Grow Up [Dua Puluh Enam]

42 10 1
                                    

Bab Dua Puluh Enam

. . . . . .

"Gitu? Tolong tahan gue buat gak ngomong kasar, Vi!"

Blaire bertingkah seolah-olah sedang mengamuk dan mencakar muka Nasfi jika saja cowok itu ada di hadapannya. Setelah mendengar penjelasan dari Violet barusan hati Blaire bergejolak panas, ia marah, cemas, khawatir, kesal, juga merasa ingin membunuh Nasfi tanpa ampun.

Sahabatnya, Violet, dilecehkan seperti itu? Sementara Blaire sebelumnya ada di tempat kejadian, sahabat macam apa dirinya?

Blaire terisak lirih, ia merasa tidak berguna menjadi teman paling dekat Violet. Violet selalu ada untuknya dikala situasi apa pun, sedangkan dia? Bahkan untuk tahu kondisi Violet saja terlambat. Tidak sebanding.

Telapak tangan yang ditangisi Blaire menyentuh punggungnya seraya berusap pelan, menenangkan Blaire yang kian kencang dalam tangisannya.

"Gue gak pantes jadi temen lo, Vi. Masalah ini aja gue gak tau, gue gak becus buat jagain lo. Gimana bisa lo tahan temenan sama gue?" ucap Blaire sambil sesenggukan.

"Udah, Blaire, yang lalu biarin, gue juga gak mau larut masalah itu. Gue coba sabar, coba nerima walau susah, gue coba lupain tapi, keinget mulu, jadi dengan lo kayak gini bikin gue makin kotor yang sebenernya udah kotor gara-gara dia."

Blaire segera menyeka air matanya lalu menatap Violet dalam yang sudah berkaca-kaca. "Lo gak kotor, lo korban di sini, Vio. Dia bejat, dia yang kotor, bukan elo. Perlu gue laporin ke polisi?"

Mendengar itu otomatis Violet menggeleng cepat seraya melepas tangan Blaire yang bertengger di kedua pundaknya. "Gak mau, gue gak mau ayah tau soal ini, gue gak mau beban ayah bertambah karena mikirin masalah ini. Tolong jangan laporin ke polisi, ke ayah juga."

Dalam lubuk hati Blaire yang paling ujung, dia sangat ingin memberitahu orangtua Violet, melaporkan Nasfi atas kasus pelecehan terhadap perempuan yang baru menginjak usia 17 tahun. Ia marah, sangat marah pada Nasfi yang sudah membuat Violet terluka, kalau bukan karena kemurahan hati Violet, saat ini juga Blaire mendatangi Nasfi dan bikin pria itu sampai tidak bisa berdiri.

Violet melihat tangan dua bodyguard-nya yang telah terkepal hingga urat-urat menonjol, raut wajahnya mengeras menahan emosi. Lantas Violet menghampiri Om Sefa juga Kak Aldin yang berdiri dekat pintu, mereka memang mendengar pembahasan Violet dengan Blaire tadi.

"Om sama Kakak tenang aja, Violet baik-baik aja. Emang Violet hampir trauma, Vio gak terima atas musibah yang menimpa Violet kemarin. Ditambah bohong sama ayah kalo Vio nginep di rumah Blaire, Vio makin ngerasa bersalah dan sakit hati." Violet menghembus pelan. "Jadi, Om sama Kakak tetep jagain Vio aja dari belakang, Vio bakalan ngehargain itu."

Gemelatuk gigi om Sefa membuat Violet meringis lirih, dilihat dari ekspresinya memang bodyaguard itu begitu marah, matanya memerah serta tajam, tak berbeda dengan kak Aldin yang mencoba untuk menahan agar tidak meledak.

Jika seperti ini Violet kian dilanda rasa bersalah, membuat orang-orang yang menyayanginya khawatir kelewatan, entah bagaimana kalau ayah tahu.

Violet menunduk sekilas, ia kembali ke samping Blaire yang sekarang matanya sudah sembab akibat terus menangis.

"Gue mau keluar, sama Edgar."

Kerutan tepat di atas kedua alis Blaire mengerut, kemudian terkekeh menertawakan keajaiban.

"Lo sama Edgar? Jadinya pengganti Nasfi itu musuh lo sendiri?" tanya Blaire mengejek.

Violet mendengkus keras. "Jangan sebut nama dia lagi, gue gak sudi dengernya!"

Grow Up [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang