12

1.3K 194 31
                                    

"Keluarganya Kai udah di bawah, yuk turun." Mama menghampiri gue yang masih terdiam di depan cermin.

Sesuai rencana, mama mengundang keluarga Kai malam ini. Sebenernya cuma bunda, ayah, sama Kai aja yang dateng. Kita mau ngomongin tentang perjodohan gue sama Kai yang entah akan dilanjutkan apa engga. Sejak mama bilang kalau nggak akan memaksakan, gue justru semakin kepirkiran. Egois nggak sih kalau gue batalin perjodohan ini? Tapi rasa sayang gue ke Kai, gue nggak yakin masih ada. Karena gue udah sepenuhnya sayang sana Rafael.

"Ma, aku..." entah kenapa begitu menatap mama, air mata gue menetes begitu aja. Ada rasa bersalah yang membuat dada gue sesak. "Maafin aku ma."

Hanya kata maaf yang bisa keluar dari mulut gue. Tangis gue pecah, gue bener-bener merasa sangat bersalah. Melihat mama yang juga meneteskan air matanya membuat gue semakin terisak. Rasanya gue belum siap untuk membicarakannya malam ini. Hati sama otak gue benar-benar nggak sejalan saat ini.

"Nggak papa sayang, kamu berhak bahagia." mama menghapus air mata gue yang masih terus keluar. "Udah cantik gini masa nangis."

Gue menghapus air mata yang masih tersisa di pipi. Sebelum keluar dari kamar, gue kembali merapikan tampilan gue. Nggak mungkin gue keluar dengan tampilan sehabis nangis seperti ini. Bagaimanapun juga gue harus kelihatan baik-baik aja.

Setelah selesai, gue menggandeng tangan mama untuk keluar dari kamar menuju lantai satu. Di ruang tamu gue melihat bunda yang tengah tersenyum ke arah gue. Senyum yang begitu tulus, namun terpancar kesedihan di dalam matanya. Bisa gue lihat matanya sudah mulai berair begitu gue sampai di ruang tamu. Namun dengan cepat bunda mengalihkan tatapannya dari gue. Dada gue semakin terasa sesak.

Gue menatap ayah, mencoba menyunggingkan senyum. Ayah tersenyum ke arah gue, berbeda dengan bunda, ayah terlihat tenang malam ini. Dan terakhir Kai, yang saat ini tersenyum tipis ke arah gue. Namun sedetik berikutnya Kai mengalihkan pandangannya dari gue.

Apa gue tega melihat mama, papa, ayah, dan juga bunda sedih dengan keputusan gue? Kalau gue membatalkan perjodohan ini, semua orang yang ada di ruangan ini sekarang bakal sedih. Mereka sudah mengharapkan anaknya bersanding di pelaminan. Terutama mama yang sangat mengharapkan perjodohan ini tetap berlanjut. Dan juga... Bryan.

Saat mengingat Bryan, gue semakin merasakan dada gue semakin sesak. Andai aja gue sama Kai baik-baik aja, dia pasti bisa menghabiskan waktu terakhirnya bareng Kai. Tapi gue justru membuat hubungan mereka merenggang.

"Kai udah cerita sama saya sebelum ini. Jadi mungkin saya langsung saja mas, mba." ayah mulai berbicara setelah gue sama mama duduk. "Mungkin rencana kita buat menjodohkan Kai sama Krystal terlalu buru-buru. Padahal mereka masih kecil dulu, dan sekarang mereka udah besar, udah memiliki pilihan masing-masing. Jadi, malam ini saya pengen nanya lagi sama Kai sama Krystal. Apa perjodohan ini akan tetap dilanjut? Kita nggak akan memaksakan kalau memang kalian pengen membatalkan perjodohan ini." ayah menatap gue dan Kai bergantian.

Gue meremas ujung baju gue, kepala gue tertunduk. Jantung gue berdetak kencang, tangan gue mulai gemetar. Gue nggak tau harus ngomong apa. Harus memulai dari mana dan gue juga takut. Takut kalau pilihan yang gue ambil malam ini salah. Meskipun sejak tadi gue terus menghafal apa saja yang akan gue katakan saat keluarga Kai di sini.

"Kai tergantung Krystal pa." gue menatap Kai yang kini juga menatap gue. "Kalau kamu masih mau lanjut, ayo, kalau engga, aku juga nggak akan maksa lagi. Kebahagiaan kamu lebih penting."

Oh, shit! Gue semakin meremas ujung baju saat air mata gue semakin memaksa keluar. Nggak, gue nggak boleh nangis. Apapun keputusan gue, ini emamg udah pilihan gue. Gue yakin gue nggak akan menyesal.

LIMERENCE (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang