Kami pun selesai makan malam dan Nathan malah memeriksa Dean apakah ada memar karena terjatuh. Berlebihan menurutku. Mungkin kalau Dean berdarah seperti kemarin bakal membuat diriku mati lemas. Bisa-bisanya aku mendorong Dean dan membuatnya hampir celaka.
"Ada yang memar?" tanya Nathan melihat dikaki Dean bahkan tangannya. Kulitnya putih pucat mata minuspun pasti langsung bisa melihatnya. Nathan nya aja yang ingin pegang-pegang.
"Apaan sich, jangan pegang-pegang, pelecehan tahu. Abis ini langsung pulang Dean tidak perlu main kerumah Nathan lagi," aku mengusir tangan Nathan yang tengah memeriksa keadaan Dean. Ini nich yang paling aku gak suka di diri Dean, dia itu kayak bocah gak tahu kalau ini pun termasuk pelecehan.
"Hohoho, kenapa harus menuruti kakak ternyata disini nyaman. Ada kereta lewat, suasana asri bahkan rumah yang hangat," Dean melihat disekeliling. Ini kali pertama dia pergi main ditempat Nathan dan seperti perasaanku yang memang tidak dipungkiri rumah Nathan sangatlah nyaman.
"Pindah saja kalau begitu Dean, lumayan kan kita bisa pergi belajar bareng buat ujian," Nathan makin menjadi akupun geram dan meletakkan sumpitku diatas meja.
"Tidak akan," aku menggoyangkan jari telunjukku kearahnya tanda tidak setuju.
"Sudahlah jangan berdebat, perutku sakit," keluh Dean dan kini langsung meletakkan sendonya diatas piringnya dan pergi rebahan diatas sofa disamping. Karena kita tadinya pergi makan diruang tv.
"Oho, apa kalian bercanda?" gumamku dalam hati karena melihat Tristan menepuk pelan perut Dean sembari memberinya minyak angin. Tangannya masuk didalam kemeja seragam Dean.
"Jangan berfikiran kotor, dia hanya masuk angin mungkin," cibir Nathan karena melihatku tak berkedip dan kini memilih menonton tv.
"Bagaimana kalau kita menginap disini?" tanya Dean tiba-tiba. Hal yang belum pernah kulakukan seumur hidupku dengan gampangnya Dean meminta. Mom pasti tidak setuju bahkan papah. Apalagi ada Tristan auto langsung dibawakan intel untuk datang.
"Aku tidak yakin boleh," balasku malas dan kini memilih mengemasi bekas makan kita untuk kubuang ditempat sampah.
"Tentu boleh, tunggu!" Dean tiba-tiba semangat dan kini malah video call dengan papahnya. Ya ampun, ini sudah gila dan aku memilih menunduk lesu menyembunyikan wajahku.
....
Tring...
"Malam Dean, waktunya makan malam lho apa kamu akan pulang terlambat?" tanya papah dibalik telpon dan dia terlihat masih berada diruang makan mungkin papah tengah menunggu kami yang tidak ada kabar. Bahkan mom memasang wajah khawatir.
"Dean sudah makan, hari ini Dean akan menginap dirumah teman ada kakak bahkan yang lainya," Dean sengaja menunjukkan siapa-siapa yang ikut menginap. Jantungku rasanya ingin terlepas dari tubuhku.
"Nathan om," Nathan langsung menunjjukkan sikap ramah kesan anak baik-baik. Bahkan dia tersenyum lebar.
"Dia kak Tristan teman kak Adam, cakep kan om. Dia juga akan menginap jadi tidak perlu khawatir sopir juga masih didepan suruh mereka pulang biar bisa istirahat kalau Dean yang minta mereka tidak akan mau menurut," Dean dengan santainya membicarakan hal yang tidak pernah terjadi sejak umur ku 5 thn. Dengan moment teraneh bahkan menakutkan Tristan pun mendongak dan melihat papah disana.
"Malam om," Tristan tersenyum kaku dia tahu akan mendapatkan masalah setelah ini.
"Baiklah, nikmati waktu kalian dan tidak boleh begadang, berikan ponselmu kepada kakak," pesan papah.
"Siap om," Dean ala-ala hormat seperti prajurit dan kini papah meminta aku untuk menerima telpon agak jauhan dari Dean. Ini yang kumaksudkan, kenapa tidak ngomong langsung dan memilih mengancamku, aishhhhh Dean juga perlu tahu kalau ada masalah diantara dua keluarga itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
akward (bxb) End 20 Jan 2021/ 23 Feb 2021
HumorPeople who understand us are people who have experienced the same pain. There's Dean, a little man who is struggling to overcome the psychological problems that occur as a result of his parents' separation. Tristan who must face the reality of the b...