHARAPKAN UNTUK FOLLOW TERLEBIH DAHULU ⚠❤ Jangan lupa Vote and coment disetiap partnya!🔥 ••• Ini tentang kisah seorang Gio Dirgantara Remaja laki-laki yang hidup seperti remaja pada umumnya. Namun, tak banyak yang tahu jika seorang ayahnya berpro...