Bab Tujuh Belas
. . . . . .
"Gue duluan yah, bye. Sampai jumpa besok." Violet melenggang keluar dari ruangan teater seusai berlatih menyanyi untuk pentas nanti. Jam sudah menunjukkan ke angka 6 lewat, saatnya menyiksa diri bersama kumpulan kertas meresahkan.
Violet berjalan ke arah mobil yang telah terparkir tak lama setelah ia selesai latihan, sengaja tidak membawa mobil karena sedang dalam keadaan mood buruk mengendarai kendaraan. Lagi pula pasti ayah akan melarang Violet untuk menyetir dalam keadaan lelah. Bisa membahayakan bagi diri sendiri, juga Violet kemungkinan kedapatan lecet di bagian tubuhnya. Ayah tidak mau Violet ada bekas luka sedikit pun, selain daerah dalam.
"Om, Vio laper, makan dulu yuk?" ucap Violet pada bodyguard-nya.
"Mohon maaf, Nona, tapi kedatangan anda telah ditunggui oleh Tuan Arik," jawab pria itu.
"Buat makan malam?"
"Benar, Nona."
"Tapi Vio laper banget, gak kuat, lagi kepengen mie ayam, Om. Kalo udah sampe rumah Vio bakalan makan lagi kok!" Violet yang kelaparan sedari tadi memelas pada orang yang lebih tua darinya. Violet tidak bohong, perutnya berbunyi setiap menit.
"Kalo Vio pingsan gimana? Nanti Om sama kakak repot sendiri, ayah nyalahin deh kenapa gak bawa aku makan dulu aja." Bola mata bodyaguard itu berpendar tak tentu arah, antara memenuhi keinginan Nona Mudanya atau langsung melaju menuju rumah.
Bukan apa, jarak sekolah dengan kediaman keluarga Emaliand memang terbilang cukup jauh, lebih dari 20 menit untuk sampai. Violet pun pasti tidak mau menunggu selama itu. Sebab tidak ada pilihan, pria yang senantiasa menjaga Violet mengangguk pasrah seraya menyuruh Nona Mudanya untuk segera masuk ke dalam mobil.
Sudut bibir gadis itu merekah sempurna, dengan senang ia memasuki mobil yang hendak berjalan sesuai perintah Violet.
Sepanjang perjalanan Violet tak berhenti bercerita apa saja yang ia lakukan hari ini. Violet memang sudah terbiasa, saking dekatnya mereka berdua dengan Violet, gadis itu merasa jika memiliki kakak laki-laki yang selalu menjaganya layaknya kepada seorang adik kecil.
Telah memasuki tahun 11 om Sefa berada di samping Violet, sementara kak Aldin baru menginjak 4 tahun, mulai ikut mengawal Violet ketika masih di bangku akhir kelas SMP. Violet risih? Pernah, Violet terkadang merasa tak suka ada orang yang mengikutinya ke mana saja, bahkan untuk jajan di depan komplek saja bodyguard-nya ikut. Hingga Violet nekat kabur karena malas bersama om Sefa dan kak Aldin terus menerus tapi, belum matahari terbenam keberadaan Violet sudah terbongkar.
Namun kini Violet menikmati kebersamaan mereka, meski sering kali kesal. Violet pun merasa kehilangan saat hanya kak Aldin saja yang menemani Violet jika om Sefa meminta cuti.
Setelah kendaraan beroda empat itu terparkir di depan sebuah tempat makan sederhana, Violet keluar dengan semangat dan langsung masuk ke dalam sana tanpa memperdulikan peringatan kedua bodyguard-nya untuk berjalan pelan-pelan.
"Om Sef sama Kak Adin mau pesen apa?" tanya Violet.
"Tidak usah, kami menunggu Nona selesai makan saja," balas kak Aldin menolak tawaran Violet secara halus.
Violet menggeleng cepat tak menyetujui usulan mereka. "No, no, Om sama Kakak harus ikut Vio makan, gak boleh nolak!"
"Pak, sate ayamnya satu porsi sama sate kambing satu porsi, acarnya jangan banyak-banyak ya, Pak. Oh iya, empat botol teh sosro juga, jadi berapa?" Violet mengambil dompet kecilnya yang tersimpan di tas bagian kecil tapi, segera om Sefa cegah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up [COMPLETED]
Teen FictionTerlalu banyak ambisi terlalu berbahaya bagi diri sendiri. Keinginan terkuat Violet saat ini hanyalah keluar dari penjara berkedok rumah, sebab di sana ada banyak perintah yang harus Violet taati. Arik, Ayah Violet sangat menginginkan Violet terlih...