TYT-57

2K 217 9
                                    

Mahesa keluar dari restoran lima menit setelah Rose keluar. Tidak ada percakapan lagi setelah mereka sama-sama memutuskan untuk mengakhiri. Bahkan, Rose terkesan buru-buru saat makan. Jelas, karena suasana canggung terus menemani.

"Ah! HP sialan!" Mahesa masuk mobil dan melihat ponselnya tergeletak di bangku penumpang. Dia mengambil benda itu, tapi tidak mendapat pesan masuk dari Valeria.

"Dia bisa gitu nggak ngasih penjelasan apapun ke gue? Bener-bener!" Mahesa mulai melajukan mobil sambil menggerutu.

Siapa yang tidak kaget saat ada janji makan malam tapi sang mantan yang datang? Beruntung, Mahesa sudah tidak memiliki perasaan apapun ke Rose. Bahaya jika rasa itu masih ada kemudian kembali bermunculan.

"Valeria emang bener-bener!" Mahesa tidak henti mengomel.

Mobil yang dikendarai Mahesa melaju menjauh dari restoran. Dia butuh penjelasan Valeria. Dia yakin, tidak akan bisa tidur tenang jika belum mendapat jawaban dari berbagai pertanyaannya.

Beberapa saat kemudian, Mahesa sampai di salah satu unit apartemen. Dia melihat arloji yang telah menunjukkan pukul sepuluh lebih lima belas menit. Entah Valeria sekarang ada di apartemen atau tidak, tapi Mahesa akan tetap menunggu.

Tet....

Mahesa melipat kedua tangan di depan dada. Wajahnya terlihat serius, siap meluapkan apapun yang bersarang di kepalanya. "Val...." Mahesa menggeram karena pintu tidak kunjung terbuka.

Ceklek....

Pintu apartemen terbuka. Seorang wanita dengan rambut dicepol berdiri sambil mengerjabkan mata. "Ah... Kamu...."

Ekspresi Mahesa seketika berubah. Dia berdiri tegak kemudian memaksakan senyuman. "Halo, Tante."

Mama Valeria memperhatikan Mahesa yang mulai canggung. "Nyari Valeria?"

"Iya, Tan. Valeria ada?"

"Belum pulang."

Mahesa terlihat bingung. Dia hendak pamit, tapi Mama Valeria membuka pintu lebih lebar. "Tante, saya...."

"Tante perlu bicara sebentar." Mama Valeria berbalik masuk.

"Huh...." Mahesa menghembuskan napas pelan. Dia mengikuti wanita di depannya sambil menyiapkan mental.

Mama Valeria duduk di sofa single lalu menggerakkan tangan meminta Mahesa duduk di hadapannya. Lelaki itu menurut dan duduk dengan kaku. "Kamu ada hubungan spesial, kan, sama Valeria?"

Mahesa mengangguk sopan. "Iya, Tan," jawabnya. "Saya serius dengan anak Tante."

"Terus, Rose?" tanya Mama Valeria dengan suara pelan. "Tante cukup tahu hubungan kalian bertiga."

"Saya dan Rose sudah tidak ada hubungan apa-apa, Tan." Mahesa menjawab apa adanya. Dia bersyukur karena tadi telah mengakhiri hubungan secara baik-baik. Jika tidak, dia bingung harus menjawab pertanyaan itu bagaimana.

Mama Valeria terlihat lega. "Valeria kelihatan nggak punya beban, tapi saya tahu sebenarnya dia memikul beban berat. Dia punya keluarga yang berbeda dari orang lain," ujarnya. "Saya yakin, Valeria pasti semakin hati-hati saat nanti membina rumah tangga."

Mahesa tidak menjawab. Dia tidak ingin terlalu membuat janji kemudian tidak ditepati. "Saya akan berusaha, Tan."

"Saya rasa kamu lelaki yang dapat dipercaya," ujar Mama Valeria. "Please, jangan sakiti Valeria. Kalau kamu cuma nyakitin anak saya, mending kamu pergi sekarang juga."

"Enggak, Tan. Saya tidak bermaksud seperti itu."

"Saya pegang omonganmu."

Kedua tangan Mahesa terasa basah. Rasanya mendebarkan membiacarakan tentang hal itu. Ah, di mana Valeria? Suasana semakin canggung.

Take Your TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang