Bab Dua Puluh Empat
. . . . . .
Tidak terpikir sama sekali dalam kepala Violet jika Edgar malah membawanya ke tempat yang jauh dari keramaian, Violet kira Edgar akan langsung mengantar Violet pulang. Tindakan Edgar padanya memang tepat, butuh suasana sepi untuk menjernihkan pikiran serta hati yang aut-autan. Edgar tahu caranya mengatasi ketakutan.
Edgar mengajak Violet ke puncak, di malam-malam seperti ini. Dengan mengenakan jaket milik Edgar guna menghalau rasa dingin, Violet terus mengabaikan panggilan masuk dari ayah serta Blaire. Detik selanjutnya Violet mematikan ponsel agar tidak terlalu banyak pikiran.
Violet menghembus napas lelah, pandangannya sayu, matanya bengkak sebab, sebelum ke sini ia terus menangis meratapi nasib. Kini penampilan Violet sudah enak dipandang, tidak seperti tadi yang sangat kacau. Sesekali Violet menyesap susu putih hangat di tengah kesunyian mereka.
"I thought it was an illusion because of too much pressure, it turned out that I experienced it," ucap Violet dengan suara parau.
"Udah gue bilang jangan ngomong pake bahasa Inggris, gue gak ngerti!" Edgar menjawab gusar.
"I thought this was all a dream," lanjut Violet tidak memperdulikan Edgar.
"Violet!"
"I can't believe this is all happening to me."
"Olet!" gertak Edgar.
"Oh my gosh, I feel like crying again." Violet mengusap pipinya seolah-olah ia kembali menumpahkan air mata.
"Princessa Violet!" pekik Edgar dongkol.
"What!" Sadar akan bentakannya pada Edgar, sontak saja Violet langsung menutup wajah. "Maaf, tadi lo ngomong apa?"
Otomatis Edgar mengusap gusar sebab, kesal pada Violet yang malah tidak mendengarkannya berbicara. Edgar menjitak kepala Violet yang tertunduk lesu sebagai tanda saking jengkelnya ia pada Violet.
"Tadi kuntilanak lewat," jawab Edgar asal ceplos.
Violet membola penuh, mulutnya terbuka lebar menggambarkan betapa terkejutnya Violet pada pengakuan Edgar barusan. "DEMI APA? KOK GUE GAK TAU!!"
"Lo gak liat, mau ngasih tau tapi, kasian, yaudah kasih lewat aja."
"Your freak," desisnya tak suka. Lalu kepala Edgar tertoleh ke samping di mana Violet sedang menatapnya.
"Katanya lo percaya sama omongan gue, gimana, sih?"
"Just pretend."
"Pak Bolot pak Bolot, lo anaknya pak Bolot, hah? Bolot amat kalo gue kagak ngarti sama bahasa Inggris. Jangan sombong bisa bahasa negara asing yah!" Reaksi Violet justru sebaliknya dalam menanggapi pemaparan Edgar yang terdengar kesal. Violet tidak sengaja, hanya saja sudah terbiasa mengucapkan kata mau pun kalimat bahasa lain ketika berbincang. Terutama dengan Blaire.
Ah ya, Blaire, apakah gadis itu mencarinya? Semoga saja tidak. Violet tidak mau Blaire khawatir akan kondisi Violet saat ini, terlepas dari tampang babak belur Nasfi saat menariknya dari hadapan Blaire.
"Maaf, gak sengaja."
Edgar menghela, ia menumpukan tangannya ke belakang supaya bisa lebih leluasa memandang langit malam yang sekarang penuh dengan banyak bintang. Di atas sana nampak cerah, padahal tadi pagi dan sore sempat turun hujan deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Grow Up [COMPLETED]
Teen FictionTerlalu banyak ambisi terlalu berbahaya bagi diri sendiri. Keinginan terkuat Violet saat ini hanyalah keluar dari penjara berkedok rumah, sebab di sana ada banyak perintah yang harus Violet taati. Arik, Ayah Violet sangat menginginkan Violet terlih...