Happy Reading!
"Untung tadi, lo buat Fanya cari masalah sama Morgan, kalau nggak gue bisa bayangin nasib kita kayak gimana" Tutur Catrin senang dengan ide Cemerlang Maya. Di keadaan sulit seperti ini, memang Maya yang paling bisa di andalkan.
"Oh jadi kalian buat Fanya ribut sama Morgan? kalian takut dipukul karena bescamp belum bersih, gitu?" Marsya baru tau. Teryata kesibukan teman temannya tadi karena bescamp belum bersih. Dan perihal Fanya tidak ikut ke bescamp pasti karena ide Maya. Dasar cewek cewek Sampah.
"Heh Cil! Mending lo ambil congklak di laci lemari terus main sama Zalfa, dari pada lo bacot. Sebentar awas kalau lo adu sama Fanya, gue gundulin ketek lo" Sarkas Zelena membuat Marsya misu misu, tapi karena ini berkaitan dengan barang mainan maka Marsya tidak akan melapor pada Fanya.
"Lo emang licik May" Sinis Jaen lalu kembali fokus pada layar ponselnya.
"Terkadang lo emang harus jahat sama orang, biar lo tau arti bahagia meskipun itu terdengar egois"Ucap Qeira membuat teman temannya bertepuk tangan memuji kepintaran sesaat Qeira.
"Teryata otak lo di kepala, gue kira selama ini di tumit kaki lo"Ucap Tasya membuat Qeira ingin sekali menampar mulut cewek itu.
"Udah jam delapan anjir, gue balik sekarang" Ifanca melirik pada jam tangannya, dia tadi sudah izin pada mamanya tapi yang akan jadi masalah adalah abangnya itu.
"Lo nggak bawah mobil, nanti lo pulang naik apa?" Tanya Larra ketika Ifanca sudah bangkit dari duduk dan mengenakan tasnya.
"Oiya ya, gue kan nggak bawah mobil" Ingat Ifanca menepuk jidatnya.
"Gue antarin aja yok"Ucap Aqilla memberi usul.
"Nggak ngerepotin nih?"Tanya Ifanca.
"Tenang aja kali, gue udah biasa di repotin sama manusia semua yang ada disini jadi aman" Balas Aqilla langsung ditatap tajam oleh teman temannya.
"Yaudah jalan sekarang, nggak usah bacot lagi disini. Gue nggak suka dengar sampah masyarakat banyak bicara" Usir Vanly pada Ifanca dan Aqilla. Dia memang kadang suka sensian nggak jelas. Aqilla memilih menarik tangan Ifanca dan keluar dari situ, sebelum ribut lagi dengan cewek sensian itu.
"Lo tau nggak kenapa nama lo di panggil Vanly?" Tanya Kaswa tiba tiba, saat semua sedang sibuk dengan aktivitas mereka masing masing.
Vanly melirik sekilas, kemudian mengangkat alisnya. "Nggak tau, yang namain Emak gue, bukan gue. Kalau mau tanya silsilah nama gue, tanya di emak gue" Ujarnya ngegas.
"Santai aja kali, orang tanya nya bae bae juga" Catrin menambok kepala Vanly dengan bantal sofa yang sedang ia pegang.
"Emang kenapa?"Tanya Seailla.
"Yang lain tau nggak? Masa cuman tebak tebakan kek gitu aja nggak bisa jawab" Bukannya menjawab, Kaswa kembali berujar menantang teman temannya.
"Ya karena nama dia emang Vanly" Jawab Dasqi masih meminum teh hangat menggunakan dot. Bocil yang satu ini, sudah di hujat dan dihina oleh berbagai pihak, tapi dia tidak pernah peduli. Dia tidak Pansos, cari muka, atau semacamnya. Dia memang sudah terbiasa minum dengan dot jadi itu terbawa sampai dewasa. "Cari muka buat apa coba? Emang muka cantik gue kurang ya, di tempel di sini? "Itulah Ucapan yang akan Dasqi ucapkan ketika mereka bertanya atau mengkritiknya.
"Ya kalau namanya Bernadus, nggak mungkin di panggil Vanly! "Meimar ikut menjawab.
"Otak kalian sekecil upil gue" Tutur Kaswa kembali.
"Upil lo aja segede kelereng, lo bilang kecil? Bangsat lo"Ucap Larra emosi.
"Emang jawab nya apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
FANYA(END)
HumorHujan turun membasahi keduanya. Alam seolah merasakan pedihnya kisah Fanya dan Garra, dua insan yang mungkin ditakdirkan untuk tidak bersama namun mereka memaksakan kehendak.