TYT-9

2.4K 193 4
                                    

"Val. Lo beneran udah tidur? Gue nggak tanggung jawab kalau nanti ada apa-apa-apa."

"Gue tendang duluan lo!" balas Valeria sambil membuka mata. Dia memperhatikan Mahesa yang masih sibuk dengan pekerjaannya itu. Lantas dia bergerak, melihat data grafik yang tertera di laptop.

Mahesa segera menutup laptopnya kemudian menatap Valeria dengan tajam. "Ngapain ngintip-ngintip?"

Valeria kembali berbaring. Dia menatap langit-langit kamar Mahesa dengan gamang. "Gue lihat kerjaan orang lain kayak enak gitu. Beda banget hidupnya sama gue."

Satu alis Mahesa tertarik ke atas mendengar keluhan Valeria. Dia tahu siapa wanita di depannya. Saat SMA dulu Valeria bak ratu yang digandungi banyak lelaki. Hidup wanita itu juga tampak mewah, pulang pergi dengan mobil mewah. Belum lagi gaya hidup Valeria yang suka nongkrong, jelas bukan tempat biasa. "Lo sekarang lagi kesulitan?"

Tidak ada respons dari Valeria. Dia tampak terlarut oleh lamunannya sendiri. Andai dia bisa mengulang waktu, dia ingin terlahir dari keluarga yang utuh. Kemudian dia bisa menjalani hari tanpa beban. Yah, meski hal itu tidak mungkin terjadi.

"Val...." Mahesa memukul kaki Valeria karena wanita itu hanya diam saja.

Valeria tersentak. Dia memberi tatapan tajam, sebelum akhirnya kembali menatap langit-langit. "Udah berapa tahun lo pacaran sama Rose?"

Pergantian topik yang mendadak itu cukup membuat Mahesa tidak nyaman. Dia duduk tegak kemudian mengambil cup berisi kopi instan. "Buat apa lo tanya gitu?" Setelah itu dia menyeruput kopinya dengan pelan.

"Ya pengen tahu aja. Dulu kalian putus nyambung, kan?" Valeria melirik Mahesa sekilas. Sedetik kemudian dia tersenyum. "Lo juga selalu kasih bunga tiap Rose ngambek!"

Mahesa menghela napas pelan. Dia meletakkan cup kopi itu kemudian sepenuhnya menghadap Valeria. "Buat apa lo pengen tahu hal itu?"

Valeria bangkit dari posisi berbaringnya. "Rose mutusin lo? Terus lo ngasih apa ke dia? Pasti ngasih barang mewah?"

"Sok tahu!" Mahesa mendorong kening Valeria menjauh. "Lo ngapain di sini? Bukannya pulang! Sana pulang!"

"Ck! Pelit amat!" Valeria duduk bersandar kemudian memposisikan kakinya di atas meja.

Tindakan itu membuat Mahesa melotot. Dia menatap Valeria, tapi wanita itu pura-pura tidak tahu. Yah, memang mereka pernah menjadi teman saat SMA, tapi tidak seharusnya seperti itu kan di rumah tamu? Mahesa segera mendorong kaki Valeria hingga menjauh dari meja. Sayangnya, kaki Valeria tetap kembali seperti semula.

Diam-diam Valeria menahan tawa melihat wajah sebal Mahesa. Akhirnya dia menarik kakinya lalu menepuk pundak lelaki di sampingnya. "Nggak usah marah-marah gitu. Nanti cewek-cewek kabur kalau lo marah-marah."

"Lo bikin gue emosi!" Mahesa mengambil laptop kemudian bangkit, meninggalkan Valeria begitu saja.

Sedangkan Valeria memilih tetap di posisinya. Dia sengaja pulang agak terlambat agar Eriska tidak curiga. Dia merasa, sahabatnya itu tidak perlu tahu masalah apa yang dia hadapi. "Ah! Baru aja ada job, gue udah ditipu!" gerutu Valeria sambil kembali berbaring.

***

Pukul lima pagi, Mahesa selalu terbangun. Dia beranjak dari ranjang sambil membawa gelas kosong yang sebelumnya tersedia di nakas. Matanya sesekali mengerjab, menyesuaikan cahaya lampu yang menerangi.

Beberapa detik kemudian Mahesa tersadar. Biasanya dia selalu mematikan ruang tengah, tapi kali ini ruangan itu dibiarkan terang. Mahesa bergerak mundur ingin mematikan lampu, tapi ekor matanya menangkap sesuatu di atas sofa.

Take Your TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang