Bab Lima
"Sadarlah apa yang kamu bicarakan mengenai keburukan orang lain tak sebanding dengan keburukanmu yang lebih menakutkan dibanding orang itu."
. . . . . .
Selama Violet hidup di dunia yang penuh kefanaan ini tidak pernah sekali pun ada yang berani memerintah ini itu seakan Violet adalah seorang pembantu. Beda halnya dengan Arik, laki-laki paruh baya itu memiliki sesuatu yang memang harus Violet patuhi.
Tapi, ini? Dengan seenak jidat Edgar menyuruh membelikan makanan di kantin, meminta Violet untuk memijatnya, memberikan sebuah tugas sekolah yang tidak akan pernah Violet isi. Menyebalkan.
Sekarang ini ketika istirahat pertama berlangsung Violet sedang berada di kelas Edgar, berdiri dengan wajah keras. Sebaiknya Edgar harus diapakan agar sadar? Teman-teman Edgar tak berhenti menggoda, menyoraki Violet yang datang ke kelas mereka demi menemui Edgar, si pentolan sekolah.
"Stop right now!" jerit Violet penuh dengan nada kekesalan.
Edgar yang sedang mengorek telinga menggunakan jari kelingkingnya sedikit melirik Violet, lalu berdecih kecil seraya menurunkan kedua kaki yang semula berada di atas meja. "Tolong dong lo kalo ngomong jangan pake bahasa Inggris, gak mudeng gue."
"Tiga kata yang sering didenger orang aja lo gak tau artinya? Sebodoh apa, sih, lo, hah?!" Violet berkacak pinggang, nafas lelah terdengar, jika saja membunuh tidak menimbulkan dosa maka sekarang juga Violet akan menusuk mata Edgar memakai pensil warna. "Berhenti spam gue yang nyuruh-nyuruh, lo pikir gue babu lo?!"
"Aduh Violet waktu malem, kan, gue udah bilang kalo mulai sekarang lo resmi jadi babu gue. Gak baca lo? Apa emang gak bisa baca?"
Sontak suara gemuruh berpaduan gebrakan meja berkepanjangan mengisi kelas yang kian ramai, terlebih pada si gembul Abian yang paling kencang berseru kesenangan seusai mendengar kalimat dari Edgar.
"Jadi kalian saling chat nih ceritanya? Demi apa woy!! Kaget gue denger pengakuan si Edgar, sweet kali musuhan tapi tukar pesan," pekik Leo sembari menyatukan dua jari ke dalam bibirnya supaya menghasilkan bunyi peluit buatan.
"Iyalah, lo semua harus pada tau kalo di roomchat kita Violet itu sering gombalin gue!" ucapnya mampu menghadirkan keterkejutan berjamaah.
Violet mendesis panjang, ingin sekali ia mencakar-cakar wajah Edgar sekarang juga. Kebohongan macam apa itu? Sangat tidak menyenangkan!
"Boong! Si Edgar didenger." Violet menatap sekitar yang mulai ramai anak kelasan sebelah hanya untuk melihat perdebatan yang kembali terulang. Violet mendesah, lantas menggaruk kepalanya karena pusing.
"Please-lah Edgar, lo mau apa dari gue? Jangan nyuruh-nyuruh lagi, bahkan kegiatan gue lebih sibuk dibanding layanin chat yang gak berguna dari lo!" lanjut Violet.
"Kalo chat gue gak berguna ngapain dibales, Cantik? Secara gak langsung ini udah membuktikan kalo lo emang beneran tertarik sama gue." Benar-benar hilang akal memang Edgar, bagaimana bisa lelaki itu menyimpulkan perkataan Violet dengan sesuatu yang sangat tidak masuk akal? Violet tidak habis pikir, sebenarnya yang dimakan Edgar itu apa, sih? Makanan kucing? Makanan basi? Bahkan otaknya tidak memumpuni untuk menyimpan segala materi yang telah dijelaskan guru.
"Berhenti bilang gue suka sama lo!"
"Gue bilang tertarik bukan suka, aduh kode ini mah kode!" ucapan Edgar sukses membuat semua orang bersorak bising. Edgar menyunggingkan senyum sinis pada Violet yang sudah siap meluapkan emosi. Siapa suruh melawan dirinya?
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up [COMPLETED]
Teen FictionTerlalu banyak ambisi terlalu berbahaya bagi diri sendiri. Keinginan terkuat Violet saat ini hanyalah keluar dari penjara berkedok rumah, sebab di sana ada banyak perintah yang harus Violet taati. Arik, Ayah Violet sangat menginginkan Violet terlih...