Copyright : Moonlight-1222
Teruntuk readers yang masih terus mendukung sampai saat ini, terima kasih banyak. Jangan lupa votes & komennya :)
Silahkan follow Moon dan baca cerita yang lain juga. Makasih :)#Kita sedang menuju ending.
.
.
.
“Papa!” Jeritan pilu yang tertindih oleh isak dan gemerincing besi itu tidak berhenti ke luar dari bibirku. Mataku sudah sangat perih, tapi hatiku yang sudah terlanjur hancur tidak bisa memulihkannya lagi. Aku bukan puteri yang berbakti. Mengecewakan Papa demi seseorang yang bahkan tidak perduli dengan nasibku.
“Papa!” Suaraku sudah menjadi begitu serak. “Keluarkan Selina! Selina janji tidak akan membuat masalah lagi! Papa! Ampuni Selina, Papa! Ampuni Selina, Papa!” Namun pintu kayu ganda itu tetap membisu. Cairan di mata dan hidungku bergerak semakin liar saat menyadari aku hanya sendirian dengan semua ketakutan ini.
“Jahat...” ratapku. Kau benar-benar jahat..., bibirku baru berhenti setelah lelah menidurkanku.
“....na.”
“...ina.”
“..lina.”
“.elina.”
“Scarlett!”
Mataku mengerjap berkali-kali. Tampak linglung, tapi aku sepenuhnya sadar. Ugh, kepalaku sedikit pusing. Rasanya menakutkan. Aku bermimpi lagi tentang masa laluku, tapi kali ini bukan sebagai orang ketiga. Tubuhku merasa sangat merinding saat sesak yang menggenggam dada ini terasa jauh lebih nyata sekarang.
“Sayang, sadarlah.”
Kutatap Edmund sayu. Wajahnya dipenuhi kepanikan yang luar biasa. Kuangkat tubuhku untuk bersandar di kepala ranjang yang dengan sigap di bantunya. “Aku baik-baik saja." Hatiku terasa sangat dingin dan hampa. "Hanya mimpi buruk.”
Tatapannya begitu sendu. Lalu tanpa kata langsung mengelap sekujur wajah dan leherku. “Aku akan mengambil gaun ganti.”
Bahkan tubuhku sudah banjir oleh keringat. Mataku bengkak dengan jejak kering air mata di wajah. Sudah berapa lama aku terjebak di dalam mimpi itu?
“Angkat tanganmu.”
“Aku bisa melakukannya sendiri.” Saat tanganku tidak sengaja menyentuh puncak dadaku, rasa nyeri yang cukup mengganggu membuatku merintih.
“Ada apa?" Tangannya sigap mendarat di perutku. "Apa terasa sakit lagi?”
Wajahku sedikit merah dan menggeleng pelan. “Dadaku yang terasa sakit.”
“Kau... merasa sesak?” Ekspresi panik suamiku malah semakin melebar.
“Bukan,” tanpa sadar aku sedikit berteriak karena rasa malu. Aku bingung. Bagaimana cara memberitahunya? Kata apa yang pantas untuk diucapkan? Lalu kusilangkan tangan di depan dada. “Maksudku, ini yang terasa nyeri.” Argh! Kenapa malah terdengar semakin memalukan!
Matanya mengerjap berkali-kali sebelum turun ke tempat yang sedang kututupi. “Maksudmu pay---“
“Tidak perlu disebutkan,” potongku jengkel.
Kekhawatirannya langsung dibasuh perasaan lega. Ia tersenyum simpul sebelum mengusap rambutku seperti anak kecil. “Sepertinya sebentar lagi kau akan datang bulan.“
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlett & Lord Etton [On Going]
Historical Fiction[Historical Fiction - Mystery] The Secret in His Eyes Scarlett Selina Green baru saja berusia tujuh belas tahun saat seorang anak laki-laki bernama Ethan---yang berusia hampir setengah dari umurnya---memanggilnya mama. Ia shock sekali, terlebih lagi...