TYT-53

1.9K 220 11
                                    

"Lo bahkan nggak biarin sahabat lo ngomong. Dari dulu lo emang egois, Val. Tapi lo nggak sadar."

Satu tangan Valeria terkepal mendengar penjelasan Rose. Dia berbalik, melihat dua sahabatnya yang sama-sama menunduk. Akhirnya dia kembali duduk lalu melipat kedua tangan di depan dada.

Eriska dan Rose sama-sama mengangkat wajah. "Gue emang iri sama hidup lo," aku Rose. "Lo kelihatan sempurna di mata gue dan gue punya niatan buat nyaingin lo."

Valeria tersenyum samar. "Selamat. Lo di atas gue."

"Tapi setelah tahu di balik kesempurnaan lo, gue sadar nggak ada manusia yang sempurna di dunia ini." Rose mengucapkan itu sambil berlinang air mata. "Kita sama, Val. Bokap gue sering mukulin gue. Dan mama lo kayak gitu...." Rose memelankan suaranya di kalimat terakhir.

"Gue sama Rose peduli ke lo, Val...." Eriska bergeser dan menarik tangan Valeria. "Gue nggak ada niatan ngejauh dari lo setelah tahu fakta ini."

Tubuh Valeria yang terasa kaku perlahan melemas. Dia membalas genggaman Eriska dan meremasnya erat. Tidak hanya itu, tangannya yang bebas juga digenggam erat oleh Rose.

"Gue coba nggak peduli ke lo, tapi gue nggak bisa." Rose menggeleng tegas. "Dari awal gue suka sama lo sebagai sahabat, Val. Gue peduli ke lo."

Pertahanan Valeria seketika hancur. Dia menunduk dan menangis sejadi-jadinya. "Gue emang egois."

"Enggak...." Eriska menggeleng tidak setuju. "Lo kayak gitu buat lindungi diri lo sendiri, kan? Gue ngerti."

"Gue cuma mancing lo, Val," jelas Rose.

Valeria menatap kedua sahabatnya bergantian. Dia melepas genggaman dan menarik dua sahabatnya dalam dekapan. "Sorry. Gue banyak salah."

Rose menggeleng. Kemarin, dia benar-benar disadarkan. Dia hampir menjadi monster dengan menyakiti sahabatnya sendiri. Alasannya, karena Valeria terlihat sempurna di matanya. Wanita itu cantik, banyak yang suka dan berasal dari keluarga kaya. Sedangkan Rose memiliki orangtua yang sangat kasar dan selalu memukulinya.

Kemarin, mata Rose benar-benar dibuka lebar. Ternyata dibalik kesempurnaan pasti ada luka. Setiap manusia pasti memiliki masalahnya sendiri-sendiri.

"Gue minta maaf...." Valeria mengurai pelukan lalu menghapus air matanya yang membasahi pipi. "Terutama sama lo." Kemudian dia menatap Rose.

Rose tersenyum. "Gue juga banyak salah sama lo."

Eriska yang melihat dua orang itu berbaikan tersenyum lega. "Gue minta, kalian nggak usah iri-irian lagi. Udah tahu, kan, masalah masing-masing?"

"Ya. Lo bener." Valeria menepuk lengan Eriska. "Bener, kan, kalian nggak akan ninggalin gue?"

"Nggak akan." Eriska kembali memeluk Valeria.

Pandangan Valeria kemudian tertuju ke Rose. Sahabatnya itu hanya diam dengan senyum samar. Valeria seketika melepaskan pelukannya dengan Eriska dan menatap Rose penuh selidik. "Lo nggak mau, ya?"

"Tuh, kan, curigaan lagi!" Rose lantas memeluk Valeria. "Gue minta, lo berhenti terus curiga ke gue."

"Lo juga curiga terus ke gue." Valeria mendekap Rose dengan erat.

Ketiga sahabat itu kemudian saling tersenyum. Di balik masalah, pasti ada sesuatu yang membuat bahagia. Valeria bersyukur, karena sahabatnya benar-benar peduli kepadanya. Padahal, dia sudah berburuk sangka.

***

Usai berbaikan dengan Rose dan Eriska, Valeria bergegas ke kamar. Dia mendapati seorang wanita yang berbaring meringkuk di atas ranjang. Dari arah pintu, Valeria mampu melihat jika rambut mamanya mengembang. Tidak rapi seperti sebelum-sebelumnya.

Take Your TimeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang