Copyright : © Moonlight-1222
Terima kasih banyak untuk semua dukungannya sampai saat ini. Seperti biasa, 200 votes minimal untuk update, lebih tambah bagus.
Komentar, kritik, dan sarannya juga ditunggu, ya.
Silahkan follow Moon & selamat membaca, ya :).
.
.
Aku dan Ethan---yang berada di pangkuanku---duduk di sofa di balik partisi kayu. Bagaimanapun perempuan tidak diperbolehkan berada dalam urusan pria. Selain Edmund---yang saja baru masuk---dan Mr. Phillips, ada lima orang pria yang duduk di sofa, tapi hanya ada satu yang masih muda. Selebihnya adalah pria paruh baya yang seumuran papa atau bahkan lebih.
"Mama terlihat sangat bersemangat. Apa menariknya dari melihat hal seperti itu?"
Aku tersenyum simpul seraya mengusap pipi bulat puteraku yang menggembung. "Kita bisa memiliki wawasan luas tentang kehidupan saat mendengarkan permasalahan yang tidak pernah terjadi dalam hidup kita. Sementara solusi atas masalah itu sendiri mengajarkan kita untuk berpikir bijak dan menjadi lebih dewasa."
Ethan terlihat tidak perduli. Dia masih sangat kesal setelah Edmund melarangnya masuk. Selain masih kecil, tampaknya Edmund tidak mengizinkan Ethan demi menghindari pertanyaan beruntun yang akan diajukan olehnya nanti.
"Mama, Ethan tidak mau sendirian di luar. Ethan akan diam dan tidak mengganggu. Ethan mau bersama Mama." Dia meremas rok gaunku, memohon padaku sambil menahan tangis. Edmund hanya terdiam masam pada tatapanku yang mengisyaratkan meminta pengertiannya.
"Jadi, siapa yang akan lebih dulu memberikan kesaksian?" Suara itu menarik atensiku dan Ethan. Sepenuhnya teralih pada Edmund yang memulai sidang informalnya. Duduk bersandar di sofa berlengan sambil mengatupkan sepuluh jari. Birunya yang bersorot tegas dalam ketenangan membuatnya bagai seorang hakim sesungguhnya. Apalagi wig yang dikenakannya selalu membuatnya terlihat lebih dewasa.
"Your Lordship, tolong tegakkan keadilan bagi saya." Seorang pemuda berkulit tembaga berlutut di lantai, memulai kisah dengan wajah dipenuhi ratapan ketidakadilan. Namun sorot matanya yang dingin tidak mampu mengimbangi. "Pria tua yang bisu dan tidak tahu malu ini tiba-tiba datang ke rumah dan memukuli saya dengan tongkat kayunya." Diperlihatkannya memar pada kedua tangannya. "Dia menuduh hamba telah mencuri harta paling berharganya. Padahal dia dan puterinya yang penyakitan itu tidak memiliki apapun."
Amarahku mendidih. Sungguh kurang ajar. Dimana etikanya? Padahal sepertinya usianya berada di kisaran tujuh belas atau delapan belas. Meskipun berada pada kebenaran, tetap tidak boleh bersikap arogan seperti itu. Kulirik Edmund yang pelipisnya bergerak-gerak.
Sepertinya... dia marah.
"Siapa namamu dan apa pekerjaanmu di sini?" Dia meletakkan siku ke lengan sofa, lalu menekan jari ke dahi. Sementara salah satu ujung sepatunya membuat suara tuk-tuk pelan pada lantai. Selain marah, dia juga gelisah. Sekilas kulihat matanya menarik garis lurus ke celah partisi.
"Robin, son of Henry, My Lord."
Pemuda itu lalu menoleh pada pria paruh baya di sampingnya, yang lantas berdiri demi memberi penghormatan pada Edmund.
"Saya adalah Henry Wood, salah satu dari para penyewa tanah di estate Anda, My Lord. Saya mohon untuk menegakkan keadilan bagi putera saya." Setelahnya Mr. Phillips menjamin kebenaran identitas ayah dan anak itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Scarlett & Lord Etton [On Going]
Ficción histórica[Historical Fiction - Mystery] The Secret in His Eyes Scarlett Selina Green baru saja berusia tujuh belas tahun saat seorang anak laki-laki bernama Ethan---yang berusia hampir setengah dari umurnya---memanggilnya mama. Ia shock sekali, terlebih lagi...