Dua orang yang duduk berhadapan itu sama-sama terdiam. Terlihat semburat merah di wajah mereka. Bibir yang sama-sama tersenyum kaku serta sorot mata tajam cukup menandakan jika sedang menahan gejolak emosi masing-masing.
"Silakan." Seorang pelayan meletakkan dua cangkir teh. Dia melirik dua orang yang tampak bersitegang itu, kemudian bergerak mundur. "Selamat menikmati."
Perhatian Mahesa tertuju ke secangkir teh dengan sepotong roti cokelat di atas meja. Dia mengambil cangkir putih itu dan menyesapnya pelan. Namun, pandangannya tidak teralih dari sosok di depannya.
Berbeda dengan Mahesa, Valeria memilih mengabaikan roti beraroma manis dan teh yang menyegarkan itu. Baginya, dia sekarang tidak membutuhkan itu. Dia lebih butuh penjelasan dari Mahesa.
"Ya udah mau ngomong sekarang?" tanya Mahesa tidak bisa menahan lebih lama lagi.
"Gue dari tadi nunggu lo ngomong." Valeria menjawab jutek. Dia memperhatikan Mahesa yang mulai agak santai. Satu tangan lelaki itu memegangi pinggiran cangkir yang pasti terasa hangat. Sedangkan tangan satunya terlipat di atas meja. "Cepet."
Mahesa tersenyum samar. "Kita deket di saat kita ada motif masing-masing."
"Ya terus?"
"Kita deket di saat gue masih ada rasa sama Rose. Lo juga masih ada rasa ke Jehan," ujar Mahesa. "Gue nggak mau nyakitin lo dan gue nggak mau lo nyakitin gue."
Valeria mulai paham dengan penjelasan itu. Dia mengambil cangkir di depannya dan menyesapnya pelan. Setelah itu kembali menghadap Mahesa. "Jadi, lo masih butuh waktu? Semalem lo sendiri yang bilang tiga bulan itu udah cukup buat nenangin diri. Lo butuh waktu berapa lama lagi?"
Mahesa memajukan tubuh dengan satu tangan terulur. Dia menggerakkan kelima jarinya, meminta Valeria untuk membalas genggamannya. Sayangnya, Valeria hanya meliriknya sekilas. "Mari kita jalani bareng-bareng dan saling tahu perasaan masing-masing."
"Terus kenapa lo buka hati ke Rose?" tanya Valeria penuh selidik.
"Gue nggak bilang buka hati." Mahesa menggeleng tidak terima. "Gue biarin Rose lakuin apa yang dia mau."
"Tapi lo ngerti, kan, Rose mantan lo?" Valeria mulai merengek. "Kalau ternyata lo jatuh cinta sama Rose lagi gimana?"
Sudut bibir Mahesa tertarik ke atas. "Jadi intinya lo cemburu?"
"Enggak!"
"Cemburu!"
"Enggak!" Valeria melotot. Semburat merah itu kembali muncul di wajahnya. "Terserah lo mau anggap apa."
Mahesa menggerakkan tangan lagi. Valeria melirik sekilas. Namun, yang terjadi wanita itu meletakkan tangannya di atas tangan Mahesa.
"Gue juga khawatir kalau ternyata di hati lo masih ada Jehan," ungkap Mahesa. "Lo cinta dia, bahkan bisa sampai bertahun-tahun."
"Tapi sekarang udah enggak," jawab Valeria dengan suara pelan. "Lo ngeraguin gue?"
Mahesa menggeleng. "Kita di kelilingi orang-orang dari masa lalu, Val. Gue sama lo butuh yakinin perasaan kita masing-masing. Jangan sampai salah."
Valeria mengembuskan napas. "Intinya lo biarin orang-orang di masa lalu kita ada di sekitar kita? Sambil kita nyari tahu hati kita sebenarnya buat siapa?"
"Iya, Sayang." Mahesa menjawab dengan lembut. "Jadi, jangan ngambek."
"Apaan?" Valeria membuang muka, kali ini lebih karena malu.
Setelah tiga bulan lamanya, Mahesa bisa melihat Valeria yang marah-marah. Memang menyebalkan, tapi akhir-akhir ini selalu berakhir menyenangkan. "Lagian, orang yang di masa lalu kita bukan butuh kalimat pengusiran."
KAMU SEDANG MEMBACA
Take Your Time
Romance[TAKE SERIES 1] Valeria tidak menyangka akan terjebak di antara Rose mantan sahabatnya dan Mahesa mantan Rose. Valeria yakin, Mahesa mendekatinya karena ingin balas dendam ke Rose. Awalnya Valeria tidak mau berurusan dengan Rose atau Mahesa lagi. Na...