TYT-12

2.1K 177 2
                                    

"Keluar, Val!" geram Mahesa kala menyadari Valeria belum benar-benar pergi.

Valeria tergagap. Dia segera berbalik kemudian buru-buru keluar. Setelah sampai di ruang tengah, Valeria menyentuh dada. Dia takut mendengar teriakan Mahesa. Dari nada suaranya terdengar sekali jika lelaki itu sangat marah.

Perlahan, Valeria mulai melangkah sambil sesekali menatap pintu ruang kerja Mahesa. Dia yakin, Mahesa pasti bisa mengatasi masalahnya sendiri. "Ya. Gue nggak mau terlalu ikut campur...." Valeria berdiri tegak kemudian melangkah dengan mantap.

Sedangkan di ruang kerja, Mahesa duduk menghadap jendela kaca. Dia melihat langit yang tadi begitu cerah perlahan berubah menjadi gelap. Sama seperti kondisi hati Mahesa sekarang, gelap.

Mahesa merasa dirinya bodoh karena masih diperdaya oleh Rose. Wanita itu masih bisa mendatanginya setelah mereka putus. Sedangkan Mahesa selalu mencoba untuk menghindar. Dia ingin bersikap cuek dan benar-benar membuang perasaannya. Sayangnya, tidak semudah itu. Hubungannya dengan Rose telah terjalin lama. Tidak mudah melupakan seseorang seperti membalikkan telapak tangan.

"Huh...." Mahesa menyugar rambutnya ke belakang. Dia memejamkan mata sambil mencoba mengendalikan diri.

"Gue bego banget nunjukin kelemahan gue di depan Valeria," gumam Mahesa sambil membuka mata. Dia mendongak menatap langit-langit, ingat saat dia lepas kendali. "Ck! Gue yakin Valeria bakal ngetawain gue."

***

Usai dari apartemen Mahesa, Valeria bergegas menuju apartemennya. Hari ini dia tidak ada pekerjaan. Jadwalnya menjaga butik masih esok hari. Dia ingin menghabiskan waktu dengan beristirahat. Menurutnya hari ini cukup melelahkan.

Valeria berjalan sambil menyeret kaki kemudian membuka pintu apartemen. Saat hendak melangkah masuk, perhatiannya tertuju ke sepasang sepatu lelaki. Valeria menghela napas kemudian melanjutkan langkah.

Sampai di ruang tengah, Valeria mendapati lelaki yang pernah bertemu dengannya di acara ulang tahun. Lelaki itu terlihat menyeduh kopi sambil sibuk dengan ponselnya. Merasa tengah diperhatikan oleh Valeria, tiba-tiba lelaki itu menoleh.

Diraz sedikit terkejut melihat Valeria yang tiba-tiba berdiri dan menatapnya. Dia meletakkan cangkir di atas meja kemudian berdiri. "Hai. Kita ketemu lagi."

Tidak ada respons dari Valeria. Dia tengah memperhatikan wajah Diraz yang tidak lagi menyebalkan seperti waktu itu. Valeria mendengus, merasa jika Diraz pura-pura sok baik karena ada Rose. "Ngapain?"

"Mau ketemu Rose," jawab Diraz sambil menggerakkan tangan ke arah pintu kamar yang tertutup. "Gue nggak tahu kalau lo ada di dalem."

Valeria menggeleng pelan. "Gue baru sampai dan cukup kaget ada cowok di apartemen."

"Kenapa?" Rose tiba-tiba keluar. Dia menatap Valeria yang tengah menatap Diraz. Seketika dia mendekat dan berdiri di depan Diraz. "Gue yang ngajak dia ke sini."

"Tahu," jawab Valeria. "Tapi lo lupa siapa yang bikin peraturan nggak boleh bawa cowok ke apartemen? Tapi malah dilanggar."

Rose tersenyum kecil. "Itu waktu kita masih kuliah, Babe. Sekarang kita sama-sama dewasa. Udah ngertilah."

Valeria manggut-manggut. Dia menggerakkan tangan kemudian berbalik. "Terserah!"

"Bentar, Sayang...." Rose menepuk pundak Diraz kemudian mengikuti langkah Valeria. "Lo nggak terima?"

"Biasa aja," jawab Valeria sambil melempar tasnya ke ranjang. Setelah itu dia duduk di meja rias dan mulai menghapus make up-nya.

Rose memperhatikan Valeria yang tampak dingin itu. "Kita sama-sama dewasa, Val," ujarnya. "Lo juga nggak akan gebet Diraz, kan?"

Take Your TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang