Brengsek.
Bahkan gue nggak tau apa salah gue sampai pacar Ajun datang ke kelas gue hanya untuk memaki-maki gue yang sedang bercanda dengan Lukas.
Cewek freak.
“Dasar lo cewek murahan” kalimat itu masih terngiang di telinga gue. Bagaimana Qila yang tiba-tiba membentak gue di kelas yang jelas sangat ramai karena lima belas menit lagi dosen akan masuk.
Gue yang masih punya kewarasan hanya diam membiarkan Qila membuang tenaganya dengan sia-sia. Memasang wajah bodo amat makin membuat Qila merasa malu.
Semua orang yang berada di kelas menatapnya dengan aneh. Perempuan yang datang tiba-tiba lalu mengamuk tanpa sebab. Gila.
Yang gue denger di selingan kalimat penuh makian itu, Qila marah karena Ajun sudah memutuskannya secara sepihak. Lalu, kenapa dia marah sama gue?
“Ketemu bokap gue nyet!”
Gue terperanjat kaget ketika Dery tiba-tiba duduk di sebelah gue. Tanpa salam basa-basi terlebih dulu, ia langsung melontarkan kalimat perintah yang terkesan memaksa.
“Males”
“Jangan kayak gukguk lo Yera”
Mata gue melirik Dery malas sambil meneguk air yang di bawa Dery. Menyaksikan keributan Qila ternyata membuat gue dehidrasi. Ah, kalau di ingat-ingat rasanya ingin menjambak rambut panjang cewek itu.
Bikin malu aja.
“Ajun putus sama Qila, Der?” tanya gue menoleh, menatap Dery menunggu jawaban pasti.
“Lah, masa?”
Gue mendengus. “Gue kira lo tau” kata gue mencibir pelan, “Ceweknya abis ngamuk di kelas gue. Udah sinting.” Gue bisa melihat Dery membulatkan mata dan menggeser duduknya merapat.
“Asli? Ngapain tuh cewek?”
“Nyalahin gue”
Dery menggeleng dramatis membuat gue mengernyitkan dahi. Masih sering terkejut melihat tingkah Dery, gue jadi benar-benar meragukan nama depan Dery.
“Der, lo beneran keturunan ningrat?” Pertanyaan gue itu langsung di balas Dery dengan umpatan kasar dan toyoran kesal di kepala gue. Liat, mulutnya kotor. Sama sekali tidak mencerminkan seorang ningrat.
“Ketemu bokap gue, lo harus nunduk kalau ngomong”
Gue memutar kedua bola mata. “Nggak usah ngaco, gue udah sohib sama bokap lo” kata gue yang memang sudah sangat akrab dengan ayah Dery.
Ini karena Dery dulu suka kabur-kaburan yang membuat Ayah Dery terus menghubungi gue menayakan keadaan Dery.
“Jangan nangis Yer” kata Dery tiba-tiba membuat gue menoleh bingung.
“Apaan?”
“Nggak usah sedih gitu”
“Apaan sih anjir?”
Dery terkekeh, menarik kepala gue mencekiknya dengan lipatan sikunya. Yang namanya Dery memang kelewat random. Sangking randomnya suka bikin orang khawatir.
Jujur, gue belum siap kalau Dery beneran harus pergi ke China.
-
“Yera, please dengerin gue dulu!”
Acara latihan band hari ini selesai dengan cepat karena Maraka yang tiba-tiba ada kelas tambahan. Sekarang gue lagi ada di parkiran studio berusaha menghindari Ajun yang sejak tadi terus mengejar gue.