26

297 29 19
                                    

Happy Reading!


"Fanya gak cantik, tapi bunda bangga sama kamu. Kamu gadis kuat yang punya impian jadi orang yang bisa bermanfaat untuk orang lain"

"Bangun Fanya! "

"Gimana kalo kamu  bunda panggil pakai embel embel 'lo gue' biar bunda gak kelihatan tua gitu"

"Lo udah dewasa, jadi jangan terus terus repotin bang Marsel Fan, nanti kalo bang Marsel sama bunda gak ada, siapa yang bakal masakin kamu? Siapa yang bakal nyuci pakaian kamu? Siapa yang bakal ngurusin kebersihan rumah? Jadi Fanya yang mandiri dong!"

"untuk kuat bunda gak raguin lo, tapi sedikit feminim perlu Fan.kamu itu cewek, setidaknya beberapa kebiasaan kamu bisa mencerminkan kalo kamu pakai donat bukan burung"

Kilas balik ucapan bunda seperti kaset rusak di kepala Fanya, sialnya di saat ia begitu ingin buru buru malah hujan turun begitu deras. Ia takut ralat lebih tepatnya sangat takut. Kehilangan satu orang yang berharga saja sudah buat Fanya terpuruk, apalagi bundanya sekarang. Karena terlalu fokus dengan pikirannya dan tidak memperhatikan jalan,

Brak...

Kepala Fanya pening, penglihatannya memburam.

"cepat di antar ke rumah sakit " itulah kalimat yang Fanya dengar sebelum akhirnya semua gelap.

***

"Ja, bukannya Fanya udah datang lebih dulu? "tanya Marsel pada Jaen saat ia dan teman teman Fanya duduk sekitar hampir 15 menit.

Baru hendak menjawab, dokter yang  menangani bunda keluar.

"Gimana keadaan bunda saya?"

"kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi keputusan ada di tangan Sang Pencipta. kami semua turut berduka cita ya" ucap dokter dengan raut wajah sedih, dan meninggalkan mereka untuk mengecek pasien lain.

Seketika kedua kaki Marsel seperti jeli. Ia langsung terduduk di lantai, menatap kosong ke depan dan beberapa detik air matanya mulai mengalir membasahi kedua pipinya.

Teman teman Fanya menatap Marsel dengan tatapan kasihan. Cowok yang mereka anggap sebagai Abang bersama seisi kelas XIIipa5 ini, yang terlihat bijaksana dan berwibawa bisa terpuruk dan menangis sesegukan seperti ini.

Pasti sakit, di tinggal ayah waktu masih SMA. Berusaha jadi laki laki kuat yang selalu melindungi kedua bidadarinya, bekerja keras demi kedua bidadarinya, terus bertahan demi kedua bidadarinya  dan lihat sekarang, ia akan kehilangan orang yang sangat ia cintai. Hancur. Marsel terus menangis.

"Kenapa harus bunda? Kenapa harus bidadari gue! Sakit.... " lirihnya pelan sambil memeluk Jaen yang berjongkok di depan Marsel, niat menenangkan abang Fanya itu.

"Sabar bang.... saya tau abang kuat"balas Jaen lalu memeluk Marsel sambil menepuk pelan bahu cowok itu seolah memberi kekuatan.

"Fanya"

"Fanya dimana?" Marsel teringat Fanya yang sedari tadi belum muncul.

"Bentar. Sih Dasqi lagi nelpon dia"

"Hallo, Fan" Ucap Dasqi ketika panggilan telpon tersambung.

"Hallo, Das. Ini gue Garra. Fanya kecelakaan jadi sekarang lagi di rumah sakit Bakti" jawaban panggilan itu ternyata Garra.

"Di dia keadaannya gimana? Cidera gak?dia udah sadar belum? Ya ampun." Panik Dasqi.

***

"Aku dan seisi rumahku, akan selalu menyembah mu, Tuhan dan Rajaku. Di dalam kasih karuniaMu, yang hidup saling melayani dan melayaniMu." suara keempat orang menyanyi dengan penuh sukacita melantunkan lagu yang sangat mereka suka, Marsel yang baru berusia duabelas tahun terlihat begitu lincah memetik sinar gitar. Fanya tersenyum memandang Ayah dan bunda, serta bang Marsel secara bergantian.

Tuhan begitu baik, di usia yang masih dini saja, ia sudah didekatkan dengan pencipta berkat keluarganya ini.

"Ayah,kalau Fanya minta biar Tuhan gak pisahin kita bisa?" tanya Fanya menatap Ayahnya dengan penuh penasaran. Ayahnya memandang Fanya,sekilas senyum muncul, bunda dan Marsel tetap melantunkan lagu itu.

"kita gak bakal terpisah.Sekalipun Ayah harus pergi dahulu,ayah akan tetap sama kalian" Surai rambut Fanya diusap dengan lembut oleh sang ayah sambil menjawab pertanyaannya tak lupa senyum yang tidak luntur dari kedua sudut bibirnya.

"Emang nanti ayah mau pergi dahulu kemana? Fanya, bunda sama bang Marsel sekalian ikut aja, biar kita sama sama terus" Fanya kembali berujar pada ayahnya.

"Iya deh, terserah Fanya aja"kekeh Ayahnya lalu mengajak Fanya ikut bernyanyi dengan bunda dan Marsel.

"Bila Tuhan menjadi Kepala rumah ini,
maka berkat kehidupan tercurah selalu.
Datanglah krajaanMu, jadilah kehendakMu. ku alami setiap waktu, keluarga ku adalah Surga ku"  mereka berempat saling bergandengan tangan, setelah lagu berakhir, lalu Ayah Fanya memimpin mereka dalam doa.

Tes...

Air mata Fanya mengalir, mimpi tadi membuat ia seolah olah ingin memiliki kekuatan untuk memutar waktu, ia ingin kembali merasakan masa masa itu.

Hidupnya kedepan pasti akan kacau, Fanya sudah tau itu.

Shhh...

Ia berdesis lalu mencoba bangun dari tidur nya, saat ia sadar ternyata sudah berada di rumah sakit. Ia mencopot infus yang ada ditangannya,menahan sakit di beberapa bagian tubuh, dan mencoba untuk turun dari brankar.

Luka jahitan di dahinya dan beberapa memar di lutut dan siku sudah diperban. Ia berjalan kearah pintu untuk segera pergi melihat bunda nya. Oh Tuhan, semoga bunda nya baik baik saja.

"Eh Fanya, kenapa lo turun, luka lo belum membaik,jadi lo harus tunggu sampai dokter datang dan kasih info"Fanya hampir saja jatuh kalau Garra tidak muncul di depan pintu dan menahannya.

"Lo pikir gue peduli hah? Gue mau lihat bunda gue sekarang! Lo gak ada hak buat nahan gue"Ucap Fanya dingin, melepaskan pelukan dari Garra.

"Tapi...  tadi kata Dasqi.... ..." Ucapan Garra mengantung.

"Apa?! Dasqi bilang apa?! "Ucap Fanya memaksa.

"Dia bilang kalau bunda lo... "Garra kembali mengantung kalimat nya, dan tidak sampai beberapa menit ia sudah terjatuh menghamtam lantai, karna Fanya menonjok rahang Garra dengan kuat.

"Bunda gue kenapa anjing?! "Teriak Fanya murka. Saat ia meraih ganggang pintu,Garra menahan tangan Fanya.

"Bunda lo udah meninggal dunia"Ucapan Garra seperti sihir, membuat Fanya seketika diam seperti patung. Apa? Dia bercanda kan? Bilang ke Fanya kalau ini prank?

Fanya langsung jatuh terduduk di lantai, dan menangis dengan pilu, tapi sesekali ia tertawa merasa kalau ini hanya mimpi saja. Ia menampar pipi nya dengan kuat, mencoba meyakinkan kalau ini mimpi.

"Fan udah "Ucap Garra menahan tangan Fanya yang mencoba menyakiti dirinya sendiri. Fanya mengangkat kepala memandang Garra, lalu...

"Sial! Ini semua gara gara Lo anjing! Kalau gue gak dekat sama lo gue gak bakal kehilangan......... " Ucap Fanya terhenti dan setelah itu semua gelap.



.

.

.

.

Tbc

Vote and comment!
Huwa akhirnya up juga:)
Btw kedepanya masalah bakal tambah banyak.
Hahaha tapi jujur ya, gue orang nya gak tegaan, mau buat tokoh utama terpuruk aja gue kok gak kuat ya :$

FANYA(END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang