2 tahun kemudian....
Gue selalu mensyukuri apa yang sudah terjadi pada diri gue sendiri. Setelah dua tahun yang lalu gue memutuskan hal yang sebenernya sangat berat banget. Bukan hanya bagi gue, tapi juga bagi keluarga gue. Mungkin kebanyakan orang hanya melihat kebahagiaan kita aja. Tapi mereka nggak pernah melihat saat kita benar-benar terpuruk.
Setelah lulus, gue nggak langsung nikah. Nggak seperti rencana awal pas masih kuliah dulu. Setidaknya sekarang kue udah hampir setahun bekerja di salah satu perusahaan swasta yang ada di Jakarta. Awalnya semua biaya pernikahan emang bakal ditanggung sama papa, tapi gue nggak mau. Gue ngotot harus ikut andil dalam pernikahan gue sendiri.
"Halo, kamu di mana? Aku udah di depan ini." begitu gue mengangkat, orang yang ada disebrang langsung membuka suaranya.
Orang yang dua tahun lalu ninggalin gue. Yang katanya bilang mau lupain gue setelah membeberkan fakta kalau dia baru aja diterima S2 di Aussie. Dan orang yang sempat membuat gue down waktu itu.
"Aku baru nyampe parkiran kak. Bentar-"
"Nggak usah kamu di situ aja, biar nggak bolak balik. Kamu capek pasti abis pulang kerja." potong Rafael yang langsung mematikan sambungan telepon.
Gue cuma nurut aja, nunggu dia di depan mobil. Mungkin sekitar 5 menit gue lihat Rafael berjalan ke arah gue dengan sedikit tergesa. Satu tangannya menyeret koper besar dan tangan lainnya melambai ke arah gue.
"Kak," gue berjalan pelan ke arahnya, senyum gue mengambang. Ini pertemuan kita untuk pertama kalinya setelah dia pamit dulu.
Begitu sampai di depan gue, Rafael langsung memeluk gue sekilas. Setelah itu dia mengacak rambut gue. Gue bersyukur, karena semua yang dia bilang dua tahun lalu itu sama sekali nggak terjadi. Karena sampai saat ini dia masih sama. Hanya satu hal yang gue tau udah berubah darinya.
Drrtttt drrtttt
"Halo?" gue langsung mengangkat telepon itu begitu melihat kalau itu dari butik.
"Halo mbak Krystal, untuk kebayanya udah selesai diperbaiki. Kalau ada waktu besok bisa ke butik sama calon suaminya buat fitting lagi?"
"Kebetulan dia baru aja pulang mbak, mungkin lusa kita baru bisa."
Kesel banget gue waktu itu nggak bisa ngontrol makan. Bisa-bisanya pas fitting malah kebayanya kesempitan. Dan gue akhirnya harus menjaga pola makan gue. Padahal kerjaan gue lagi hectic banget mengingat gue mau ngambil cuti bulan depan buat acara pernikahan gue.
Dan nggak nyangka banget sebenernya gue udah mau jadi istri orang. Sebenernya bukan hanya masalah biaya pernikahan aja yang membuat gue harus mengundur pernikahan. Salah satunya gue belum bisa masak. Dan alhasil setahun belakangan gue selalu belajar masak di tengah kesibukan gue sebagai karyawan perusahaan di bagian marketing.
Untung orang-orang butik itu sabar banget ngadepin gue yang cerewetnya minta ampun. Karena gue pengen semua yang gue pake itu terlihat sempurna. Gue nggak mau ada yang cacat sedikitpun. Apa lagi masalah kebaya.
"Makan dulu ya," gue mengangguk menjawab pertanyaan Rafael yang kini sudah duduk di bangku kemudi dan diap menjalankan mobil.
Kita memutuskan buat makan soto betawi. Udah ngidam banget katanya Rafael dari kemaren-kemaren. Hampir dua tahun dia nggak pulang. Udah jelas kangen makanan Indonesia lah pastinya.
"Tumben makannya dikit?" tanya Rafael saat melihat gue udah selesai makan, padahal gue baru makan setengahnya.
"Takut kebayanya kekecilan lagi kaya kemaren." gue memanyunkan bibir ke arahnya saat Rafael langsung ketawa kenceng banget.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE (END)
FanfictionMemperjuangkan sesuatu yang sudah menjadi milik orang memang tidak mudah