34.

186 34 2
                                    


Sampai kapan kamu membohongi papah perihal hubungan kalian?

Itu adalah kata-kata yang pertama kali diucapkan om (papah Tristan) ketika menemui kami. Aku tidak mengerti dan kini seolah-olah Tristan tengah melindungiku. Tapi, kalau memang aku terlibat seharusnya aku juga diajak bicara.

"Dean tunggu disini ya," Tristan menyentuh pipiku sebelum dia pergi sebentar bersama papahnya untuk pergi kelantai atas. Aku tidak mengerti dengan maksud yang om bicarakan tadi jadi aku hanya mengiyakan ketika Tristan meminta om untuk pergi kelantai atas dan Tristan akan mengikutinya.

Lama, sampai akhirnya aku mendengar suara riuh barang terlempar dari lantai atas. Itu sangat kencang dan aku khawatir kalau keduanya kejatuhan barang berat terlebih ini gedung sudah lama berdiri. Meski terawat tetap saja pasti ada kerusakan yang tidak dapat diprediksi. Aku melepas jaket Tristan dan kini hendak pergi naik kelantai atas namun orang berbaju hitam menahanku.

"Kamu tidak bisa masuk!!" dia menahanku berarti diatas bukan suara barang jatuh karena tidak disengaja pasti itu ada unsur kesengajaan.

Brakkkk

Aku mendengarnya lagi dan kali ini sungguh keras. Aku ingin tahu tentang apa yang sebenarnya terjadi. Kalaupun mereka mengambil barang yang diperlukan dan terjatuh kenapa malah membiarkan orang yang dia bayar malah hanya berdiri dan menjaga dibawah.

"Aku akan memanggil polisi kalau kalian tidak membiarkan aku naik," ancamku dan mereka langsung diam. Mau pergi membungkamku mereka akan berfikir dua kali. Karena setiap 10 menit sirine polisi patroli selalu terdengar lewat tepat didepan pintu utama. Aku pun tinggal melempar sesuatu pasti akan membuat orang luar curiga dan memanggil polisi jadi para orang suruhan om pun memilih cari aman daripada bos mereka harus diproses dikantor polisi.

Karena aku sudah diberi jalan kini aku segera berlari untuk pergi kepusat suara. Benar, tidak semua orang tua itu baik dan tidak semua orang tua itu buruk. Dan yang kulihat didepan itu sangat mengerikan. Si om yang notabennya adalah orangtua Tristan kenapa perlu menghajar puteranya sampai segitunya. Apa salahnya Tristan, dan perlukah kekerasan. Aku tidak terima dan kini langsung berlari untuk memeluk Tristan yang sudah tersungkur dilantai penuh debu.

"Dean, kamu tidak perlu melihat ini semua." ucap Tristan sembari menahan sakit dia menutup kedua mataku dan kini membalikkan tubuhnya untuk melindungiku nyatanya om memang sudah gila. Dia memukul Tristan lagi sampai kursi yang dipegangnya hancur. Tristan sampai terbatuk karena itu pasti sakit.

"Yakkkkkkkkkk, om kamu keterlaluan!!" aku berteriak disana tanpa rasa takut. Kenapa harus takut kalau kita tidak salah. Aku tidak perduli kalau aku nantinya kena pukulan juga, sebab yang kulihat pun membuat hatiku sakit.

"Kenapa kakak tidak lari saja eoh, itu sakit kan?" tanyaku kearah Tristan. Kenapa dia malah diam saat dipukul kalaupun dia pergi membalas itu bukan tindakan durhaka sebab om melakukan kekerasan.

"Aku tidak mau dikutuk jadi batu, hehe...." cengir Tristan dan dia masih menahan sakitnya.

"Kalaupun kakak dikutuk jadi batu, nanti Dean yang akan lempar kearah om!!" aku menunjuk om kesal. Walau orangtua ku jauh dari kata sempurna mereka tak pernah memukul. Melihatku terluka karena pemotong kuku saja ayah sampai menangis dua hari dua malam. Tapi sekarang aku melihat ada seorang ayah yang hampir membunuh puteranya sendiri.

"Oh, jadi pria kecil ini Dean?" si om malah menyunggingkan senyuman nya dia menarik kursi lain dan kini duduk untuk bertanya lebih.

"Pah, Tristan mohon jangan diteruskan," pinta Tristan dia sepertinya tidak mau aku terlibat. Tapi setelah melihat ini semua siapa yang bisa pura-pura tidak tahu dan mengabaikannya.

akward (bxb) End 20 Jan 2021/ 23 Feb 2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang