Adam pov
Aku membawa Dean bersamaku. Dia masih diam tidak ingin berontak sama sekali. Mobil kami sudah berjalan menjauh dari komplek perumahan Dean. Tahu begini aku tidak akan mau menuruti kemauan Dean. Aku tidak akan tergoda dengan rayuan Dean. "Kakak" ya sebutan itu terus terngiang didalam pikiranku sehingga membuatku mengiyakan semua permintaan Dean tapi setelah melihat apa yang kulakukan padanya aku sungguh sangat menyesal.
Malam yang dingin menembus ke dalam mobil. Walau aku memakai jaket dan suhu mobil tidak terlalu dingin tetapi tubuhku terasa ingin membeku. Aura Dean mampu membuat suasana menjadi sedingin es. Kulihat kesamping wajahnya semakin pucat dan bibirnya terus bergetar. Aku tidak ingin membuatnya lebih terluka ketika aku ingin tahu tentang perasaannya hari ini. Siapa yang tidak hancur tetapi aku bingung aku harus bagaimana terhadapnya. Aku sendiri yang melihatnya tadi yang harusnya air yang kuminum meluncur dengan sempurna nyatanya harus tersangkut dan membuat tenggorokan ku perih. Apalagi Dean, bagaimana dengan hatinya. Aku bingung harus mulai dari mana agar Dean mau berbicara denganku.
Dean membentur-benturkan kepalanya dikaca mobil. Walau pelan tapi dia lakukan dengan sangat sering. Suaranya semakin lama semakin kencang. Aku menggeser tubuhku untuk lebih dekat dengannya. Memberikan tanganku untuk melindungi dahinya. Nyatanya Dean tak menyadarinya dan masih membenturkan kepalanya.
Karena aku tidak ingin dia terluka aku kini harus mengambil sikap untuk berbicara padanya.
"Apa ingin jalan-jalan dulu?"Tanyaku kepada Dean. Dia masih dengan apa yang dilakukannya sedari tadi dan menatap arah jalan dengan tatapan kosong. Dean tak bergeming dengan pertanyaanku. Kulihat didepan sopir papah juga sangat khawatir melihat keadaan Dean. Tanpa kuminta sopir kini mengemudikan dengan cepat mobilnya agar lekas sampai rumah.
"Dean....."Aku menyentuh pundaknya karena aku pikir dia tidak mendengarku. Dia menoleh kearahku, terlihat seakan menahan sesuatu. Dia spontan menutup mulutnya karena dia tidak tahan ingin memuntahkan semuanya. Meminta sopir menghentikan mobil itu tidak mungkin karena kita berada ditengah jalan raya dan padat pengemudi. Mencari kantong kresek agar Dean bisa muntah disana tetapi aku tidak menemukan di dalam mobil bahkan saat aku bertanya kepada sopir memang didalam mobil biasa bersih.
Dan kini aku memilih memeluknya dan mulai menepuk pundaknya.
"Huek...."Dean muntah dipangkuanku. Dia mengeluarkan semua isi didalam perutnya. Sopir buru-buru memberikanku botol berisi air minum dan kini ku buka untuk Dean.
"Minum dulu."Pintaku dan kini membantu Dean untuk memegang botolnya. Belum sampai ditenggorokkan Dean muntah lagi.
"Huek....."Suara itu memekik tanda tenggorokan Dean mulai kering dan perih.
"Menepi dulu atau langsung pulang den?"Tanya sopir karena Dean terus saja muntah dan tinggal satu belokan kita sampai. Kalau dipikir-pikir masih perlu waktu untuk sampai rumah jadi aku meminta sopir untuk menepikan mobilnya. Mungkin Dean butuh udara segar.
"Menepi saja dulu pak,"ujarku.
Sopir berhenti dan kini aku membawa Dean untuk keluar dulu dari mobil. Aku masih setia menepuk pundaknya dan memijit tengkuk lehernya tapi Dean terus saja muntah disana.
"Minum lagi."Pintaku dan kini memberikan botol minum itu kepadanya. Dean mengambilnya dan kini dia minum dengan perlahan. Sopir memberikanku tisue agar aku dapat membersikan diri. Aku memilih melepas jaketku disana dan sopir membantuku.
"Maaf,"kata pertama yang diucapkan Dean.
"Tidak apa Dean."balasku memang aku tidak apa-apa. Nanti setelah pulang aku hanya harus mandi dan jaket itu dicuci aku tak perlu merengek hanya karna Dean muntah dihadapanku.
KAMU SEDANG MEMBACA
akward (bxb) End 20 Jan 2021/ 23 Feb 2021
HumorPeople who understand us are people who have experienced the same pain. There's Dean, a little man who is struggling to overcome the psychological problems that occur as a result of his parents' separation. Tristan who must face the reality of the b...