TYT-27

2K 187 1
                                    

Pukul tujuh pagi, Eriska dan Rose berjalan mengendap ke kamar Valeria. Dua orang itu melihat Valeria yang tertidur sambil memeluk guling dan tampak pulas.

"Sana...." Eriska menggerakkan dagu.

Rose meletakkan makanan di atas nakas. Dia juga meletakkan obat yang sebelumnya diambil oleh Eriska. Setelah selesai, dia berjalan pelan keluar dari kamar. "Ah! Gue merasa masuk kadang macan."

Eriska mengusap dada. Membangunkan Valeria di pagi hari memang seperti membangunkan macan. Wanita itu bisa teriak-teriak dan menyalahkan apapun yang terjadi. Kali ini dia rela masuk ke kamar Valeria. Dia ingin menyiapkan makanan dan obat.

Tanpa Valeria ketahui, Eriska menghitung jumlah obat yang diresepkan dokter. Semalam, dia melihat obat itu hanya berkurang satu. Artinya Valeria melewatkan meminum obat.

"Setelah ini gue pergi. Mungkin nanti nggak balik," ujar Rose setelah sampai dapur.

"Lo nginep di apartemen pacar lo?" Eriska menatap Rose penuh selidik.

Rose mengangkat bahu. "Gue punya apartemen pemberian Mahesa. Bebas dong, gue mau tinggal di mana?"

Eriska melangkah mendekat. Dia merebut panci yang sedang dicuci oleh Rose. "Mahesa balikin semua barang lo. Apartemennya nggak lo balikin juga?"

Kepala Rose tertunduk. Dia menatap buih sabun cuci yang mulai memenuhi tangannya. "Udah pernah gue balikin, tapi dia nggak mau."

"Oh...." Eriska mengangguk pelan. "Gue penasaran kenapa lo putus sama Mahesa. Bukannya dia cowok paling baik yang pernah deketin lo?"

Gerakan tangan Rose terhenti. Dia melirik Eriska yang membilas piring, tapi terlihat wanita itu menunggu jawabannya. "Lo ngerasa Mahesa itu cowok baik-baik?"

"Emang dia nggak gitu?" tanya Eriska sambil menatap lawan bicaranya.

Rose tersenyum samar. "Mahesa emang baik banget."

"Ya terus kenapa lo lepas?" Eriska tidak habis pikir. "Gue inget banget lo dulu sering puji Mahesa. Gue juga lihat perjuangan dia buat dapetin lo."

"Yah, namanya hubungan selalu ada nggak cocoknya." Rose mengambil mangkuk berwarna pink dan mencucinya.

Eriska mengangguk samar. "Bukan karena orang lain, kan?"

Rose refleks menatap Eriska. "Maksudnya putus karena orang ketiga?"

"Hmm...." Eriska mengangguk. "Nggak gitu, kan?"

"Gue nggak bisa ngasih tahu lo." Rose buru-buru menyelesaikan cuci piringnya. "Lo takut gara-gara Valeria gue putus sama Mahesa?"

Eriska sepenuhnya menatap Rose. Dia melihat wajah wanita itu yang sedikit sendu, meski bibir Rose membentuk senyuman. "Gue inget Mahesa pernah ngejar Valeria," ujarnya. "Kalian putus bukan karena Mahesa ngejar Valeria lagi, kan?"

Rose membuang muka. "Lo takut gue ada konflik lagi sama Valeria?"

"Ya!" Eriska menjawab terang-terangan. "Gue capek di antara kalian berdua yang berantem. Gue nggak bisa mihak salah satu."

"Lo mihak Valeria," jawab Rose dengan senyum mengejek. "Waktu gue pergi lo juga nggak pernah nengokin gue."

"Kata siapa?" Wajah Eriska tampak memerah. "Gue sama Valeria nyari lo. Tapi lo langsung pergi gitu aja. Lo lupa?"

Rose menepuk sisi kepalanya. "Kayaknya."

Eriska menggeleng pelan. "Bilang ke gue, bukan karena Valeria, kan, kalian putus?"

Mata Rose terpejam. Dia yakin Eriska akan terus menanyakan ini jika belum mendapatkan jawaban. Perlahan dia membuka mata dan membalas tatapan itu. "Gue manfaatin Mahesa. Puas lo?"

Take Your TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang