25

349 33 25
                                    

Happy Reading!

Kehidupan seperti misteri. Tidak bisa di atur sesuai keinginan sendiri. Kehidupan bisa saja diramalkan, tapi belum tentu ramalan itu terjadi. Banyak bahagia yang kadang datang tanpa dibendung, mengalir deras dalam kehidupan kita, sampai sampai kita merasa menjadi orang paling beruntung sedunia. Tapi bagaimana jika yang datang tanpa bisa dibendung adalah suatu luka dan kesedihan?

Suatu masalah yang membuat kita merasa kalau hidup tidak ada artinya. Itulah yang sebagian besar manusia lakukan. Selalu merasa senang dengan kebahagian yang datang terus dan ada juga yang bersyukur ada juga yang melupakan Sang Pencipta . Tapi jika kehidupan terasa pahit untuk dijalani, manusia merasa tidak ada pertolongan dari pihak mana pun, termaksud Sang Pencipta. Berlarut larut dalam kesedihan, membuat seseorang mengucilkan diri dari sesama dan menjadi typical orang jahat dan kejam.

.

.

.

.

"FANYA......!"

"Bangun sekarang! Kamu udah telat" Teriak bunda dari dapur terdengar melengking.

Nyawa Fanya seolah olah ingin keluar, dari dalam tubuhnya. Suara bundanya sangat keras dan melengking, seperti toa yang di pake di sekolah mereka. Fanya mulai beranjak bangun dari tidurnya, ia terduduk sebentar untuk mengumpulkan jiwa nya. Dia termaksud orang dengan tekanan darah rendah, yang tinggi sehingga saat bangun ia harus duduk sedikit, atau tidak dia akan ambruk.

Ia mulai bergegas mandi, dan tidak butuh waktu 5 menit ia sudah selesai bersiap siap. Dan berjalan keluar dari kamar nya yang seperti kapal pecah. Tenang aja, nanti abangnya yang bersihkan.

"Bunda! "Panggil Fanya dengan nada jutek dan duduk di salah satu kursi yang ada dimeja makan.

"Apa lo?! " Balas bundanya tidak mempedulikan kehadiran Fanya, ia tetap lanjut menyiapkan sarapan untuk kedua anaknya.

"Tau nggak, tiap pagi itu nyawa Fanya selalu terancam copot dari badan Fanya karena suara bunda. Biasanya kalau teman teman Fanya masih tidur, bunda mereka ketuk pintu kamar pelan pelan terus baru bangunin anak mereka dengan lembut. Lah bunda, main teriak teriak aja. Untung nggak copot beneran nih nyawa Fanya. Sesekali bunda manjain Fanya kek"

"Apa itu berpengaruh untuk gue? Nggak! Kalau lo mau jadi kayak teman teman lo, hus.. Sana cari bunda baru biar dimanja majain" Balas bunda meletakan nasi dengan telur dadar di depan Fanya.

"Sabar Fanya. Lo makin imut kalo lo sabar" Ucap Fanya menenangkan dirinya. Dia dan bunda nya emang selalu seperti itu, dari tinggi bandan yang hampir sama, mereka juga sangat tidak akur satu sama lain. Selalu adu bacot, selalu ribut dan satu lagi bunda kadang memanggil Fanya dengan sebutan 'lo gue' terkesan kurang sopan sih tapi itulah bundanya Fanya.

"Hari ini bakal ada exschool bund, jadi Fanya pulang pasti telat lagi" ujar Fanya disela sela ia melahap sarapannya. Ia tidak begitu suka dengan sarapan hanya roti saja, ia sudah akan lapar sebelum istirahat. Jadi dia akan makan nasi setiap pagi.

"Iya intinya langsung pulang aja. Heh tadi si Angki kasih tau bunda kalo lo ikut balapan lagi kan? Ngaku lo! Udah di bilangin jangan ikut balapan lagi, masih aja melawan" Ceramah bunda membuat Fanya seketika mengumpati Angki si abang laknat nya yang tidak tau diri. Padahal Fanya sudah rela membelikan dia kiko.

"Iya bunda"Jawab Fanya singkat.

"Lamanya hidup itu nggak ada yang tau. Jangan melakukan sesuatu yang bakal buat nyawa Fanya terancam" Kini suara bunda makin lembut dan tenang. Fanya mendongakkan kepala melihat kearah bunda. Tumben, batin Fanya.

FANYA(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang