"Maksud lo?" ini gue nggak salah dengar kan? Apa pendengaran gue terganggu? Mana ada cewek yang minta dihamilin. Mbaknya waras??
"Gue mau anak dari Kai." tegas cewek itu lagi.
Gue semakin melongo mendengar penuturan cewek itu lagi. bagaimana mungkin seorang cewek merendahkan dirinya sendiri dengan meminta dihamili?
Bentar deh, otak gue nggak nyampe ke sana buat mikir.
"Fasya cukup! Dengan lo tau kalau gue udah tunangan, gue anggap lo nggak akan ganggu gue lagi." Kai membukakan pintu mobil dan memaksa gue untuk segera masuk ke dalam mobil.
Selama perjalanan baik gue maupun Kai nggak ada yang mau buka suara. Kai masih terlihat marah. Gue yang masih penasaran cuma bisa mengurungkan niat buat bertanya macam-macam. Ngelirik Kai aja rasanya takut apa lagi sampai nanya. Mending diem aja. Lagian gue nggak bisa santai kalau ngomong sama dia. Bawaannya emosi mulu. Ntar malah jadi tambah memperkeruh suasana.
"Maaf ya Tal, gue bikin lo nggak nyaman tadi." ucap Kai setelah memarkirkan mobilnya di depan rumah gue.
"Cewek yang tadi mantan lo?" Kai mengangguk menanggapi pertanyaan gue.
Banyak banget pertanyaan yang mengendap di otak gue. Tapi kayanya Kai lagi nggak mood buat diajak ngobrol. Dia keliatan banget stres. Dan gue nggak mau malah makin membuat beban pikirannya. Akhirnya gue cuma diem aja dan turun dari mobil. Gue masih bisa nanya besok-besok. Kalau masih kepo si, kalo nggak ya bodo amat. Gue juga nggak peduli si.
*
Tiga hari berturut-turut setelah gue ngobrol sama Mama gue selalu mimpi Bryan. Gue nggak tau gue ada di mana, di samping gue ada Bryan yang memakai pakaian serba putih dan gue juga pakai baju putih ada dalam sebuah ruangan yang serba putih juga. Dan dari sini gue liat ada sebuah cahaya terang banget membuat gue menyipitkan mata gue karena silau. Di situ gue liat ada Kai yang tengah berdiri dan tersenyum ke arah gue. Lalu gue melihat ke arah Bryan yang juga tersenyum ke arah gue. Tanpa berkata sepatah kata dia mengisyaratkan gue buat mendekat ke arah Kai. Dan gue nurut aja. Sampai tiga hari gue selalu mimpi yang sama.
Gue jadi semakin kepikiran sama keputusan gue yang udah matang. Gue jadi mikir maksud dari mimpi gue itu apa.
*
"Gue sayang sama lo Tal."
Gue yang baru aja buka pintu mobil tiba-tiba membeku mendengar ucapan Kai yang baru aja nganter gue balik. Dari gelagatnya emang udah mencurigakan dari tadi. Biasanya dia ketus sama gue, tapi dari pagi dia malah lebih banyak diemnya.
"Gue tau ini terlambat, tapi gue sayang sama lo tal. Dan gue cemburu liat lo sama Rafael."
Gue masih diem dan nggak berniat buat membalikkan badan. Gue nggak sanggup melihat Kai karena air mata gue udah menetes sejak dia bilang sayang ke gue.
Kenapa gue bisa sesedih ini mendengar pernyataan Kai? Hati gue sakit banget denger dia ngomong kaya gitu. Kenapa nggak dari dulu Kai? Kenapa baru sekarang?
"Tal?"
"Maafin gue Kai."
Gue langsung turun karena gue nggak mau dia denger gue yang udah mulai terisak. Gue menyandarkan badan gue di pintu gerbang sambil tangan kanan gue menutup mulut gue.
*
"Sayang kenapa bengong, itu nasi gorengnya di makan. Katanya laper?"
Dan kerjaan gue selalu aja bengong. Gue selalu kepikiran masalah ini tapi gue belum cerita ke Rafael karena gue juga nggak yakin sama maksud dari mimpi gue. Padahal dia udah bela-belain ke Jakarta karena gue bilang kangen. Tapi pas ketemu malah gue nggak fokus gini.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE (END)
FanfictionMemperjuangkan sesuatu yang sudah menjadi milik orang memang tidak mudah