Perjanjian Pra-nikah

538 80 26
                                    

Pria berdasi longgar, kancing kemeja terbuka dua, jas dilepas, tetapi rambut masih tampak rapi menghampiri Langit yang sedang bersantai di balkon kamarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pria berdasi longgar, kancing kemeja terbuka dua, jas dilepas, tetapi rambut masih tampak rapi menghampiri Langit yang sedang bersantai di balkon kamarnya. Dia duduk di kursi besi, samping Langit.

"Kata Mama, kamu sudah setuju sama perjodohan itu. Bener?" tanya Samuel—kakak kandung Langit—sambil menoleh adiknya yang sedari tadi menatap langit gelap bertabur bintang.

"Iya," jawabnya singkat tanpa menoleh.

"Kenapa tiba-tiba gampang banget nerima cewek?"

"Kami satu frekuensi. Sepertinya Mama sama Papa juga sudah cocok sama dia."

Namun, Samuel tidak puas begitu saja dengan jawaban Langit. Selama ini Langit selalu menolak perjodohan orang tuanya. Bahkan Samuel tahu kalau adiknya tidak mudah jatuh cinta. Bukan karena trauma, tetapi Langit terlalu sibuk dan hanya fokus pada dirinya sendiri.

Samuel adalah tempat curhat Langit. Jika orang tuanya sudah angkat tangan menghadapi sikap keras kepala Langit, satu-satunya orang yang bisa diandalkan mereka adalah Samuel. Bisa dikatakan, Samuel adalah pawang Langit.

"Bagaimana dia?" tanya Samuel menyandarkan punggungnya ke kursi dan duduk santai.

"Cantik, berpendidikan, attitude-nya bagus, yaaaa ... gitulah kriteria orang tua kita. Tahu sendiri, kan?"

"Kamu sudah menyukainya?"

"Perlu waktu kalau itu."

"Kapan ketemu dia lagi?"

"Besok di kafe Srengenge Sore."

"Perlu ditemani enggak?"

"Enggak usah. Cuma mau bahas lamaran aja kok."

"Ya dah kalau gitu. Aku pulang dulu. Kalau butuh bantuan telepon aja." Samuel menepuk bahu Langit, lalu berdiri.

"Kakak ke sini sama siapa?" Langit ikut beranjak dari tempat duduknya.

"Sendiri. Ini baru pulang kerja, langsung suruh Mama mampir ke sini. Ambil semur jengkol pesanan Mita."

"Kak Mita doyan semur jengkol?"

"Kalau enggak doyan, ngapain minta tolong Mama masakin semur jengkol."

Langit yang berjalan di belakang Samuel hanya manggut-manggut. Mereka menuruni tangga dan berhenti di ruang makan. Di meja makan sudah tersaji menu makan malam.

"Ma, Pa, aku langsung pulang, ya?" pamit Samuel menghampiri Surya, lalu mencium punggung tangannya.

"Kamu enggak makan malam di sini sekalian?" tanya Hana yang menyiapkan rantang berisi semur jengkol dan rendang.

"Di rumah aja, Ma. Kasihan Mita sama Leo nungguin."

"Ya sudah. Salam buat Mita, ya?"

"Iya, Ma." Samuel mengambil rantangnya, setelah itu mencium pipi kiri Hana. "Mama jaga kesehatan, jangan cape-cape," pesan Samuel setelah menegakkan tubuhnya.

AVIATION IS JUST A LOVE STORY (Airman punya segudang cerita)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang