Bab Tiga Belas
. . . . . .
Sebab, tingkah Violet yang menurut Arik kelewat batas, pria itu menghukumnya tidak boleh ke mana-mana. Sekali pun bertemu Blaire. Arik marah besar tentu saja, secara tidak langsung Violet telah mempermalukan diri Arik yang mengabdi pada kesopanan.
Kini, Violet tengah mengisi bahan bakar minyak untuk Siska --mobil kesayangannya. Memang pada awalnya Violet dijaga oleh dua orang seperti biasanya tapi, dengan wajah memelas dan segala permohonan akhirnya bodyguard yang selalu mengikuti Violet berpasrah karena merasa kasihan. Berakhir membuat kesepakatan yang hanya mereka mengetahui.
Selama Violet menunggu dari arah kiri ada yang memanggilnya tapi, tidak menggunakan nama melainkan;
"Hey!" Sontak Violet menoleh pada orang itu, betapa terkejutnya ia yang memanggilnya itu laki-laki yang sudah menabrak mobilnya.
"Lo? Lo gak apa-apa, kan? Masih sakit?" Dia terkekeh pada Violet yang sepertinya mengkhawatirkannya.
"Santai dong, kenalan dulu, gue Nasfi," ungkapnya sambil meluruskan tangan menunggu Violet mambalas jabatan tangannya.
"Violet."
Terlihat laki-laki itu menengok seperti mencari seseorang. "Lo sendiri?"
Merasa ambigu akan pertanyaan dia, Violet menggaruk pelipisnya yang sama sekali tidak gatal.
"Sendiri, emang kenapa?"
"Kalo gue ajak ngobrol lo, deketin lo takut pawang lo tiba-tiba dateng terus hajar gue," balas Nasfi tersebut sedikit berbisik.
"Pawang? Gue bukan hewan." Agaknya Violet belum paham apa yang dikatakan laki-laki yang baru dikenalnya itu.
"Lupain, bisa pindah tempat? Antrian makin panjang, mobil lo juga selesai diisi." Kontan Violet mengangguk, lalu masuk ke mobilnya untuk memindahkan dekat tanaman - tanaman hias. Nasfi pun begitu, lelaki itu memarkirkan motor besarnya tepat di samping mobil Violet.
"Lo sekolah di Whildhest? Wah kebetulan banget, gue juga alumni sana loh."
Violet mangangguk kecil, tidak ada yang spesial dari fakta yang Nasfi tuturkan.
"Nanti kalo udah lulus lo ngampus di Universitas Indonesia aja, biar kita ketemu terus," ucapnya membuat Violet tersenyum. Sebenarnya Violet sudah dari awal akan melanjutkan pendidikan di Harvard sesuai perintah ayahnya untuk mempelajari hukum di sana sebab, Violetlah yang menjadi penerus firma milik Arik nantinya.
Benar, Violet diharuskan menjadi seorang pengacara oleh ayahnya. Karena alasan itu pula Violet harus bisa dalam segala hal. Meski itu bukan keinginan terbesar Violet dalam hidup, mengapa tidak mencobanya saja?
"Gue gak janji yah."
Lelaki yang berpakaian kemeja putih dibalut almamater kuning itu mengusak rambut Violet hingga berantakan. Si gadis termatung atas tindakan yang Nasfi lakukan barusan kepadanya, pipinya merona seketika karena malu.
Tak sengaja Violet melihat Argani yang sedang menstandar motornya untuk mengisi bensin, senyumnya terbit dan bejalan perlahan menuju Argani. Namun, kakinya berhenti dadakan, ada perempuan lain yang dibawa Argani. Terlebih wakil ketua osis itu merangkul perempuan yang tak Violet kenali.
"Argani? Jadi lo udah punya cewek?" tanya Violet pada dirinya sendiri dengan volume rendah.
Nasfi mendekati Violet, menepuk punggungnya pelan sehingga membuat Violet menengok sesaat pada lelaki itu.
"Cowok lo?"
"Bukan, tapi gue suka sama dia, gue kira dia masih sendiri, ternyata udah punya cewek," lirih Violet rendah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up [COMPLETED]
Teen FictionTerlalu banyak ambisi terlalu berbahaya bagi diri sendiri. Keinginan terkuat Violet saat ini hanyalah keluar dari penjara berkedok rumah, sebab di sana ada banyak perintah yang harus Violet taati. Arik, Ayah Violet sangat menginginkan Violet terlih...