III

7.4K 990 21
                                    

Copyright : Moonlight-1222
Vote sebelum baca atau baca dulu baru vote. Jangan lupa :)
Silahkan follow Moon dan baca cerita yang lain juga. Makasih :)

.
.
.

Aku mohon Selina!” Seorang pria menghiba dan memeluk lututku. Dia membuatku merasa asing karena menjadi satu-satunya orang yang memanggilku dengan nama itu.

Kumohon. Jangan lakukan ini.” Suaranya kali ini terdengar serak. Apa dia menangis?

Jangan tinggalkan aku. Semua itu tidak benar. Semua itu adalah kesalahpahaman. Aku tidak pernah melakukannya. Aku berani bersumpah atas kehormatanku.”

Selina...

Suara itu menjauh dan aku terbangun dengan perasaan tidak nyaman. Langit-langit kayu kamarku terasa tinggi dalam pandangan sayuku. Mimpi aneh itu datang untuk membangunkanku pada tengah malam, gumamku saat menoleh ke jendela dan mengamati kegelapan yang masih menyelimuti lembah Tamare. Aku berdecak pelan sambil mengingat kronologi bunga tidur itu---yang sudah tidak pernah menggangguku hampir tiga tahun lamanya.

Semuanya masih sama seperti yang sudah lalu. Tidak jelas. Bahkan wajah pria itu tetap samar-samar. Papa memberitahu kalau mimpi hanya sekedar imajinasi yang terbentuk saat terlelap. Meski mimpi juga bisa berupa pertanda, tapi itu adalah hal langka. Mimpi juga bisa berupa potongan kisah dalam kehidupan kita yang diputar di alam bawah sadar. Tapi aku sudah berusaha mencari sosok pria itu dalam memoriku dan sama sekali tidak memiliki ingatan tentangnya.

Selain wajahnya yang samar, suaranya juga asing. Aku tidak mengenalnya dan sudah lelah mencari tahu tentangnya.

Aku menghela napas dan berusaha bangun karena kantukku sudah menghilang. Tapi lenganku yang terasa berat menyadarkanku kalau ada Ethan yang terlelap di sampingku. Jemarinya yang gemuk saling bertaut untuk memeluk tanganku. Aku gemas sendiri pada pipi bulat merahnya yang menempel di lenganku. Kuusap dahinya sebelum menyingkirkannya hati-hati. Sejujurnya meski terlihat imut dan menggemaskan, hal itu tetap tidak bisa menghilangkan rasa pegal yang menderaku. Kemarin saja aku terbangun dengan tangan yang mati rasa.

Ini sangat tidak nyaman. Seharusnya setelah menikah nanti aku masih menikmati peran sebagai seorang isteri yang merawat suami, bukan seorang ibu seperti ini. Penampilan anak kecil yang lucu memang membuat orang dewasa sulit untuk membenci mereka. Tapi tetap saja ini berlebihan karena Ethan terlalu bergantung padaku. Apa yang akan terjadi bila suatu hari nanti dia mengetahui kalau aku bukan ibu kandungnya? Belum lagi dengan sikap ayahnya yang ternyata sangat menyebalkan.

Aku sontak menahan napas saat Ethan bergerak setelah berhasil melepaskan diri. Terdiam beberapa detik demi memastikan bocah itu tidak terbangun, lalu turun dari tempat tidur dan menuju peralatan melukisnya. Kuraih lukisan Ethan seminggu lalu dan menyamakannya dengan lukisannya kemarin. Detilnya yang serupa adalah tanda kalau Ethan memiliki ingatan yang kuat meski tanpa contoh sekalipun. Padahal kupikir bocah itu hanya melukis lembah Tamare.

"Sejak kapan keponakan paman ini suka melukis?"

Satu bulan yang lalu karena Ethan ingin melukis mama.”

Ini membuatku semakin merasa bersalah saja. Tidak seharusnya Ethan mencintaiku sampai seperti itu. Terberkatilah ide Lord Etton yang menjadikan potretku sebagai pengganti isterinya. Setelah kematian isterinya---yang tidak kuketahui siapa namanya---pria itu menghapus semua benda yang berhubungan dengan wanita itu, membuat Ethan tidak mengenal sosok ibunya sama sekali. Aku tidak tahu apa yang melatarbelakangi tindakan itu, tapi mungkin karena dia tidak sanggup memberi penjelasan pada Ethan kalau sang ibu telah tiada.

Mengenai lukisanku saat ulang tahun ke tujuh belas, benda itu di pajang di galeri seni Bianca, kakak perempuan pertamaku. Bianca menikah dengan putera seorang baronet yang merupakan kolektor benda seni, Mr. Albert, yang merupakan sahabat dari paman Lord Etton. Earl muda itu tertarik dengan lukisanku, membuat Mr. Albert yang merupakan kakak iparku langsung menawarkan perjodohan.

Lalu seperti inilah endingnya. Setelah Lord Etton menyatakan persetujuan, lukisanku langsung diboyong ke mansion pria itu dan diperlihatkan pada Ethan---yang tentu saja langsung menyambut antusias karena memang merindukan ibunya.

Wajahku tertunduk semakin dalam. Cerita itu mungkin terdengar natural, tapi entah kenapa terasa ada keganjilan di dalamnya. Aku mengusap wajah pada dua lukisan Ethan. Keduanya memang terlihat sama dengan lukisanku, tapi bibir-bibir ini tidak melengkung seperti seharusnya. Bibir ini sedatar goresan pisau dan aku tidak pernah sependiam dan semurung ini.

Seolah ini bukan lukisanku. Seolah... memang benar ada wanita lain yang wajahnya serupa denganku. Tatapan sendu Thomas tadi seolah memberitahuku kalau wajah ini bukan milik adiknya.

Aku mendesah frustasi dan memejamkan mata, lalu memutuskan ke luar kamar sambil meraih jubah dan lilin. Ah, rasanya bisa bernapas lega setelah mencapai teras belakang. Aku bahkan tidak merasa kedinginan meski angin malam menyapu kulitku. Ini malah membantuku untuk rileks. Aku menuju tangga saat seseorang berdehem dari arah sampingku, membuatku refleks sedikit melompat dan mengarahkan lilin padanya.

Sesosok hitam bangkit dari kursi kayu dan ke luar dari kegelapan. Mendekat padaku untuk memastikan sinar lilinku bisa menjangkaunya. “L-Lord Etton?”

“Apa kamu tidak bisa tidur?”

Aku menelan ludah sambil menetralkan ekspresi kaget dan tegang yang sudah menyebar di wajahku. Kalau aku tahu pria itu ada disini, aku pasti akan tetap bertahan dengan teras depan. Percakapan kami kemarin dan lukisan itu sudah membuatku semakin tidak nyaman dengan pria ini.

“Miss Green?”

“Sa-saya hanya terbangun, My Lord. Saya tidak tahu kalau Anda berada disini juga. Baiklah, saya permisi.”

Aku buru-buru berbalik, tapi dia menghentikanku... “Saya minta maaf.” ...dengan permintaan maaf?

Pardon, Sir?

“Saya minta maaf untuk sikap dan kata-kata saya kemarin.” Lord Etton tertunduk. “Saya sudah sangat keterlaluan denganmu. Kamu hanya berusah menjadi calon ibu yang baik bagi Ethan, tapi saya mengacaukannya. Saya tidak pernah melihat Ethan seceria kemarin. Hal itu menyadarkan saya kalau selama ini saya sudah menggunakan metode yang salah dalam membesarkannya.”

Aku tertegun dan sejujurnya merasa cukup senang karena Lord Etton tidak membiarkan dirinya dikuasai kesombongan. Dia bahkan mau meminta maaf dan mengakui kesalahannya. Kemarin sore dan satu jam sebelum makan malam, Ethan, Harry, dan Thomas pulang bersama tawa dan eskpresi puas. Mereka bermain sepuasnya sampai lupa waktu. Aku urung menghukum Harry karena Ethan langsung melompat ke pelukanku sambil bercerita ini dan itu.

Ethan memang aktif dan penuh pertanyaan, tapi dia tidak pernah seekspresif itu. Aku lega melihatnya bahagia, meski dia mendadak terdiam saat Lord Etton berdiri di belakangku. Bahkan ekspresi takut dan bersalah itu langsung mengambil alih kebahagiaan bocah itu. Tapi pria itu tidak mengucapkan apapun dan terus berlalu ke ruangan kerja Papa. Kemudian kami melalui makan malam dengan kecanggungan.

“Saya tidak membantu banyak, My Lord. Thomas dan Harry yang sudah membuat Ethan sebahagia itu.”

“Tapi kamu yang memberinya dorongan untuk melakukan hal itu. Sementara saya hanya bisa menekan kebahagiaannya. Maafkan saya."

Aku menurunkan mata saat tatapan kami menyatu dan entah kenapa sepasang samudera pria itu terasa familiar.

“Miss Green, saya memahami bahwa pernikahan ini ditentukan secara sepihak. Kamu seolah dipaksa untuk menerima saya dan putera saya. Tapi sekarang saya berharap kamu tidak merasa terbebani dengan pernikahan ini. Saya dan Ethan pasti akan pergi bila kamu tidak pernah menginginkan hubungan ini. Saya tidak akan menuntut dan membebaskanmu memilih.”

OOOOO

Bagi yang menunggu lanjutan Diana Rosvell, Hatfield Hall, The Prince’s Wife, dan Monochrome World, ditunggu ya. Yang bakal update selanjutnya Diana Rosvell dan Hatfield Hall. Sementara untuk Rosetta-Louis dan Yue-Yao Shan sedikit bersabar, ya. Hehe.
Oke. Terima kasih untuk dukungannya & selamat membaca. Jangan lupa vote dan juga komentarnya tentang cerita ini. Love You All.

Scarlett & Lord Etton [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang