Grow Up [Sembilan]

52 10 0
                                    

Bab Sembilan

"Takdir memang kadang mengecewakan, tapi takdir tahu kapan untuk menujukkan keindahan yang belum mereka lihat sebelum waktunya tiba."

. . . . . .

"Ze, kalo kamu--"

"Gue gak papa, Kak, udah biasa juga." Violet menghela, ia khawatir bukan karena takut Zea tidak bisa. Violet tahu Zea ini adalah siswi yang sangat pintar, bakan lebih pintar darinya tapi, hari ini gadis itu nampak pucat, sesekali terbatuk kecil. Panas menyergap Zea, padahal kemarin sepertinya Zea sehat-sehat saja.

"Kalo kamu pingsan di dalam gimana?" Sungguh pemikiran Violet belebihan, Zea hanya batuk. Meski badan hangat itu tak meruntuhkan semangat Zea untuk meraih kemenangan.

"Gak bakalan Kak Vio, lo tau gue orangnya kuat, kayak gini kecil buat gue."

"Awas aja kalo nanti ngadu pengen berhenti," ancam Violet.

"Ih ngomong mulu, iya Kak iya tenang aja. Mending kita ke bu Fara, pasti beliau udah nunggu." Jemari kecil Zea menarik pergelangan Violet untuk ia bawa ke ruangan yang telah bu Fara beritahu, mereka berdua beruntungnya tidak telat. Karena Zea yang sangat sulit dibangunkan, Violet jadi sempat kewalahan.

Pandangannya menyapu ke segala arah, ramai tidak biasanya. Atau mungkin olimpiade kali ini diikuti sekolah yang sebelumnya tidak ikut memeriahkan? Violet sedikit hafal pada seragam yang dipakai oleh peserta yang lain dari sekolah mana namun, beberapa baru Violet lihat. 

Tidak dapat dipercaya Edgar ada di ujung lorong bersama para antek-anteknya, dengan pak Bisma yang agaknya tengah bercengkarama bersama mereka. Untuk apa lelaki sialan itu ada di sini? Maksudnya apakah Edgar ada maksud tertentu hingga hadir dalam ajang Olimpiade terakhiran bagi Violet di masa putih abu-abunya?

Atau Edgar sengaja ingin mendukung Violet lewat kedatangannya? Segera Violet menggeleng cepat mengindah pikiran yang sangat menggelikan itu. Mana mungkin, Edgar tetap musuhnya, sampai kapan pun. Dan musuh tidak ada yang namanya saling menyemangati.

"Cih," Violet berdecih kecil.

"Kenapa, Kak?" Agaknya si kecil ini mendengar umpatan Violet yang berusaha Violet tutupi, naasnya ia kepergok oleh partner olimpiade sendiri.

"Nggak, itu ... mau bersin tapi gak bisa-bisa, tapi kayak gitu kedengerannya," dalih Violet terbata, sementara Zea hanya mengedikan bahu.

5 menit lagi dimulai, meski puluhan kali Violet mengikuti lomba, tetap saja Violet merasa deg-degan, sekarang pun telapaknya telah keluar banyak keringat dingin. Ia takut ceroboh dalam menjawab soal, walau ada Zea di sisinya tidak ada yang berubah, Violet masih gemetar.

Bagai hantu yang tiba tanpa diundang, seseorang duduk di sebelah Violet membuatnya menoleh karena penasaran. Memutar bola mata malas memang pilihan yang tepat, Violet sama sekali tidak mengharapkan Edgar ada di sisinya.

"Ada gue jangan cemas, Let, payah banget lo sampe gemeteran, emang lo anak sd yang diminta nyanyi himne mtk di depan kelas?" pungkas Edgar dengan tangan yang sengaja direntangkan di sandaran kursi belakang mereka duduk.

"Lat Let Lat Let, biar Key aja yang manggil gue, yang lain gak boleh! Lagian emang salah kalo gue takut?"

"Lo, kan, udah biasa banget masalah beginian, ibarat lagi nyelesain tambah-tambahanlah, beda sama gue, limit aja kagak ngarti-ngarti."

Grow Up [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang