Happy Reading!
Ini bukan soal cinta! Aksara dan puisi cinta hanya sebuah stetment dalam mengungkapkan perasaan. Imajinasi dan Ekspektasi hanyalah angan yang tak kunjung menghantui pikiran.
Panjangnya malam, hanyalah sebuah durasi waktu yang terlihat membosankan namun memiliki arti. Tak pernah dekat dengan arti kata memiliki, tapi tak bisa dipungkiri, bahwa detak jantung dan pikirkan ini selalu melambung jauh untuk menggapai Kata memiliki itu.
Senyuman itu menggambarkan sebuah kode yang susah dipecahkan, kedua bola mata ini selalu memantau berharap, kelak dimana kedua bola mata ini bisa ditatap dan diberi kesaksian kalau perjuangan cinta ini tidak sia sia.
Coretan tangan ini dalam buku berhalaman seribu lembar pun, tidak dapat cukup menampung semua rasa kekaguman dan kecintaan ku pada mu.
Terlalu banyak, dan tak dapat ditampung. Bahkan ketika ku ceritakan pada Pisau cuter dan silet pun mereka sudah bosan dan muak.Darah dan jeritan tangisan para kelinci itu, yang dapat menambah gairah ku, untuk tidak henti hentinya mengagumi dan mencintai mu.
Tapi sayang, bahkan semua rangkai dan banyaknya kalimat yang tidak dapat di jabarkan. Aku masih tersembunyi dan berdiam dalam labirin sempit dan tak pernah mampu maju dan menghampiri mu. Hati dan jiwa ini sudah sangat siap, tapi ketika aku melihat mu dari jarak sepuluh meter saja, jantung ku seperti ingin meledak. Batinku berkata maju temui dia! Setidaknya ucapkan Hai. Tapi tubuh ini terus menghindar seolah olah itu adalah alarm berbahaya untuk menjaga kondisi jantungnya tetap aman.
Dan semuanya terus berlanjut terus menerus, hingga hampir genap enam tahun. Siklus nya tidak berubah. Ketika kekecewaan muncul maka cuter dan silet harus siap mendengarkan curahan hati ku. Dan untuk Darah dan jeritan para kelinci mampu membuatku sedikit terhibur.
"Hei sayang...jangan menghindar terus. Gue bahkan belum menyentuh lo. Jangan buat gue makin gemes nyiksa lo" Cewek itu mendekat pada gadis 13 tahun yang mereka sebut kelinci. Gadis kecil itu merapatkan diri pada sudut ruangan dan menangis bisu. Sedangkan Cewek Iblis pencinta darah itu, berjalan ke arahnya dengan satu pisau cuter ditangan kanan dan paku di tangan sebelah kiri. Ia tersenyum begitu lebar, ia bahkan sekarang terlihat seperti joker.
"Santai dan nikmati saja! Usahakan jeritan lo itu bisa gue dengar, gue lagi bosan sekarang. Mungkin dengan dengar jeritan lo itu, bisa beri sedikit hiburan" Sekarang Cewek iblis itu melepas jaketnya, dan membuang asal. Ia mendekat dan menyentuh wajah gadis 13 tahun itu.
"Teryata wajah lo mulus banget, boleh gue ukir sesuatu yang terlihat indah di sana hm?" Gila! Cewek Iblis itu menangkup pipi gadis kecil itu, dengan sekuat tenaga gadis itu merontak untuk melepaskan cekalan itu tapi rahangnya makin sakit.
"Tolong jangan..." Isak tertahan gadis itu. Bukannya kasian, cewek itu malah terkekeh dan mulai menggores pipi gadis dengan cuter. Lalu ia membuat seperti bentuk bunga mawar. Teryata cewek Iblis itu berseni. Dari ukirannya saja, itu terlihat sangat rapi dan terlihat berseni.
"Wah ternyata mawarnya mengeluarkan cairan!" Seru nya pura pura kaget dan terlihat begitu senang, karena sudah bisa mengukir bunga di wajah gadis kecil itu.
"Ayo menjerit manis! Gue bosan kalau lo diam diam aja" Ia kembali berseru. Dengan sekuat tenaga gadis kecil itu menggigit bibir bawahnya agar suaranya tidak keluar.
Sekarang karena bosan hanya mengukir di wajah saja, cewek iblis itu melihat turun ke tangan dan kaki gadis kecil itu. Dia begitu menikmati, saat dengan sengaja ia menikam kaki gadis kecil itu dengan paku berulang ulang, sehingga jeritan itu pun kian menjadi alunan musik merdu dalam pendegaran cewek Iblis itu.
Ia semakin gencar dan mulai melukai badan gadis itu, ia membuka pakaian gadis itu dan mulai mengores bahkan menusuk nusuk badan gadis itu. Semakin ia melakukannya, semakin senang ia. Saat membunuh gadis kecil itu, dalam pikirannya ia sedang membunuh Fanya. Ah ingin sekali ia bermain main dengan cewek kolot itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
FANYA(END)
HumorHujan turun membasahi keduanya. Alam seolah merasakan pedihnya kisah Fanya dan Garra, dua insan yang mungkin ditakdirkan untuk tidak bersama namun mereka memaksakan kehendak.