Pascakecelakaan, Langit dilarikan ke rumah sakit karena tidak sadarkan diri dan cedera di bagian kepala. Ruangan yang terang, aroma obat-obatan tercium kuat. Senja dengan sabar menunggu Langit sadar.
"Ja, Mama sama Papa ke kantin dulu, ya? Kamu mau nitip apa?" tanya Hana.
Menggeleng lemas. "Aku lagi enggak selera makan apa-apa, Ma."
"Mama beliin teh hangat aja, ya?"
Senja mengangguk. Hana dan Surya pun keluar dari ruang inap Langit. Kemarin, begitu mendapat kabar bahwa Langit kecelakan, Hana dan Surya langsung bertolak ke Yogyakarta. Saat sampai di rumah sakit, ternyata Senja sudah ada di sana bersama Jesica. Karena besoknya akan ada meeting penting dengan perusahaan Reno, Senja meminta Jesica kembali ke Jakarta kemarin malam.
Semalam suntuk Senja menunggu. Sampai pagi ini Langit belum juga menunjukan tanda-tanda siuman. Badannya sudah pegal-pelan karena dia duduk di sebelah brankar tempat berbaring Langit.
"Lang, nyenyak banget sih tidurnya. Cape tahu duduk begini, aku kan juga pengin rebahan," keluh Senja mengusap-usap pinggangnya yang terasa seperti ingin lepas.
Ada pergerakan dari Langit, tangannya. Segera Senja berdiri, menanti Langit membuka mata. Silau, lampu di ruangan itu membias ke mata Langit hingga dia susah membuka mata. Senja menghalangi sinar lampu dengan tubuhnya, dia berada tepat di atas Langit. Perlahan Langit membuka mata. Pertama yang dia lihat wajah lelah bercampur cemas milik Senja.
"Lang?" seru Senja lirih. "Kamu bisa denger aku, kan?" tanya Senja khawatir karena Langit terus menatapnya.
"Ka-kamu ngapain di sini?" Walau pelan, Senja dapat mendengarnya jelas.
"Langit, akhirnya kamu sudah sadar." Senja kegirangan, dia tak pedulikan gengsinya, langsung memeluk Langit.
"Aw, Ja, kamu ngapain sih?" Langit meringis menahan sakit.
"Kamu bikin aku hampir mati berdiri tahu!" Senja menegakkan tubuhnya. "Denger pesawat kamu kecelakaan, rasanya nyawaku udah di ubun-ubun," oceh Senja, entah sadar atau tidak, dia terang-terangan mengakui kalau sedang mencemaskan Langit.
Senyum tipis terukir di bibir pucat Langit. "Makanya, jangan sok-sokan minggat."
Terdiam, tubuh Senja kaku. Senja baru ingat kalau dia saat ini sedang ngambek dengan Langit.
"Mau bantu aku enggak?" tanya Langit memegangi bahunya yang terasa nyeri.
Senja menggeleng, dia memanyunkan bibir.
"Ya sudah." Langit menoleh ke samping, dia melihat ada botol air mineral di nakas. Saat ingin menggapai, tangannya terasa linu.
Senja mengambilnya kasar, dengan bibir masih cemberut, dia membuka tutup botol itu dan memberikannya pada Langit. Setelah minum, Langit kembali berbaring. Kepalanya terasa sedikit pusing.
KAMU SEDANG MEMBACA
AVIATION IS JUST A LOVE STORY (Airman punya segudang cerita)
RomanceGilang Langit Ramadhan adalah pilot muda berusia 33 tahun dengan jam terbang tinggi, dia masih ingin menikmati pekerjaannya, tetapi orang tua Langit sudah gelisah lantaran putra keduanya itu tak kunjung menikah padahal teman-teman seusianya sudah me...