Meskipun Handoko sudah mengetahui yang sebenarnya, tetapi dia belum bisa percaya begitu saja dengan Langit. Dua hari dirawat, kondisi Senja sudah membaik. Berkat didampingi Langit, pelan-pelan mentalnya yang hampir sakit, kini kembali terbentuk.
"Hari ini mau makan apa?" tanya Langit setelah selesai menyisir dan mengikat rambut Senja.
Padahal dari rumah sakit sudah mendapat makan tiga kali sehari. Namun, Senja kurang selera dengan makanan itu. Akibatnya Langit yang makan jatah dari rumah sakit, Senja dimasakan Hana atau beli.
"Boleh enggak aku makan gado-gado?"
"Belum boleh makan yang keras-keras. Kan kemarin dokter bilang harus makan yang lembut-lembut dulu. Lambung kamu belum bisa nerima makanan yang keras. Kamu masih masa pemulihan." Langit mencolek hidung mancung Senja.
Senja cemberut. "Terus aku makan apa? Aku bosen bubur terus."
"Bubur sumsum gimana?"
Senja menggeleng.
"Bubur kacang hijau?"
Lagi-lagi menggeleng.
"Terus apa dong?"
"Mmmm ...." Senja berpikir. Sekarang di kepalanya hanya terbayang berbagai sayur yang direbus, atasnya ditimpa selada yang hijau, potongan kentang dan timun, disiram saus kacang yang sedikit pedas. Gado-gado makanan favoritnya.
"Sup aja, ya?" tawar Langit, ponselnya sudah siap di tangan, untuk menghubungi Hana.
"Sup asparagus," kata Senja terdengar manja, entah mengapa sikapnya itu melegakan perasaan Langit.
"Oke." Langit langsung menghubungi Hana.
Selesai menelepon, Langit meletakkan ponselnya di atas nakas. Dia duduk di samping Senja, hospital bed sengaja diatur setengah tegak supaya bisa untuk bersandar. Langit menggenggam tangan Senja yang bebas infus.
"Kamu enggak kerja?" Senja melendot di dada Langit sambil memainkan kuku-kukunya yang pendek dan bersih.
"Tukar jadwal sama teman. Besok lusa mulai dinas."
"Terus aku gimana?" Senja mendongak.
"Aku belum bicara lagi sama papamu." Langit menunduk, dia menatap Senja yang cemberut.
"Kan aku udah bilang waktu itu kalau Papa itu beda sama papa-papa di luar sana, yang hatinya enggak bisa luluh hanya disogok martabak."
"Nanti aku bicara lagi deh sama beliau."
"Ck, aku enggak suka kondisi begini." Senja melepas tangan Langit, suasana hatinya kembali gundah.
"Kita harus sabar menghadapi papa kamu."
"Aku enggak mau lagi diatur-atur. Kemarin gara-gara Papa kita sempat salah paham."
"Yang penting kan sekarang aku sudah tahu yang sebenarnya. Terus juga papamu sudah tahu siapa Violet. Bagaimana aku dulu sama Puspita. Kenapa Puspita sampai koma. Alhamdulillah Om Radit juga lapang dada menerima keadaanku yang enggak mungkin bisa menikahi putrinya. Tinggal Tante Yani yang sepertinya belum bisa legowo."
KAMU SEDANG MEMBACA
AVIATION IS JUST A LOVE STORY (Airman punya segudang cerita)
RomanceGilang Langit Ramadhan adalah pilot muda berusia 33 tahun dengan jam terbang tinggi, dia masih ingin menikmati pekerjaannya, tetapi orang tua Langit sudah gelisah lantaran putra keduanya itu tak kunjung menikah padahal teman-teman seusianya sudah me...