Bab Tiga Puluh
. . . . . .
Edgar mewanti-wanti Violet keluar dari kerumunan orang yang beriringan pulang sekolah. Terus menatap arloji yang yang bergerak kian cepat. Keringat dingin bercucuran, ia gelisah jika Violet sudah menuju rumah.
Ketika menerima sapaan dari anak kelas 11, korneanya menangkap Violet yang berjalan sambil tertunduk lesu diiringi kedua bodyguard. Dengan senyum mengembang, Edgar menghampiri Violet yang nampak begitu lemas.
Sayangnya dua orang berbadam kekar itu langsung mendorong Edgar hingga terporosok jatuh membuat Violet mundur otimatis. Namun, Edgar tak ambil hati, ia ingjn merain lengan Violet tapi, gadis itu bersembunyi di balik penjaganya.
"Pergi," cicit Violet dengan suara serak akibat terlalu banyak menangis.
"Loh, gue, kan, pacar lo masa disuruh pergi, sih? Gak aci atuh ini mah." Edgar mencoba berguaru walau garing.
"Gue minta lo pergi," ucap Violet, lagi.
"Vio, gue ngambek nih kalo sekali lagi lo nyuruh gue pergi."
Mata Violet berkaca-kaca, ia mengigit bibir dalamnya menahan air mata sialan itu tidak lagi keluar.
"Kan, kita udah janji mau jalan bareng ke Kebun Raya Bogor. Jadi gak nih? Pasti jadi dong." Edgar memainkan kedua alisnya naik turun menggoda akan tetapi, tidak ada reaksi.
"Ah, lo mah gak asik. Dasar pikun! Pasti sedih dapet nilai di bawah sembilan lima. Hayo ngaku." Edgar bertingkah seolah sedang tidak terjadi apa-apa, memainkan telunjuknya mengarah pada Violet yang semakin menutup diri.
"Es krim mau?"
"Tolong lebih baik anda pergi, Nona Violet terganggu karena kelakuan anda," ujar salah satu di antara bodyguard tersebut.
Edgar memasang wajah bingung. "Lah, lo siapa? Om Sefa bukan kak Aldin buka beraninta nyuruh gue. Lo apain bodyguard kesayangan gue sama Violet? Sengaja yah pake cara licik biar mereka dipecat aki-aki bangka."
"Tolong jaga bicara anda, Dek!"
"Kayak penjara aja dijaga, noh Nona Muda kalian sespesies dong sama ucapan. Selalu dijaga."
"Lebih baik anda pergi."
"Pergi ke mana? Rumah? Lagi sepi, adek gue lagi di toko sama Ibu, gue males ke toko juga, yang ada kalo ke sana disuruh bantuin. Kan, gue capek. Main sama temen lagi gak mood, mending godain pacar sendiri, ya gak?"
"Anda ngomong sama siapa?"
Edgar terkekeh. "Jadi dari tadi gak ada yang dengerin gue ngomong? Aduh malu gue jadinya."
Mereka tak memperdulikan Edgar, keduanya menjaga Violet untuk ke mobil agar terhindar dari kuman sejenis Edgar. Lelaki itu tak melakukan hal lebih, hanya melambaikan tangan sembari berkata "hati-hati" yang sama sekali tak Violet ladeni.
Lalu ke motor miliknya yang terparkir, sesaat ia memandangi mobil alpard yang Violet tumpangi hingga perlahan meninggalkan area sekolah. Barulah Edgar juga pergi dari sana menuju tongkrongan biasa.
. . . . . .
Berhenti, menulis, berhenti lagi, menulis lagi. Terus seperti itu membuat guru les privat Violet keheranan. Ada setitik cahaya di raut Violet hari ini, mengingat Edgar siang tadi bertingkah lucu di depam bodyguard-nya. Untung tidak terkena baku hantam.
"Violet, kamu kenapa?" tanya guru les itu.
Alhasil Violet tersadar dari bayangannya akan wajah tengil Edgar tadi. Violet menggeleng. "Nggak, Bu, gak apa-apa."
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up [COMPLETED]
Roman pour AdolescentsTerlalu banyak ambisi terlalu berbahaya bagi diri sendiri. Keinginan terkuat Violet saat ini hanyalah keluar dari penjara berkedok rumah, sebab di sana ada banyak perintah yang harus Violet taati. Arik, Ayah Violet sangat menginginkan Violet terlih...