Gue paling benci sama rumah sakit. Gue benci baunya, gue benci suasananya. Pokoknya gue benci segala macam yang berhubungan dengan rumah sakit. Tapi kenapa lagi-lagi gue datang ke tempat ini? Dengan Bryan yang terkulai lemas di ranjang rumah sakit.
Gue duduk di kursi samping tempat tidur Bryan. Gue menggenggam tangan dinginnya. Dari siang Bryan belum bangun. Dan gue sangat sangat khawatir sama keadaannya. Di sini gue bertiga sama Kai dan Bryan. Karena setelah mendengar kabar Bryan pingsan tadi, gue langsung ke sini. Sedangkan tante Winda sekarang lagi ambil baju ganti karena tadi buru-buru ke sini nya.
"Tal," Rafael menepuk bahu gue membuat gue mendongak ke arahnya. "Makan dulu yuk? Dari tadi siang kamu belum makan loh."
Gue melirik jam dinding yang menunjukkan pukul 10 malam. Dan sudah 3 jam Bryan pingsan belum sadar juga. Mana bisa gue makan. Nafsu aja kagak.
"Kamu aja yang makan, aku nggak nafsu."
"Kalo nggak makan kamu nanti sakit tal, Bryan juga pasti bakal sedih kalo kamu sakit. Makan dulu ya?"
Gue masih menggelengkan kepala membuat Rafael menghembuskan nafas beratnya lalu kembali duduk di sofa yang tersedia.
Waktu menunjukkan pukul setengah sebelas saat tante Winda masuk ke dalam ruangan.
"Tal, sini makan dulu." tante winda meletakkan kresek agak besar di meja. Tapi gue beneran nggak laper, gue nggak nafsu makan.
"Ital nggak laper Tan."
"Kamu harus makan sayang, ini tante udah bawain nasi goreng depan komplek, kesukaan kamu."
Dan gue akhirnya menyantap nasi goreng itu dengan terpaksa. Rafael juga ikut makan. Gue sebenernya kasian sama dia nungguin gue nangis dari tadi. Dia juga belum makan malam, sama kaya gue.
Gue cuma makan beberapa suap doang. Padahal ini nasi goreng enak banget, tapi untuk hari ini rasanya hambar. Gue sama sekali nggak nafsu buat makan.
"Ma?" gue langsung meletakkan mangkok yang berisi nasi goreng dan langsung menghampiri Bryan yang memanggil tante Winda dengan suara seraknya.
"Alhamdulillah kamu udah siuman."
"Yan, gimana keadaan lo?" gue langsung berdiri di samping ranjang Bryan
"Sumpah pusing banget tal gue kalo liat lo."
Tante Winda ketawa mendengar Bryan yang udah balik kaya biasanya. Gue yang kesel langsung nyubit lengannya.
"Mama panggilin dokter dulu ya."
Tante Winda langsung keluar dan Rafael kini mendekat ke arah ranjang juga.
"Gimana Yan, udah mendingan?" tanya Rafael yang sudah berdiri di samping gue.
"Yaelah pada lebay banget si, orang cuma tidur gue tadi." Rafael cuma menggelengkan kepalanya melihat kelakuan Bryan yang udah kaya biasanya.
"Eh tal, gue jadi penasaran deh."
"Penasaran apa Yan?"
"Kalo disuruh milih, lo bakal milih siapa? Pacar lo apa tunangan lo?"
*
Setelah mendengar pertanyaan dari Bryan gue jadi kepikiran sama pertanyaannya. Beruntung tadi tante Winda datang bersama dokter yang mau periksa kondisu Bryan. Dan tante Winda nyuruh gue buat balik. Meski gue tadinya mau kekeh nginep tapi.
Lagian Bryan bego banget si kenapa pake nanya hal konyol kaya gitu. Kalo nggak inget dia lagi sakit udah bakal gue ceramahin tujuh hari tujuh malem. Udah bakalan habis dia sama gue. Dari tadi aja ini gue cuma diem-dieman aja di mobil. Nggak tau mau ngomong aoa sama Rafael.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE (END)
FanfictionMemperjuangkan sesuatu yang sudah menjadi milik orang memang tidak mudah