18

1.4K 208 16
                                    

Jangan lupa tekan⭐

HAPPY READING...!!!!

*****

Paginya pukul 7 gue langsung ke rumah Kai begitu bunda telpon kalau udah mau berangkat. Tadinya gue mau ke rumah Kai jam 9an karena kemaren bunda bilang berangkatnya agak siang. Soalnya acaranya juga malam. Tapi tadi subuh bunda bilang jadinya berangkat pagi.

Sedangkan Rafael, gue sama sekali belum bales pesannya. Gue bingung harus gimana, karena gue masih mikir gimana caranya gue bisa ketemu sama dia. Tapi gue masih bingung. Gue harus mastiin dulu gimana keadaan Kai hari ini. Kalau memungkinkan gue pergi, gue pasti pergi meskipun sebentar.

Sesampainya gue di rumah Kai, keadaan rumahnya udah sepi. Gue langsung masuk karena bunda bilang nggak dikunci. Kamar Kai juga di lantai dua, jadi nggak mungkin dia turun lagi sakit gini.

"Kai, boleh masuk?" gue mengetuk pintu kamarnya pelan.

"Masuk aja." setelah mendengar suara serak Kai gue langsung masuk ke dalam.

Begitu masuk gue udah disuguhi pemandangan Kai yang sedang bersandar si kepala ranjang sambil tatapannya kosong ke depan. Gue menghampiri dia dan duduk di tepi ranjang. Di atas nakas udah ada semangkuk bubur yang gue yakin belum dimakan sama sekali.

"Makan dulu ya Kai." gue mengambil mangkuk tersebut dan memberikannya pada Kai. Yang untungnya langsung dia terima. Anehnya dia sama sekali nggak menatap ke arah gue.

Aku menunggu Kai yang makan dengan diam. Wajahnya masih sangat pucat dan pipinya agak tirus. Setalah selesai makan dia memberikan mangkuk yang masih menyisakan setengah mangkuk bubur. Setelahnya gue memberikan segelas air putih dan obat yang langsung dia minum tanpa protes seperti kemaren.

"Pergi aja, aku nggak papa sendirian." Kai membaringkan badannya dan menutup matanya, bersiap untuk tidur.

Jantung gue seolah berhenti berdetak mendengar ucapan Kai barusan. Apa maksudnya dia nyuruh gue pergi? Apa dia tau kalau gue udah ada janji sama Rafael? Tapi bagaimana dia tau?

"Kai-"

"Nggak papa, aku udah mendingan kok." Kai membuka matanya dan menatap ke arah gue. Tatapan yang entah kenapa membuat hati gue menjadi semakin gelisah. "Rafael udah nungguin. Pergi tal, sebelum aku berubah pikiran."

Gue masih menatap Kai yang kini tersenyum tipis ke arah gue. Gue nggak bisa berpikir jernih saat ini. Yang gue pikirkan adalah Rafael, gue nggak mau mgecewain dia. Dia bilang setelah ini bakal benar-benar pergi, dan gue nggak yakin bisa ketemu sama dia lagi setelah ini. Gue harus menggunakan kesempatan ini dengan baik.

"Maafin aku Kai." baru aja gue berdiri, Kai langsung menahan pergelangan tangan gue. Membuat gue kembali menatap ke arahnya yang masih berbaring lemas di tempat tidur.

"Aku biarin kamu pergi karena aku yakin kamu bakal kembali." ibu jari Kai bergerak mengusap tangan gue. Membuat hati gue berdesir aneh karena perlakuan Kai. "Jangan kecewain aku ya tal, aku percaya sama kamu."

Gue mengangguk dan tesenyum ke arah Kai, "Aku tau kok kemana aku harus pulang. Kamu nggak usah khawatir karena aku tetap milik kamu Kai."

***

Setelah Kai ngijinin gue pergi tadi, gue langsung telepon Rafael yang ternyata masih ada di hotel. Jaraknya sekitar 30 menit dari rumah Kai.

Dia tadi ngajakin gue buat sarapan dulu di hotel tempat dia nginep. Jadi ya gue harus ke sana karena jam juga baru menunjukkan pukul setengah delapan pagi. Awalnya Rafael mau jemput, tapi gue tolak. Bakal lama soalnya, mending gue naik ojol aja biar cepet dan nggak kena macet juga.

LIMERENCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang