15

1.2K 207 12
                                    

"Nggak gitu tal, dengerin penjelasan aku dulu." Kai menahan tangan gue saat gue akan meninggalkan dia.

"Apa lagi si Kai?" gue melepaskan tangan gue dari Kai.

"Aku cuma nemenin dia minum, dia lagi ada masalah makanya butuh temen ngobrol." jelas Kai lagi yang sama sekali nggak bisa membuat gue mau memaklumi kesalahannya.

"Itu artinya dia lebih penting kan dari aku?" gue menatap Kai yang kini hanya bisa mengusap wajahnya kasar. "Diam berarti benar kan?"

"Aku nggak bisa bilang masalah dia apa, tapi dia benar-benar lagi butuh aku tal. Dia nggak punya temen deket selain aku." jelas Kai lagi.

"Aku nggak ngerti Kai." gue langsung meninggalkan Kai.

Gue bener-bener sama Kai. Udah berulang kali gue mencoba mengerti dia tapi nyatanya gue sama sekali nggak bisa memahami dia. Dari awal kita dijodohin gue sama sekali nggak pernah bisa memahami pola pikirnya.

Awal perjodohan dia menolak dan mulai gonta-ganti pacar. Dengan sengaja selalu memamerkan ke gue semua pacar-pacarnya yang selalu ganti tiap bulannya. Seolah menunjukkan ke gue kalau dia emang nggak mau sama gue.

Sampai kemaren dia jadian sama Nadia dengan alasan pengen deket sama gue. Gue sama sekali nggak paham sama dia kenapa bisa berpikir seperti itu. Tapi disaat gue udah menerima dia kembali dia malah seenaknya mempermainkan gue kaya gini. Gue sama sekali nggak paham sama dia.

***

Udah seminggu ini Kai nggak pernah lagi ke rumah, tadi mama abis dari rumah bunda dan bilang kalau Kai sakit. Sebenernya gue udah diajak buat ke rumah bunda, cuma gue menolak. Tapi kali ini bunda mengharuskan gue untuk ke rumah Kai. Padahal gue masih nggak mau ketemu Kai. Meskipun sekarang gue udah baik-baik saja, tapi ya tetep aja pasti bakal canggung kalau gue ketemu.

"Udah sana berangkat, bunda mau berangkat arisan. Kasian dia sendirian di rumah nggak ada siapa-siapa." gue yang masih enggan beranjak dari posisi nyaman menyandar di sofa sambil menonton serial kartun yang sedang tayang di tv hanya bisa memanyunkan bibir sambil beranjak untuk mengganti baju.

"Ma, harus banget aku ke sana?" gue menghentikan langkah lalu membalikkan badan untuk bertanya kepada mama.

Tapi percuma saja protes, sekarang aja mama udah menatap gue tajam. Itu artinya gue emang harus benar-benar menjalankan perintah mama. Mama nggak mau dibantah kali ini. Udah nasibnya gue emang.

"Krystal berangkat dulu ma." gue menyalami mama yang saat ini tengah menyiapkan makanan di dapur.

"Kok gitu mukanya?" gue langsung mengubah raut wajah gue yang awalnya cemberut jadi tersenyum selebar mungkin dan membuat mama menggelengkan kepalanya. "Nih dibawa,  tadi bunda bilang Kai belum mau makan. Kebetulan mama kan masak ayam kecap, siapa tau Kai mau makan makanan kesukaannya."

Setelah itu gue langsung berangkat ke rumah Kai menggunakan ojek online. Gue males kalau harus nyetir, lagian kan nggak jauh-jauh banget dari rumah gue. Panas si emang siang-siang begini naik motor, tapi biar cepet nyampenya.

Setelah sampai, gue langsung masuk ke rumah Kai. Bunda sempet bilang juga nanti langsung masuk aja ke kamar Kai. Soalnya di rumah nggak ada orang, jadi dari pada nunggu Kai buka pintu mending langsung masuk aja.

"Kai," gue mengetuk pintu kamar Kai. Meskipun gue punya akses untuk masuk, tapi gue nggak tau kan kalau Kai di dalem lagi ngapain? Apesnya kalau dia lagi ganti baju gimana? "Ini aku Krystal, boleh masuk nggak?"

"Masuk aja." setelah mendengar suara Kai gue langsung masuk.

Saat gue masuk, Kai bukannya lagi berbaring di ranjang, tapi dia sedang duduk menghadap ke komputer yang ada di kamarnya. Tangannya sibuk menekan keyboard komputer.

Ini yang mama bilang sakit? Mana ada orang sakit tapi malah ngegame. Fix ini gue dibohongin. Gue langsung menatap Kai tak suka yang masih melanjutkan kegiatannya tanpa menoleh sedikitpun ke arah gue. Dengan kesal gue mendekati Kai dan meletakkan paper bag yang gue bawa sengan sedikit membantingnya.

"Bentar Tal, nanggung ini aku hampir menang." Kai semakin semangat menekan-nekan keyboard komputernya yang gue aja nggak paham dia ngapain.

"Cuma nganterin ini, aku langsung pulang aja ya." percuma juga gue ngobrol kalau yang diajak ngobrol aja sama sekali nggak menganggap kehadiran gue.

"Eh, tunggu tal." tanpa berpikir dua kali Kai bahkan langsung menekan tombol power yang ada di komputer untuk mematikan komputernya dan buru-buru menahan tangan gue yang udah mau pergi.

Melihat itu gue hanya bisa menahan senyum. Bisa-bisanya dia langsung matiin gitu aja, padahal dia bilang bentar lagi menang.

"Katanya sakit? Kok aku liat kamu nggak papa?" mendengar pertanyaan gue, Kai malah mengerutkan dahinya.

"Sakit?" tanyanya, gue mengangguk mengiyakan. "Oh itu!" Kai langsung tergelak setelah sepertinya tau maksud dari sakit yang gue bilang.

"Kenapa kok ketawa?" tanya gue bingung.

"Becanda itu tal, tadi bunda bilang kalau aku meriang. Tapi niatnya becanda aja tadi." Kai menggarukkan kepalanya yang nggak gatal sebelum melanjutkan, "merindukan kasih sayang kamu."

"Ish mama." Gue bisa merasakan pipi gue memanas akibat ucapan Kai barusan. Gue buru-buru mengalihkan wajah gue dari Kai, tapi sepertinya Kai udah menyadari kalau pipi gue memerah.

"Panas ya?" Kai terkekeh sambil mengipasi pipi gue yang rasanya seperti terbakar.

"Udah ah, aku mau pulang aja."

"Lho kok ngambek, sini aja nemenin aku makan." Kai menunjukkan paper bag yang gue bawa tagi. "Yuk."

Tanpa menunggu persetujuan dari gue, Kai langsung mengambil paper bag itu dan menggandeng tanganku untuk menuju ke ruang makan. Menemani Kai makan, karena gue udah makan tadi.

"Pelan-pelan Kai, belepotan kan jadinya." gue mengambil dua lembar tisu dan menyerahkannya kepada Kai.

Kai menatap tisu itu dan menunjukkan kedua tangannya yang sekarang udah kotor. Benar-benar seperti anak kecil kalau lagi makan begini. Mau tidak mau Krystal hanya bisa pasrah dan mengelap bagian wajah Kai yang kotor karena makanannya. Sedangkan Kai tersenyum lebar sambil kembali memakan ayamnya lagi.

"Yah, belepotan lagi nih." Kai dengan sengaja mengotori wajahnya dengan tangannya itu. "Bersihin lagi dong tal."

"Ish!" gue langsung mengelap wajah Kai lagi dengan kesal.

"Pelan-pelan dong sayang."

Gue langsung menghentikan kegiatan gue yang tengah mengelap wajah Kai dengan kasar saat mendengar Kai ngomong. Tatapan kita bertemu. Bisa gue lihat Kai yang juga tak kalah kagetnya dengan apa yang baru aja dia ucapkan itu. Tapi dengan sekejap dia bisa mengontrol ekspresi wajahnya kembali. Sedangkan gue langsung mengalihkan tatapan gue dari Kai dan menjauhkan tangan gue dari wajahnya.

"Aku.. mau ambil minum." kata gue karena kita justru sama-sama terdiam.

Setelah Kai menganggukkan kepalanya, gue langsung beranjak untuk mengambil air putih di kulkas. Berharap bisa mendinginkan pipi gue yang rasanya terbarak. Bahkan ini dua kali lipat lebih panas dari yang sebelumnya.

Gue langsung meneguk satu gelas air dingin setelah menuangnya dari dalam botol. Tapi anehnya pipi gue malah makin panas. Sialan.

"Uda belum makannya, mau aku cuci sekalian piringnya."

Kai buru-buru menghabiskan ayamnya karena nasinya emang udah habis sejak tadi. Lalu dia menyerahkan piring kotornya ke gue. Setelah itu dia mencuci tangannya dan duduk kembali. Sedangkan gue langsung sibuk mencuci piring.

"Kamu ada rencana mau kemana nggak hari ini?" tanya Kai setelah gue selesai mencuci piring. Gue menggeleng untuk menjawab pertanyaan Kai. "Ikut aku yuk."

"Ke mana?"

"Kencan, kan malem minggu."

***

Part pendek, sorry, mood nulisku ilang setelah mikir UAS kemaren🤧

LIMERENCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang