Copyright : Moonlight-1222
Vote sebelum baca atau baca dulu baru vote. Jangan lupa :)
Silahkan follow Moon dan baca cerita yang lain juga :).
.
.Aku semakin uring-uringan setelah tidak diberitahu kalau semua kakak perempuanku akan datang hari ini. Aku belum menyiapkan diri menerima semua ceramah mereka, terutama tentang bagaimana cara membina hubungan suami-isteri dan anak. Bukan buruk, tapi hal itu melelahkan dan tentu saja sangat memalukan. Belum lagi masih harus beradaptasi dengan kehebohan yang nanti ditimbulkan semua anak-anak mereka.
Aku bukannya tidak menyukai keributan dan anak kecil. Tapi masalahnya aku selalu diikutsertakan dalam kelompok bermain mereka. Aku sudah tujuh belas tahun dan---meski masih dilema, tetap saja ada kemungkinan---akan menikah dengan seorang duda beranak satu. Bukankah tidak lucu masih melihatku berlarian bersama anak-anak usia lima sampai tiga belas tahun?
Itu jelas tidak mencerminkan perilaku seorang perempuan dewasa.
Kereta pertama yang sampai adalah milik Bianca. Dia bersama Mr. Albert datang dengan keempat putera mereka; Stuart, Alistair, Jonas, dan si bungsu yang baru berusia sepuluh bulan, Danish. Rumah mendadak ramai setelah ketiga bocah laki-laki Northingford itu bertemu Harry---yang sengaja tidak sekolah. Mereka berlarian di padang rumput dengan suara tawa menggelegar.
Sementara aku sangat bersyukur karena Bianca---tumben sekali tidak cerewet---malah memintaku menjaga Danish---karena dia, Thomas, dan Mr. Albert hendak menyusul Papa dan Lord Etton di pabrik. Melihat Mr. Albert yang tampak tanpa beban saat berhadapan denganku cukup membuatku gemas. Bagaimanapun dia berperan besar dalam menyatukanku dan Lord Etton---yang tanpa persetujuanku. Aku marah? Tentu saja. Kalau Lord Etton tidak pernah menikah, mungkin akan lain ceritanya.
Apa Mr. Albert terlihat santai karena berpikir seharusnya aku dan keluargaku berterima kasih padanya karena sudah membuatku menjadi seorang countess?
"Mama."
Ethan tiba-tiba menarik lenganku dan hampir membuatku kehilangan keseimbangan. Aku berharap salah, tapi dia seperti... mendorongku? "Ethan," tegurku. "Tidak boleh seperti tadi. Mama sedang memangku Danish. Nanti jatuh."
"Apa Mama marah pada Ethan?"
Pertanyaan itu membuatku tertegun. Apalagi setelah menyadari ekspresi sedih bocah itu. Aku menghela napas, dimana letak amarah dari kata-kataku? "Mama tidak marah, Ethan. Mama hanya memberitahu kalau tindakan Ethan tadi hampir membuat Mama jatuh. Kalau Mama jatuh, nanti Danish juga ikut jatuh."
"Tapi Ethan juga mau dipangku Mama."
Aku menggigit bibir dalamku atas perkataan Ethan sambil mengamati tatapan tajamnya pada Danish. Apa... bocah ini sedang cemburu? "Ethan." Aku mengusap rambut cokelatnya yang tebal---bahkan jariku sampai bisa menyusup ke dalamnya. "Ethan kan sudah besar, jadi hari ini mengalah dulu sama Danish, ya. Lagipula sebaiknya Ethan bergabung---"
"Kenapa Ethan yang harus mengalah dengan Danish?" Kedua tinju bocah itu terkepal di paha dengan wajah menahan tangis. "Mama bukan Mama Danish, tapi Mama Ethan. Saat seumur Danish, Ethan tidak pernah duduk di paha Mama. Ethan memang lebih besar dari Danish, tapi selama tujuh tahun ini Ethan besar tanpa Mama dan Danish tidak pernah seperti itu."
Mataku hanya bisa membola sebelum mengerjap-ngerjap sebanyak dua kali. Itu bahkan bukan salahku, tapi kenapa harus aku yang menanggungnya? Aku melirik Danish yang menatap kami dengan bola amber-nya. Dia mungkin masih belum memahami apa-apa, tapi tatapan polosnya menggangguku. Bagaimanapun anak-anak seusia Danish sudah bisa merekam peristiwa di sekitarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlett & Lord Etton [On Going]
Historical Fiction[Historical Fiction - Mystery] The Secret in His Eyes Scarlett Selina Green baru saja berusia tujuh belas tahun saat seorang anak laki-laki bernama Ethan---yang berusia hampir setengah dari umurnya---memanggilnya mama. Ia shock sekali, terlebih lagi...