Bab Satu
"Tersenyumlah dan tunjukkan kepada dunia jika kamu bahagia, jangan sampai orang yang membencimu tertawa karena kamu menderita."
. . . . . .
Sorot tajam yang mampu membuat siapa saja terdiam kaku, desisan bercampur nafas memburu pertanda kekesalan kian meroket. Di tengah perkumpulan siswa siswi Wildhest, orang-orang lebih memilih cari aman dengan cara menyingkir jauh-jauh dari jangkauan –meski hati ingin sekali menonton pertujukkan yang selalu memikat penasaran, dua mahkluk berbeda gender sukses menjadi bintang pertunjukkan awal hari.
Lapangan, tempat terpilih untuk dua siswa yang saling menghunus tajam dengan raut yang kini telah berubah kemerahan, amarah memuncak seusai Edgar Axellio tak sengaja menyerempet mobil yang Princessa Violet kendarai, tepat ketika baru masuk gerbang sekolah. Siapa yang akan diam saja jika barang kesayangan kita tergores mengenaskan hingga untuk memperbaikinya butuh uang jutaan?
Tentu saja Violet menjumlahkan dengan harga demikian, gadis itu tak akan pernah terima jika Siska –nama mobilnya—terluka begitu parah. Violet akan mengeluarkan berapa pun biayanya demi mempercantik serta menyembuhkan kembali Siska. Namun, untuk kali ini, bukan ia yang harus membayar, akan tetapi ... Edgar.
"Ganti rugi sekarang juga!" berang Violet memekakkan telinga para penonton.
Edgar mendesis kencang, lantas ia masukkan kedua lengannya ke dalam saku celana. "Kenapa harus?"
"Karena lo salah bego! Berapa kali gue bilang? Tuli lo?!" Sudah mencapai batas kekesalan Violet sekarang, hatinya dengki pada Edgar yang tak pernah absen mengganggunya.
"Gue denger, jelas banget lagi, soalnya baru aja kemaren gue bersihin kotoran telinga gue ampe bersih ke gendang-gendangnya. Tapi gue masih bingung, salah gue apa gitu, yang bikin mobil lo lecet kan motor gue bukan guenya." Begitu tenang Edgar menjawab tanpa ada sebuah penyesalan sebab telah melakukan kesalahan, justru ucapannya tadi mengundang tawa dari beberapa orang, tentang bagaimana Edgar menyimpulkan peristiwa yang sedikit masuk akal.
Violet mengeram, tangannya sudah terkepal hingga urat-uratnya menonjol keluar. "KARENA ITU MOTOR LO JADI YANG SALAH LO JUGA!! TANGGUNG JAWAB DONG, LAKI BUKAN LO HAH??!!" pekik Violet menggelegar sampai hampir kehabisan nafas.
"Iya motor gue tapi gue gak ngapa-ngapain gitu, masa tangan gue sendiri bisa bikin mobil merah ngejreng lo sampe kegores panjang banget, kalo iya bisa berarti tangan gue punya kekuatan super dong. Kayak Iron Man," balas Edgar tidak memperdulikan wajah Violet yang sudah tidak karuan. Ujung bibirnya terangkat sedikit, tersenyum kemenangan karena berhasil membuat Violet tak bisa berkata-kata lagi. "Satu lagi, gue laki, mau liat?"
Sesudah mengatakan hal itu Edgar berlalu dari hadapan Violet, namun gadis beriris mata sekelam malam itu tak bisa diam saja. Ketika Edgar baru berbalik Violet langsung menarik tudung hoodie Edgar dan mendorongnya sampai Edgar mundur beberapa langkah.
"Lo denger gak, sih? Gue bilang lo harus tanggung jawab, jangan mentang-mentang gue beduit jadi lo pikir gak perlu susah-susah nyari duit buat ganti rugi. Enggak, yang salah tetep salah," pungkas Violet bernada penuh tekanan. Sontak Edgar membenarkan letak hoodie-nya yang agak miring akibat tarikan Violet tadi. Lelaki yang dikenal badboy bertampang rupawan itu mendekati Violet dengan mimik datar.
"Jadi, secara gak langsung lo menghina keluarga gue yang miskin gitu?"
"Bodoh lo, lo disekolahin biar apa? Biar pinter, biar pemahaman lo gak mengarah ke hal yang negatif, biar lo tanggung jawab atas apa yang udah lo lakuin!"
"Tapi gak usah bawa-bawa berduit juga kali, gue tau gue orang susah, gak kayak lo yang mau apa aja langsung kekabul. Justru lo di sini yang kurang sadar diri, lo disekolahin biar mulut lo juga dapet pelajaran. Bisanya cuma ngerendahin."
Violet membisu, sungguh ia tidak bermaksud membuat Edgar tersinggung, Violet hanya ingin menyadarkan tingkah lelaki itu sangat salah. Bukannya melawan dengan kata-kata yang tak patut untuk dilontarkan. Violet menghela, giginya samar-samar terdengar germelatuk, seberusaha apa pun Violet tidak membludakkan emosinya di semua mata anak-anak Sekolah Wildhets.
Suasana menjadi hening, tak ada satu orang pun yang membuka mulut, terutama dua manusia yang kembali saling bertatapan sinis.
"Edgar Axellio, itu emang motor lo, tapi yang ngendarain itu motor lo sendiri, bukan setan! Belajar tanggung jawab kek, bisanya semena-mena," ujar Violet kembali pada topik awal.
"Princessa Violet, tapi secara logika gue gak salah."
"Logika orang gila, berarti lo orang gila, yang berpikiran kayak lo juga orang gila!"
Tiba-tiba Edgar menendang mobil Violet hingga suara alarm berbunyi nyaring, hal itu pula Edgar jadikan sebuah kesempatan untuk kabur. Benaran gila ia kalau masih tetap berada di sana, sama seperti perkataan Violet.
Violet kaget dengan tangan yang tergesa memencet remote mobil agar kendaraannya berhenti mengeluarkan suara, yang lain pun ikut terkejut sampai memilih bubar sebab bintang yang satu lagi hilang entah ke mana. Violet yang menyadari itu setelah berhasil menenangkan Siska, menyapu sekitar berlanjutkan desisan kencang. Kakinya menghentak sebal, sungguh kesabarannya sudah mencapai batas.
"EDGAR!!!"
. . . . . .
Ketukan pintu menggema ke segala penjuru ruangan, langkahnya nampak elegan bak model profesional yang berjalan di atas catwalk. Pandangannya lurus ke depan, wajahnya tanpa ada sedikit pun ekspresi yang terselip. Violet, bagai Krystal Jung yang terkenal raut dinginnya.
Tepukan tangan serta sorak sorai memenuhi kelas hingga terdengar sampai ke kelas sebelah, kemudian Violet kembali ke kursi duduknya setelah memperagakan bagaimana cara berjalan seperti model di atas catwalk. Wajahnya ia tutupi karena rasa malu yang merasuk ke dalam dirinya. Pelajaran sudah berakhir sekitar 5 menit yang lalu, sembari menunggu bel pulang berbunyi Pak Bisma menyuruh Violet melakukan hal tadi di depan sebagai pengisi waktu.
Semua orang menyukai Violet, selain mempunyai rupa cantik dan otak cerdas, Violet menguasai di beberapa bidang seni, seperti bermain alat musik, bernyanyi, melukis, memotret, ada pun Violet ahli dalam melakukan tarian balet, Violet juga pandai berbicara dalam 5 lebih bahasa negara. Violet pun terkenal ramah, baik, tapi tidak kepada Edgar.
Ada alasan di balik Violet bisa melakukan segala hal yang sukses membuat orang-orang tercengang, yaitu kekangan Ayahnya.
"Briliant, apa sih yang gak kamu bisa, Violet? Kamu tuh selalu saja memuat kita semua kagum sama bakat kamu, beruntung banget laki-laki yang berhasil dapetin kamu," puji Pak Bima secara berlebihan, pria berumur sekitar 24 tahun itu terus melontarkan kalimat yang membuat Violet menenggelamkan mukanya di pelukan Blaire.
"Dari semua bidang yang kamu kuasai, di antara semuanya kelak besar nanti kamu mau jadi apa?" Mendengar pertanyaan dari gurunya itu kontan Violet mengangkat kepala, lalu menatap Pak Bima dengan senyum tipis.
"Gak ada, Pak."
Jawaban dari Violet menimbulkan kerutan di dahi masing-masing anak kelas. "Maksud kamu?" Pak Bima bertanya tak mengerti.
Violet menunduk sejenak, guna membantu Violet yang hatinya suram, Blaire mengusap punggung sempit gadis itu. Violet kembali mendongak, pancaran wajahnya cerah, namun bagi orang yang sangat mengenal Violet ada sebuah kesakitan yang Violet pendam sedari lama. "Saya mau jadi istri yang baik dan ibu yang pengertian buat suami serta anak saya nanti."
"AARRGHHH VIOLET LO BIKIN GUE MAKIN JATUH CINTA SAMA LO!!!" Para kaum laki-laki yang duduk di pojokan berteriak ramai seusai mendengar pernyataan Violet tadi yang begitu mendebarkan hati.
Sementara Violet menatap gamang ponsel yang menyala tergeletak di atas meja menampilan nama seseorang mencoba menghubungi Violet. Blaire yang menyadari itu segera memasukkan benda tipis itu ke dalam saku seragamnya, Blaire mengerti perasaan Violet.
Nyatanya sebuah keberhasilan tak selalu membahagiakan, ada alasan kuat yang membuat kita terpaksa melakukan demikian. Seperti Violet, ia ... berusaha bisa menguasai segala bidang atas paksaan Arik, Ayahnya sendiri.
. . . . . .
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up [COMPLETED]
Fiksi RemajaTerlalu banyak ambisi terlalu berbahaya bagi diri sendiri. Keinginan terkuat Violet saat ini hanyalah keluar dari penjara berkedok rumah, sebab di sana ada banyak perintah yang harus Violet taati. Arik, Ayah Violet sangat menginginkan Violet terlih...