PART 17 : Jealous

880 190 33
                                    

H-3 manggung dan gue masih perang dingin sama Dery. Kita nggak ngobrol kayak biasanya, kita nggak bercanda kayak biasanya. Bahkan kita nggak makan siang bareng lagi setiap pulang ngampus. Aneh, bener-bener aneh rasanya.

Dari semua itu yang cukup peka dengan keadaan adalah Maraka. Dia yang selalu bilang ke gue untuk baikan sama Dery. Tapi gue tetap belagak santai-santai aja padahal gue juga lagi uring-uringan.

H-3 manggung yang berarti juga Dery akan segera berangkat ke China.



“Kalau lo sama batunya kayak dia juga nggak akan pernah baikan sampai kapan pun juga Yer”


Perkataan Maraka semalam membuat gue kepikiran. Sekarang lagi ada kelas pagi dan gue nggak fokus sama sekali. Di tambah Lukas yang duduk di belakang gue riweh sendiri sama game online-nya.

Gue menghela nafas, mendongak ketika mendengar dosen mengakhiri acara kuliah pagi ini. Gue langsung mengubah posisi menatap Lukas.

“Menurut lo gimana Kas?”

“Apaan?”

“Coba deh lo pikirin, terus lo kasih tau pendapat lo” kata gue masin tanpa konteks membuat Lukas mendongak dengan kening mengernyit bingung.

“Nggak jelas anjing”

Gue meringis, “Hendery nyet” kata gue dengan menekankan kata terakhir. Lukas mengangguk seolah paham.

“Emang kalian kenapa sih?” Pertanyaannya membuat gue mengumpat secara reflek dengan tangan yang menoyor kepalanya kesal.

“Gue juga nggak tau” Gue menghela nafas lelah sambil menopang pipi membuat Lukas mencibir. “Ke China tuh jauh ya?” tanya gue.

“Lo kayak cewek mau di tinggal ldr”

“Hm?”

“Jangan bilang lo berdua diam-diam pacaran, terus sekarang lagi berantem?” Tebakan Lukas itu membuat gue mendelik kaget.

“Ngaco lo anjir”

“Nebak doang”

“Tapi ya Yer—Lah tuh Dery nyet” Gue reflek menoleh ketika Lukas menunjuk Dery yang sedang berdiri di depan pintu kelas gue.

“Ngapain dia?”

Lukas melirik gue, “Mau nyamperin lo kali” katanya membuat gue mengernyit dan menatap ke arah Dery.

Dery berjalan masuk, langkahnya menuju ke arah gue membuat gue reflek tersenyum tipis. Mulut gue hampir mengeluarkan suara untuk menyapa Dery, tapi gue urungkan ketika langkahnya melewati bangku gue.

Dery bukan mau ketemu sama gue. Tapi, Hira.

“Skandal apaan lagi nih?” Gue melirik Lukas kesal ketika mendengar suaranya yang sangat dekat dengan telinga gue—ajakan untuk bergosip.

“Nggak tau.”

“Der, nih cewek lo lagi galau” Lukas bajingan bikin gue langsung nendang kakinya karena seenaknya nunjuk gue sambil ngomong ngaco ke Dery.

“Bacot lo!” balas gue kesal sambil melirik Dery yang hanya diam tanpa mau menanggapi ocehan nggak jelas Lukas.

Gue biasa aja.

Beneran biasa aja liat Dery ke kelas gue tapi bukan karena mau ketemu sama gue.

Serius.

Gue biasa aja sebelum Lukas kembali mengatakan omong kosong yang sepertinya membuat gue overthinking sama malam.

Terima kasih Lukas.















-












“Kalau lo masih bingung mending dengerin lagu gue yang lo bilang liriknya jorok”

Pagi tadi ucapan Lukas sudah cukup membuat gue pusing dan sekarang Maraka datang membuat kepala gue makin pening.

“Tiga hari lagi Yer, sebelum lo nyesel” katanya sukses membuat gue menoleh bingung.

“Kenapa gue harus nyesel?”

Maraka tersenyum. “Lo tau jawabannya” balasnya menjengkelkan. Gue memang tau jawabannya, jangan sampai gue nyesel pisah sama Dery dengan hubungan yang sedang tidak baik-biak aja.

“Percuma lo sahabatan bertahun-tahun kalau masalah gini aja lo belum bisa nyelesain dengan baik-baik”

Maraka bener, percuma gue sahabatan sama Dery bertahun-tahun. Ribut dikit aja nggak ada yang mau ngalah. Kayak anak kecil.

Tapi gimana mau baikan kalau nyatanya Dery aja nggak mau ngomong sama gue. Atau tanpa sadar ternyata gue yang makin menjauh.

Ah, anjir pusing.

“Apa lo masih nggak sadar Yer?” Maraka meminum kopinya setelah menanyakan satu pertanyaan.

“Apa?”

“Tentang Dery”

Gue mendecak. “Banyak intro lo” kesal gue membuat Maraka tertawa keras. Receh banget padahal gue lagi nggak ngelawak.

“Dia nggak mau lo deket lagi sama Ajun karena takut lo kayak dulu lagi.” Gue mengangguk paham, “Alasan lain karena Dery cemburu”

“HAH?”

“Emang agak bego lo kalau urusan ginian”

“HAH?”

Maraka tertawa lagi. “Lo emang nggak peka ya Yer?” Rasanya gue mau nonjok Maraka karena mukanya yang ngeselin banget.

“Dery cemburu karena gue sering sama Ajun kan? Dia takut gue kenapa-kenap kan Ka? Dia udah anggep gue kayak adiknya”

“Hm?”

“Dery pernah bilang gitu ke gue”

“Dery tolol!”


















-













Hari ini makin suram dan menyebalkan ketika Lukas dengan kurang ajarnya menitipkan laptop Dery ke gue. Katanya penting karena Dery mau presentasi, sedangkan Lukas yang meminjam laptop Drry itu buru-buru pergi entah kemana.

Nggak ada tanggung jawabnya banget si Lukas. Berujung gue dengan sangat terpaksa berjalan menuju kelas Dery. Tapi langkah gue berhenti di dekat tangga samping toilet ketika melihat Dery sedang duduk disana bersama teman-temannya.

Gue berdeham pelan, berdiri di hadapan Dery. “Laptop lo, kata Lukas makasih” kata gue cepat sambil menyerahkan laptop miliknya.

Dery mendongak sekilas untuk menatap gue. “Ya” balasnya singkat dan hampir membuat gue menendang kakinya karena kelewat kesal.

“Cewek lo Der?” Pertanyaan salah satu temannya reflek membuat kepala gue menoleh.

“Bukan.”

“Alah boong lu”

Gue hampir buka mulut sebelum Dery kembali menyahut. “Cewek Ajun” katanya datar tanpa memandang ke arah gue. Detik itu juga gue menatap ke arahnya dengan tatapan bingung.

Maksudnya apa?

Kok cewek Ajun?

“Anying. Arjuna?” Temannya itu terlihat tidak percaya, masih mencoba memastikan yang di balas Dery dengan decakan pelan. “Lo bener ceweknya Ajun?” tanyanya.

Gue melirik Dery sebelum menjawab pertanyaan temannya. Bibir gue terangkat sedikit, tersenyum miris mengetahui tidak ada respon sama sekali dari Dery.

Dan dengan terpaksa gue menjawab. “Iya. Gue ceweknya”














Ya oke, nanti endingnya Dery sama aku hihihi. Bye, kapal Dery Yera.






1999Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang