“Gue minta maaf”
Satu kalimat itu membuat gue mengernyit bingung. Ajun di depan gue duduk bersandar sambil menatap gue.
“Maaf apaan?” tanya gue karena beneran nggak tau Ajun minta maaf buat kesalahan yang mana.
Dia banyak salah soalnya.
“Semua.” Ajun menghela nafas, “Yer, gue beneran minta maaf sama semua yang udah gue lakuin ke lo” katanya terlihat frustasi.
“Semuanya udah selesai Jun” Gue mendecak, meminum coklat hangat sambil menoleh ke arah jendela kaca di sebelah gue. Di luar hujan dan Ajun dengan kurang ajarnya menculik gue sore ini.
“Yer, yang di SMA—”
“Gue udah nggak perduli” ucapan Ajun gue potong mencoba menghindari semua hal yang akan Ajun bahas tentang tiga tahun yang lalu.
Tentang masa SMA gue yang kelam. Mati-matian gue mencoba melupakan semua kisah di SMA, mati-matian gue mencoba untuk tidak menyalahkan diri gue sendiri.
Dan Ajun mencoba untuk kembali mengenang kisah yang bahkan enggan untuk gue bahas. Gue benci.
“Itu bukan salah lo Yer” perkataan Ajun membuat gue terdiam seperkian detik, menghela nafas panjang ketika merasakan sesak itu kembali muncul.
“Dia sahabat gue”
Ajun mendecak, “Apa salah gue suka sama lo?” tanyanya dengan helaan nafas lelah. Sama Jun, gue juga capek. “Lo suka Maraka?” pertanyaan Ajun membuat gue menoleh dengan kening mengernyit.
“Bukan urusan lo”
“Kasih gue kesempatan Yer”
Gue mendengus. “Emang harusnya kita nggak pernah ketemu Jun.” kata gue pelan, tenggorokan gue mulai terasa kering ketika melihat raut wajah Ajun.
Raut wajah yang penuh dengan beban penyesalan.
“Yera...., please?”
“Sorry, gue balik udah di jemput Dery”
Bohong.
Gue bohong, nggak ada yang jemput gue. Langkah gue berjalan menjauh dari cafe krisna, meninggalkan Ajun disana. Kaki gue berhenti ketika mendapat taxi yang mau menampung kesedihan gue sore ini.
Sorry Jun, apapun yang akan lo bahas tentang tiga tahun yang lalu gue tetep nggak akan bisa nerima lo.
Hp gue bergetar beberapa kali. Ada chat dari Dery, Lukas dan......., Qila.
Pacar Ajun
cowok lo lg sama guehah?
Pacar Ajun
MarakaOh
cowok lo jg
Lagi sama guePacar Ajun
anjing lojangan main-main sama gue
Gak usah belagu ya lo qil
Gue tau lo suka sama maraka
Gak ada otak loPacar Ajun
bacot
Gue tersenyum miring, membuka chat lain dan mengetikkan rentetan kalimat panjang. Gue mau kabur dari kota ini sekarang.
Dery
lo dimana
Nyet
Woi
Gue depan kos lo
Setan ye lo
Heh ketemu bokap gue
Woi yerandaotw
Gue baru ketemu ajun
Der ayo ke bandung
SemingguDery
geser otak lo
cepet.-
“Bokap lo gimana?”
Dery mendengus. “Urusan lo lah” katanya menjengkalkan. Gue mendecak, harus mencarikan Dery alasan untuk pertemuan ayah anak yang gagal hari ini.
“Lo ngapain tiba-tiba ngajak ke Bandung?”
“Pengen aja”“Beneran stress lo” cibirnya, gue terkekeh pelan sambil melihat jalanan malam yang mulai sepi. Otak gue kembali memutar kejadian tiga tahun yang lalu.
Ketika masa SMA semua orang terdengar indah, masa SMA gue adalah masa yang tidak ingin kembali gue ingat. Dery tau, dia adalah saksi di saat gue mulai lelah dengan kehidupan.
“Der?”
“Hmm?”
“Lo beneran mau ke China?”
Dery menoleh. “Bujuk bokap biar gue nggak ke China” katanya dengan selingan kekehan lucunya. Gue ikut tersenyum, masih menatap jalanan kota.
“Der....”
Suara gue terdengar serak, menunggu tanggapan Dery yang masih diam. Tidak menyahut sama sekali, gue menghela nafas panjang dengan mata terpejam mencoba membuang semua memori yang terputar dalam kepala gue.
Mobil Dery berhenti dengan suasana hening tanpa ada satu kata pun yang keluar dari mulut Dery. Gue membuka mata, menoleh menatap Dery yang membalas tatapan gue.
Satu air mata gue luruh bersamaan dengan tarikan dari lengan gue menuju dada Dery.
“Sorry tadi gue nggak bisa nemenin lo ketemu sama Ajun. Harusnya gue tahan lo buat jangan ketemu sama dia.” Dery memeluk gue erat, mengusap kepala gue lembut.
“Semua salah gue Der”
Dery menggeleng. “Bukan salah lo, dia pergi bukan karena lo. Stop nyalahin diri sendiri. Oke?”
“Tapi Der—”
“Kita pulang aja ya? Nggak usah ke Bandung”
Gue menggeleng. “Gue mau ketemu sama dia” Dery menghela nafas, mengangguk menyetujui permintaan gue.
“Jangan nangis”
“Thanks Der” Dery mengangguk, dengan usapan lembut di rambut gue. Mata gue masih berair membayangkan kemungkinan-kemungkinan buruk jika tidak ada Dery di sisi gue.
“Tapi bantuin bilang bokap” katanya membuat gue mendengus geli, “Serius Yer. Bantuin ya?”
“Iya”
“Yer, jangan sedih terus”
Gue mengangguk. “Lo juga” kata gue yang juga di balas anggukan Dery dan senyum lebarnya.
“Gue seneng kalau lo juga seneng. Lo udah kayak adek gue Yer” katanya sambil menepuk puncak kepala gue. Dery best boy setelah Maraka.
Mungkin.
Lukas
yer lo dimana
Ajun ribut sama maraka