Hari ini gue harus ngomong sama Nadia. Gue harus jelasin semuanya biar Nadia mau maafin gue. Gue bakal ngelakuin apa aja asal Nadia bisa balik lagi kaya dulu. Diem-dieman kaya gini tuh nggak enak banget.
"Nadia, gue mau ngomong bentar." kata gue pas kelas udah selesai.
"Sori Tal, gue udah ditungguin." Nadia masih sibuk memasukkan buku-bukunya ke dalam tas.
"Nad, gue mohon. Bentar aja, ya?" gue masih berusaha untuk menahan Nadia. Pokoknya gue harus jelasin ke dia sekarang juga.
"Ya udah gue dengerin." Nadia masih enggan buat natap mata gue. Gue tau dia masih kecewa banget sama gue.
"Gue sama Kai dijodohin Nad. Dan lo udah tau sendiri kan gimana Kai ke gue? Makanya gue diem aja pas dia deketin lo. Gue nggak tau kalau... kalau dia bakal sebrengsek ini Nad. Selama ini hubungan gue aja nggak baik sama dia." gue menundukkan kepala gue. "Maafin gue Nad."
"..."
"Nad, jangan diem aja dong." gue menatap Nadia yang menatap gue, seolah sedang menilai.
"..."
"Nad, gue harus gimana supaya lo mau maafin gue?" gue pasrah kalau emang setelah ini dia nggak mau maafin gue. Gue emang udah keterlaluan sama dia.
Gue masih memperhatikan Nadia yang kini malah menundukkan kepalanya. Tubuhnya mulai bergetar, Nadia nangis. Gue semakin bingung harus gimana.
"Nad, jangan nangis dong. Gue harus gimana?" gue memegang bahu Nadia. Tapi kelapanya semakin tertunduk.
"Maafin gue Tal." gue bisa mendengar suaranya yang lirih.
"Ini bukan salah lo Nad, gue yang salah."
Nadia mendongakkan kepalanya. Dia lalu memeluk gue erat. Gue pun membalas pelukannya. Mengusap punggung Nadia untuk menenangkannya.
"Gue nggak tau gimana sakitnya lo pas liat gue sama Kai. Gue nggak tau gimana sakitnya lo pas liat Kai sama cewek lain. Gue udah bikin lo sakit hati Tal, maafin gue." mendengar permintaan maaf Nadia smembuat air mata gue keluar.
"Engga Nad, gue yang salah. Lo nggak perlu minta maaf."
---
Rasanya udah nggak ada lagi semangat buat menjalani kegiatan sehari-hari. Rasanya hampa, kosong. Baru aja dua hari Bryan pergi, sekarang Rafael juga mau pergi ke Bandung buat penelitian skripsinya. Dan gue nggak tau sampai kapan, karena dia juga asli Bandung, mungkin akan lebih lama di sana. Meskipun dia bilang bakal ke Jakarta minimal seminggu sekali.
Gue baru aja keluar kelas bareng Nadia pas liat Kai udah ada di depan kelas gue. Langkah gue terhenti begitu melihat tubuh tegap Kai yang membelakangi gue. Gue mengalihkan pandangan ke arah Nadia yang hanya tersenyum tipis ke arah gue.
Sumpah, pengen banget gue marahin Kai saat ini juga. Kenapa harus jemput si? Setidaknya kan dia bisa nunggu di tempat parkir. Lagian gue juga udah bilang sama dia kalau gue bisa pulang sendiri. Dasar keras kepala.
"Gue duluan ya Tal." Nadia menepuk bahu gue sebelum akhirnya pergi.
Gue tau Nadia masih suka sama Kai. Dari tatapannya aja gue biaa tau, dia sayang sama Kai, tulus. Gue beruntung banget karena Nadia mau maafin gue. Setidaknya gue masih punya sahabat di dunia ini.
"Kai, gue kan udah bilang gue bisa pulang sendiri." paham nggak sih dia kalau Nadia masih suka sama dia? Kesel banget rasanya.
"Gue juga udah bilang kan gue mau jemput?" jawaban yang sangat mengesalkan dari mulut Kai.
"Setidaknya lo jangan jemput sampai kelas dong? Lo paham nggak sih sama perasaan Nadia?" Bener-bener kesel banget gue. Dia tuh sama sekali nggak ngerasa bersalah. Bikin orang emosi aja.
KAMU SEDANG MEMBACA
LIMERENCE (END)
FanfictionMemperjuangkan sesuatu yang sudah menjadi milik orang memang tidak mudah