Copyright : Moonlight-1222
Terima kasih untuk semua dukungannya. Seperti chapter kemarin, update setelah minimal 200 votes. Jangan males vote ya :)
Komentar kalian juga selalu ditunggu :)
Silahkan follow Moon dan baca cerita yang lain juga. Makasih :)*maaf molornya lama #tundukdalam.
.
.
.Aku masih terdiam seperti mayat hidup saat Ethan berlari ke luar kamar. Telingaku masih mendengar tangisannya yang menggema di koridor. Anak itu..., dia sangat panik saat melihat hanya mataku yang bisa bergerak.
Lemas sekali. Ternyata seperti ini kelaparan. Seperti inilah yang dirasakan orang-orang miskin di luar sana. Kalaupun memiliki makanan, jumlahnya pun sedikit dan masih harus dibagi. Belum lagi nutrisi yang kurang---dari makanan yang sekedar ada. Tapi yang sangat mengagumkan dari mereka adalah kegigihan mereka dalam bekerja.
Hasil yang kecil tidak masalah asalkan keluarga mereka bisa tetap hidup.
Air mataku jatuh. Aku memang gigih mengharapkan Edmund untuk melihatku lagi. Tapi perbuatanku yang berhenti makan adalah kesalahan. Seperti mereka yang bisa membuat keluarga mereka tetap hidup dengan hasil yang sedikit, aku juga harus membuat Edmund memaafkanku secara perlahan. Rasa sakit dari pengabaiannya akan membuatku menghargai usahaku---agar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
Bukan dengan paksaan seperti ini. Edmund hanya akan semakin membenciku.
"Edmund...," bisikku haru. Air mataku jatuh semakin deras saat menyadari dia sedang berdiri di ambang pintu dan mulai melangkah masuk setelah menutup pintu.
Dia datang! Dia benar-benar datang!
Tapi melihat tatapan tajamnya setelah menutup pintu, aku tahu dia masih sangat marah.
Tapi-tapi dia sudah datang!
"Edmund..." Tanganku terangkat. Berusaha menggapai jemarinya yang tergantung tidak jauh dariku. Dia yang berdiri menatapku datar tidak membuatku takut, tapi...
"Kau salah langkah bila berharap aku akan iba melihatmu seperti ini. Kau hanya membuatku semakin muak."
...bisikan dingin itu membuat usahaku surut.
"Kau tidak perlu meluluhkanku. Aku tidak membawamu untuk melakukan hal itu. Lakukan tugasmu sebagai ibu. Lakukan tugas yang sudah kau abaikan. Jangan membuat anakmu khawatir. Sekarang bangun dan makan apapun. Kalau besok Ethan masih memohon padaku untuk membujukmu, akan kuakhiri pernikahan ini."
Tidak...
Bibirku bergetar seiring derasnya aliran air mataku. Dia benar-benar membenciku. "Maaf," lirihku sambil berusaha bangun. "Aku sudah menyadari kesalahanku. Aku akan segera makan." Tapi kepalaku sakit sekali dan Edmund bahkan tidak ingin membantuku sama sekali.
"Papa, bubur untuk Mama sudah siap," Suara Ethan terdengar aneh di balik pintu. Dia menangis sangat kencang tadi, tentu saja berbeda.
"Meraung seperti kehilangan ke ruang kerjaku." Edmund melihat ke pintu. "Ironis. Padahal kau tidak pernah ada saat dirinya sakit."
Dadaku semakin sesak. Aku yang dulu mungkin tidak perduli dengan Ethan, tapi sekarang sudah sangat berbeda. Kata-kata itu sangat menyakitkan. Aku ingin berubah. Sangat ingin berubah. Tidak bisakah dia berhenti mengungkit masa lalu? Semua itu membuatku menderita.
"Papa?"
"Pintunya tidak dikunci."
Ethan berlari masuk setelah pintu terbuka. Seorang pelayan perempuan mengikutinya sambil membawa bubur dan segelas susu. Dia langsung pergi setelah meletakkan nampan di nakas. Tidak berani menatapku, bahkan terkesan ketakutan. Insiden kemarin pasti menambah rumor jelek tentangku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlett & Lord Etton [On Going]
Ficción histórica[Historical Fiction - Mystery] The Secret in His Eyes Scarlett Selina Green baru saja berusia tujuh belas tahun saat seorang anak laki-laki bernama Ethan---yang berusia hampir setengah dari umurnya---memanggilnya mama. Ia shock sekali, terlebih lagi...