22

1K 131 8
                                    

Hari ini gue dikejutkan dengan kelakuan Kai. Padahal masih pagi dan Kai udah ribut aja, bikin gue makin pusing.

Gue bangun jam 5 pagi dan tidak mendapati Kai di kamar. Gue cari-cari nggak ketemu. Mobil masih terparkir rapi di garasi. Hanya saja sepeda lipatnya berkurang satu. Itu tandanya Kai pergi tanpa pamit. Dan dia nggak mungkin olahraga karena ini bukan hari libur.

Karena capek nyari Kai, gue akhirnya memutuskan untuk masak dulu. Setelah masak gue naik ke atas untuk mandi dan bersiap-siap untuk berangkat kerja. Tapi baru keluar dari kamar mandi, gue dikejutkan dengan wajah Kai yang sudah ada di depan pintu kamar mandi sambil menyodorkan kresek hitam ke arah gue.

"Apa ini mas?" tanya gue bingung sambil menerima dan memeriksa isinya. "Mas dari subuh kamu ngilang cuma buat beli ini?"

Gue hanya bisa menepuk dahi ketika Kai dengan polosnya hanya mengangguk dan tersenyum lebar. Gue emang rada nggak enak badan dari semalem, sempat mual juga pas abis makan malam. Tapi bukan berarti gue hamil. Gue cuma masuk angin biasa aja karena sorenya gue kehujanan setelah ketemu sama klien. Tapi Kai malah lebay banget beliin gue testpack banyak banget.

"Cepet dicek, apa mau langsung ke dokter aja biar jelas?" Kai semakin antusias.

"Mas, aku kan udah bilang dari semalem kalo aku cuma masuk angin. Ini juga kenapa belinya banyak banget." gue menghitung testpack yang ada di kresek dan jumlahnya amazing. Gue sampai geleng-geleng kepala.

"Aku beli semua yang ada di apotek tadi. Soalnya kata apotekernya kalo cuma beli satu nggak meyakinkan." jelasnya lagi yang semakin membuat gue lemas.

"Gini ya mas aku jelasin." gue menarik tangan Kai dan mendudukkannya di tepi ranjang. "Jadi kemaren itu aku ketemu klien, dan pulangnya aku naik ojol terus kehujanan. Makanya aku masuk angin. Bukan mual karena hami mas."

"Coba dicek aja sayang, siap tau ada isinya." Kai masih memaksa gue untuk ngetes.

"Mas, aku nggak hamil. Ini mending aku simpen aja ya buat nanti." gue udah mau memasukkan satu kresek testpack ke dalam laci tapi Kai buru-buru menahan tangan gue.

"Dicek sayang, please!" Kai menangkupkan kedua tangannya di dada sambil memohon dengan wajah memelasnya.

"Maaf ya mas bukannya aku nggak mau, tapi beneran aku nggak hamil. Ini aja aku baru haid loh mas. Yakin masih mau maksa aku buat ngetes?"

Mendengar jawaban dari gue, Kai langsung menjatuhkan badannya di kasur dan bibirnya mengerucut lucu. Gue sampai terkekeh melihat tingkahnya pagi ini. Ada-ada aja.

"Terus kapan dong kita punya dedek bayi?" Kai menatap gue yang kini sudah sibuk untuk mengganti baju.

"Sabar dong mas. Kan kita juga baru nikah sebulanan. Nanti pasti dikasih kok."

Di antara gue sama Kai memang yang paling pengen cepet-cepet punya anak itu Kai. Gue juga pengen, tapi ya sedikasihnya aja mau kapan. Tapi ini Kai ngebet banget, katanya udah nggak sabar pengen punya anak. Kita juga udah berusaha maksimal. Tapi kalau belum dikasih ya gue tetep sabar. Lagian pernikahan gue baru berjalan sebulan.

"Sekarang mas mandi ya, udah siang loh ini." gue menarik tangan Kai untuk berdiri.

Kai dengan wajah lemasnya akhirnya berdiri an kini menatap gue. "Cantik banget istri aku." ucapnya yang langsung memeluk gue, lebih tepatnya menjatuhkan tubuhnya ke gue.

"Mas, berat ih." gue berusaha menyingkirkan tubuh Kai dari badan gue.

"Biasanya juga ditindih di ranjang nggak berat." Kai melepaskan pelukannya dan menatap gue.

"Ini mulutnya perlu disumpel." gue menarik kedua bibir Kai dengan tangan.

Kebiasaan banget, masih pagi juga ngomongnya udah mesum aja. Udah sebulan ini Kai sering ngomong kaya gitu, tapi tetep aja gue masih malu tiap denger dia ngomong kaya gitu. Jadi inget kejadian yang iya iya kan.

LIMERENCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang