24.

209 29 1
                                    

Adam pov.

Aku bernafas kasar dan mulai membuka pintu utama. Terdengar samar diruang tengah dan ternyata ada Dean serta papah yang sedang menonton pertandingan bola. Aku memilih mencuci tanganku lebih dulu dan menyapa mom yang masih sibuk menyiapkan makan malam untuk kami.

"Malam mom," sapaku dan aku memilih mencuci tanganku di wastafel cucian piring.

"Apa harimu menyenangkan, bagaimana disekolah?" tanya mom ingin tahu apa aku melewati hariku dengan bahagia.

"Iya, hanya saja Adam pergi mengajari siswa akhir SMP untuk menghadapi ujian mendatang," jawabku dan aku berkata jujur agar aku tidak menambah kebohongan.

"Tapi mom tahu apa yang coba Adam sembunyikan, turuti saja apa kata papah dan jauhi Tristan. Selama ini papah belum tahu kalau alasan Adam pergi les setengahnya karena ingin pergi dengan Tristan. Mom tidak ingin kalian bertengkar," mom memberitahuku bahwa papah selama ini belum tahu kalau aku diam-diam menemui Tristan. Ternyata sopir tidak melapor pada papah melainkan kepada mom. Dan kini mom tidak ingin papah kecewa dan mom ingin aku segera mengakhiri semua sebelum papah tahu.

"Aku akan bicara pada Tristan," aku mengambil tisue untuk mengeringkan tanganku dan kini ingin pergi duduk untuk ikut dengan keseruan keduanya. Moment langka yang kudapatkan setelah bertahun-tahun aku hampir melupakannya. Rumah yang sepi selalu aku rasakan setiap hari karena itu aku memilih pergi menyibukkan diri diluar rumah tanpa ingin memperbaiki situasinya dan Tristan selalu ada untukku. Dan kini kulihat Deanlah yang akhirnya membuat sebuah perubahan yang aku sendiri tak berani melakukannya. Walau sekali bicara dengan papah pasti dia akan setuju karna itu membuatku risih kalau aku akan salah bicara. Aku tidak suka penolakan jadi selama ini aku memilih diam dan menjalani semuanya seperti apa adanya tanpa ada rasa greget yang membuat hidup lebih bermakna.

Papah terlihat sangat bahagia dan berseru dengan tim yang dia dukung bahkan Dean tidak mau kalah. Aku kini mengambil ponselku dan mengirimi pesan kepada Tristan.

"Apa kau sudah sampai?' aku mengirimi pesan terlebih dahulu dan nyatanya Tristan cepat meresponnya.

"Iya aku sudah sampai, papah juga sudah dirumah jadi aku akan segera meletakkan ponselku," aku mengerti kondisinya Tristan tidak bisa terus sibuk dengan ponselnya bila papahnya dirumah.

"Tristan...." panggilku dan perasaanku sangat kacau, kalau diijinkan aku ingin menangis.

"Iya, ada apa Adam. Aku baik-baik saja," balas Tristan dan aku tidak ingin membuatnya kesulitan juga.

"Bisakah kita berhenti bertemu?"  pintaku dengan berat hati. Aku sungguh tidak ingin melakukannya.

"Ha, kenapa harus. Ayolah jangan membuatku takut. Kamu sumber kekuatanku untuk menghadapi papah. Apa ada yang salah?" Tristan meyakinkanku kalau kita pasti bisa menghadapi dua keluarga yang saling berseteru. Dan Tristan tidak ingin aku kesulitan sendiri.

"Tidak, kita bisa berhenti bertemu saja. Jadi tidak perlu pergi ke tempat les atau pergi ketempat Nathan," aku memberitahunya kalau kita tak perlu bertemu untuk sementara waktu. Perasaanku kacau aku tidak bisa berfikir lebih bahkan ini bukan kali pertama terjadi.

"Adam, apa yang sedang kau bicarakan sebenarnya," Tristan tahu aku pasti dalam situasi yang sulit.

"Aku ketahuan," aku memberitahunya. Aku menggigit bibir bawahku agar aku tidak menangis.

"Aish, kenapa harus sekarang. Baiklah jaga dirimu baik-baik ya. Kalau ada apa-apa hubungi aku," Tristan mengerti dan mencoba tidak mempersulitku.

"😭" tak sengaja aku mengirim emo sedih yang mengakibatkan respon yang besar.

"Jangan menangis, kita masih bisa berkirim pesan, aku menyayangimu jadi jangan menangis," Trista terus saja menyemangatiku.

akward (bxb) End 20 Jan 2021/ 23 Feb 2021Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang