Grow Up [Empat Belas]

46 9 0
                                    

Bab Empat Belas

. . . . . .

"Ngerti?" Edgar menggeleng santai.

Violet mendengkus keras, sudah 3 jam ia mengajari Edgar matematika yang Violet tak habis pikir Edgar ketinggalan jauh materi. Apa yang Edgar kerjakan selain menggunakan otaknya dari pada otot? Rasa-rasanya Violet ingin membenturkan kepala Edgar ke dinding perpustakaan umum ini.

"Lo ngajarnya kecepetan bego, mana ngerti gue yang otaknya lemot!" decih Edgar tidak terima jika sistem kerja mengajar Violet sangat jauh dari ekspetasinya. Edgar pikir Violet akan menjelaskan dengan tenang dan lembut supaya dirinya cepat paham.

"Nyadar juga lo, kemaren ke mana aja!?"

Edgar mengupil. "Mainlah, ngapain lagi selain main."

"Ada yah orang modelan kayak elo, Gar. Amit-amit gue punya anak kayak lo!" ucap Violet sambil mengetuk meja dan kepalanya bergantian.

"Bodoh amat, beres, kan? Gue udah telat ini." Memang dari tadi Edgar seperti sedang buru-buru karena terus melihat arlojinya. Violet pun memperhatikan namun, terus bersikap tidak peduli.

"Lo kalo gini kapan pinternya, Gar? Dua bulan lagi UN kalo lo lupa!"

"Halah yang penting lulus!" Edgar merapihkan buku-bukunya lalu dimasukan ke dalam tas, ia sudah pusing, belajar makin pusing.

Edgar beranjak, ia menatap terlebih dahulu pada Violet yang sebal karena Edgar berlaku sesuka hatinya. "Ini yang pertama dan terakhir, gue gak mau lagi belajar gini!" Edgar memberikan peringatan kepada Violet, lebih baik mengabaikan suruhan salah satu gurunya dari pada kepalanya pecah dan berasap.

"Terserah! Gue juga males kali!"

Edgar melenggang pergi, disusul Violet yang berjalan tepat di belakang Edgar. Bukannya ingin dekat-dekat tapi, tak tahu mengapa hidungnya terus ingin mencium wangi parfum Edgar. Tidak salah, kan?

Saat melewati pintu kaca, langkah keduanya terhenti karena ada seseorang tak dikenal --bagi Edgar-- yang menghampiri mereka. Edgar berdecih pada Violet yang tersenyum seolah senang lelaki itu datang.

"Hai, Vi, ketemu kita di sini, apa kabar?" tanya Nasfi seraya membuka sarung tangan motornya.

"Baik kok, lo gimana?" Violet bertanya balik, ia mengabaikan kehadiran orang lain yang tengah berdiri dekat mereka berdua.

"Gak pernah sebaik ini, rasanya tuh gue sehat banget pas bisa ketemu lo di sini."

Edgar bergidik ngeri mendengar penuturan orang itu, menurutnya kata yang keluar dari mulut pria tersebut membuat perutnya mual. Menggombal atau menggoda? Receh banget.

"Bisa aja lo, btw ngapain ke sini?" Violet melirik pada Edgar yang sudah jengah pada pembicaraan membosankan ini. Lagian suruh siapa menunggu, pajang muka doang.

"Ngerjain tugas, nih." Nasfi memperlihatkan tas jinjing yang Violet yakini berisi laptop dan buku serta kertas-kertas penting lainnya.

"Oh gitu, kayaknya sibuk banget," ujar Violet seperti ingin berlama-lama mengobrol dengan Nasfi.

"Iya nih, banyak banget tugas sampe gue gak tau harus mulai dari mana. Mumpung himpunan lagi istirahat bentar dari kerjaannya." Nasfi terkekeh kecil.

"Lo ikitan himpunan?"

"Gue ketuanya," ungkap Nasfi membanggakan diri.

Violet menutup mulut terkejut. "Beneran? Waw hebat!"

Edgar menggerutu dalam hati, menjelek-jelekkan Nasfi yang sepertinya sedang pamer. Ia pun bisa jadi kahim --ketua himpunan-- hanya perlu melatih skill dan otaknya saja. Bukan, bukannya ia cemburu pada Nasfi yang terang-terangan mendekati Violet, hanya saja dia benci pada orang yang suka pamer. Mau dalam materi atau pencapaian.

Grow Up [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang