14. Impian

749 140 4
                                        


Note : terdapat adegan yang mungkin menjijikkan bagi beberapa readers di pertengahan chapter

Remake dari cerita by Yue_aoi🌱

"Wah, wah. Kulihat belakangan ini kau sering menghabiskan waktu berdua dengan jaehyun di saat malam," goda jisoo ketika doyoung kembali ke kamar staf yang ditempatinya bersama jisoo.

Doyoung mendesah lelah. Malam ini cukup banyak staf yang menginap setelah hari yang melelahkan karena kedatangan beberapa pasien baru setelah razia yang dilakukan oleh dinas sosial.

Biasanya doyoung menempati satu kamar sendiri, namun kali ini ia harus berbagi kamar dengan jisoo yang berkata kalau ia terlalu lelah untuk mengejar kereta dan pulang ke rumah, terlebih lagi ia mendapat shift pagi keesokan harinya.

"Tidak, aku cuma belajar piano saja. Dan aku tidak menyangka kalau mengobrol dengannya ternyata menyenangkan."

"Iya, kan? Sudah kubilang dia itu paket komplit sebenarnya," ujar jisoo dengan antusias.

"Aku merasa malu. Terkadang aku berpikir kalau dia lebih humanis ketimbang yang kubayangkan," doyoung mengaku dengan jujur.

Jisoo menyeringai dan menatap doyoung dengan antusias yang terpancar melalui sorot matanya, "Kau bukan orang pertama yang mengaguminya. Percayalah, banyak staf yang juga berpikiran sama."

Doyoung mendudukkan diri di kursi dan memeluk lututnya serta menatap dengan tatapan yang sedikit menerawang, "Aku masih merasa miris mengapa orang semenakjubkan itu berakhir begini."

Jisoo tersenyum miris. Di masa lalu ia tak pernah mengira seorang pasien yang datang dengan kondisi buruk yang memiliki kecenderungan melukai diri sendiri adalah seorang pria yang menakjubkan, bukan hanya rupa maupun keahliannya, melainkan juga kepribadiannya.

Tampaknya penyakit mental bisa menjangkiti siapa saja, termasuk seseorang yang terlihat sempurna sekalipun. Pada akhirnya, seorang manusia, ia tak perduli seperti apapun dirinya memiliki perasaan dan bisa terluka.

"Dia kurang beruntung," sahut jisoo. Entah kenapa topik pembahasan mengenai jaehyun selalu menarik baginya dan ia bisa membahas lelaki itu selama satu jam tanpa henti. Baginya, lelaki itu adalah pasien favoritnya dan ia berharap agar lelaki itu segera keluar dari rumah sakit.

"Dia pasien favoritku sebetulnya. Dan aku berharap agar dia cepat pulang dan kembali ke masyarakat," ucap jisoo lagi.

Doyoung mengangguk, "Aku juga begitu, sejujurnya aku merasa nyaman magang disini karena keberadaannya. Aku bahkan sampai bertemu dengan jiwon-sajangnim dan meminta dibiarkan pulang lebih malam hanya karena ingin menemaninya setiap malam serta bekerja lebih lama meskipun tak mendapat bayaran tambahan."

"Kau jatuh cinta padanya, eh?" Jisoo mengerling jahil, membuat doyoung meringis serta menepuk lengan wanita itu kuat-kuat.

"Mana mungkin. Dia itu pasien, lho."

Jisoo menyentuh lengannya yang terasa panas. Pukulan doyoung jauh lebih kuat dibanding yang dia bayangkan.

"Hati orang bisa berubah, doyoung. Kalau tidak mencintainya sekarang, mungkin saja kau baru menyadarinya nanti."

Doyoung tak menampik jika jaehyun adalah laki-laki yang paling mendekati kriterianya sebagai pasangan hidup seandainya lelaki itu tidak memiliki gangguan mental. Lelaki itu berpikiran dewasa dan bisa membimbingnya layaknya seorang ayah, namun juga bisa menyebalkan dan sedikit jahil layaknya seorang kakak laki-laki. Yang jelas ia merasakan kenyamanan.

Terkadang doyoung merasa jika jaehyun seolah sedang menunjukkan kebahagiaan dibalik kata-katanya yang menyebalkan. Lelaki itu juga bisa bersikap sedikit hangat di momen yang tepat meski secara umum bersikap cuek dengan ucapan yang blak-blakan.

Irreversible || JaeDoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang