Grow Up [Dua Puluh Tujuh]

51 10 0
                                    

Bab Dua Puluh Tujuh

. . . . . .

Bagi dua orang pria dewasa itu saat ini sedang dalam suasana tegang, sementara bagi Violet ini hanyalah suasana yang harus ia ambil kesempatan, kapan lagi ia mengeksekusi bodyguard-nya.

Bukan eksekusi, sih, hanya bernegoisasi saja.

"Jadi Om Sefa sama Kak Aldin tutupi apa yang aku lakuin sama Edgar, nanti tunggu aja di rumah Blaire atau tempat yang aku kasih tau, pulangnya bareng biar ayah gak curiga. Masalah orang yang selalu mata-matain aku udah aku sogok buat tutup mulut dan jangan laporin apa pun ke ayah." Violet menatap keduanya dengan sorot memohon. "Cuma Edgar satu-satunya yang bisa bikin Vio seneng, ngerasa bebas, ketawa, sama kayak hidup banget gitu."

Bodyaguard itu memilih diam tak berniat menimpali ucapan Nona Mudanya. Mereka pun berpikir sama, semenjak kedatangan Edgar ke dalam kehidupan Violet, selalu ada ekpresi yang digambarkan oleh gadis cantik itu. Mau marah, kesal, saking sebalnya ingin menangis, and now Edgar berhasil membuat Violet tertawa.

"Cuma kalian harapan satu-satunya buat Vio, karena ayah selalu percaya sama kalian."

Mereka saling pandang, tidak ada reaksi lebih, dilanjut mengangguk mantap yang mana mampu membuat Violet mengembangkan senyum bahagia. Sekali gerakan Violet dapat memeluk orang yang ada di sisinya kapan pun dan di mana pun, rasanya ia ingin menangis saking gembiranya.

"Bisa anterin aku?"

"Ke mana?"

"Ke persimpangan jalan, Edgar nunggu aku di sana."

Tanpa ragu mereka mengangguk sekali lagi menyetujui permintaan Violet. Dengan senang hati mereka melayani keinginan Nona Mudanya, walau harus menentang peraturan yang diadakan oleh Arik.

Violet melepaskan pelukannya, kemudian mengambil ponsel di saku seragamnya hendak mengirim pesan untuk ayah.

Me
Ayah, Vio pulang telat yah soalnya ada dua les, Vio harus masuk.

Ayah💙
Iya, hati-hati.

"Maaf udah bohong, Ayah."

. . . . . .

Tak hentinya Edgar mengecek arloji yang melingkar di pergelangan kiri, sesekali munguap seraya mengetuk kakinya di aspal jalanan. Sudah 15 menit ia menunggu Violet datang namun, tanda-tanda Violet akan muncul belum juga terlihat.

Sudah belasan chat Edgar kirim ke nomor Violet akan tetapi, masih belum gadis itu lihat. Agaknya memang masih di jalan. Di pikirannya susah juga berpacaran dengan orang yang selalu dikekang.

Edgar mengucek matanya yang perih akibar kemasukan debu dari polusi kendaraan yang lewat hingga kemerahan menyerbak. Ketika itu pula mobil khas yang sering Violet naiki berhenti tepat di hadapannya.

"Lama banget, ngapain aja, sih?" gerutu Edgar jengkel.

"Beli makanan dulu tadi, ini!" Tangannya terangkat memperlihatkan tote bag serukuran sedang berisi makanan cepat saji.

"Buat apa? Di sana, kan, bisa beli."

"Hemat, Edgar."

"Duit lo banyak!"

Violet melirik sinis lelaki di sampingnya itu, lantas berdecih. "Berisik!"

Grow Up [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang